Sungguh miris, kasus penyimpangan seksual yang terus bermunculan semakin mengonfirmasi bahwasannya kaum pelangi tetap tumbuh subur di negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia ini. Bahkan pandemi tidak mampu menghentikan eksistensi mereka, sebaliknya mereka dengan terang-terangan menunjukan keberadaannya.
Oleh. Trisna AB
(Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Lagi-lagi kaum pelangi berulah. Kali ini aksi mereka bukan hanya melanggar norma agama dan susila, tetapi juga berani menerabas resiko penularan COVID-19.
Dilansir dari Kompas.com, pelaku tindakan asusila tersebut adalah seorang perawat dan pasien COVID-19 di rumah sakit darurat Wisma Atlet Kemayoran. Kasus ini terungkap setelah adanya pengakuan pasien yang viral di media sosial pada Sabtu (26/12), dimana sang pelaku dengan sengaja mengunggah tangkapan layar percakapan chat dengan seorang perawat di Wisma Atlet Kemayoran. Lebih jauh, disebutkan dalam percakapan tersebut bagaimana sang pasien dan perawat bersepakat melakukan tindakan mesum sesama jenis di toilet Wisma Atlet.
Naudzubillah, begitu biadab dan tidak bermoralnya tindakan menyimpang tersebut. Mereka seolah tidak mengenal kondisi dan tempat. Sekalipun saat ini salah satu pelaku berstatus sebagai pasien COVID-19 yang mudah menular, namun tidak menghalangi hasrat menyimpang mereka.
Ironisnya lagi, perbuatan mesum tersebut dilakukan bersama dengan tenaga medis yang tengah bertugas di tempat fasilitas kesehatan penampung pasien COVID-19. Padahal sudah seharusnya tenaga medis tersebut paham akan bahaya penyebaran COVID-19 yang sangat mudah menular bahkan hanya lewat droplet (cipratan atau tetesan cairan tubuh).
Kiprah kaum pecinta sesama jenis kian hari memang kian mengkhawatirkan dan sulit untuk dibendung. Belum lama ini publik bahkan digemparkan dengan adanya pesta gay di sebuah apartemen Kuningan, Jakarta Selatan. Acara mesum berkedok perayaan HUT RI itu dihadiri 56 peserta, dengan 9 diantaranya ditetapkan sebagai tersangka dan 47 orang lainnya hanya ditetapkan sebagai saksi. (Merdeka.com, 3/9/2020).
Selain itu, pada bulan Oktober lalu, isu LGBT di kalangan TNI-POLRI pun mencuat di berbagai media. Sosok prajurit yang dikenal gagah berani mengamankan negeri, nyatanya tak mampu menangkis “serangan” kaum pelangi. Parahnya anggota LGBT di lingkungan TNI-POLRI bahkan telah membentuk Persatuan LGBT TNI-POLRI yang dipimpin oleh oknum TNI berpangkat sersan (Bisnis.com, 19/10/2020).
Sungguh miris, kasus penyimpangan seksual yang terus bermunculan semakin mengonfirmasi bahwasannya kaum pelangi tetap tumbuh subur di negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia ini. Bahkan pandemi tidak mampu menghentikan eksistensi mereka, sebaliknya mereka dengan terang-terangan menunjukan keberadaannya.
Tidak adanya hukum yang tegas bagi para pelaku LGBT membuat keberadaan para pelaku asusila tersebut kian merajalela dan menjalar ke mana-mana. Celakanya para pelaku LGBT saat ini tidak hanya menyebar di kalangan sipil, tetapi bahkan merambah ke para tenaga medis dan anggota TNI-POLRI.
Dilansir dari wikipedia, meskipun pasangan sesama jenis tidak diakui di Indonesia, namun aktivitas sesama jenis merupakan perbuatan yang legal (bukan tindakan kriminal) kecuali di provinsi Aceh dan kota Palembang. Pelegalan tindakan asusila kaum pelangi secara hukum membuat mereka semakin berani menunjukkan jati diri dan mencari mangsa, yang membuat jumlah pelaku LGBT terus meningkat dari tahun ke tahun. Apalagi dengan diterapkannya sistem kapitalis-sekuler di Indonesia, kaum LGBT mendapat dukungan luar biasa dari para penganut liberalisme dengan mengatasnamakan kebebasan dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Padahal kaum Muslimin di Indonesia seharusnya memiliki satu pandangan yang sama dalam menghukumi perbuatan kaum sodom. Sejatinya di dalam Islam LGBT merupakan perbuatan laknat yang mengundang azab Allah Swt. Selain daripada itu, perilaku asusila kaum pelangi bertentangan dengan ajaran Islam karena menyalahi fitrah manusia dan secara pasti menimbulkan banyak cabang kerusakan baik kerusakan akidah, moral, akhlak, kesehatan hingga ranah kehidupan sosial.
Jika saja umat mau diatur sepenuhnya dengan hukum-hukum Islam, perilaku LGBT yang menyimpang ini sejatinya akan sangat mudah dihilangkan. Untuk mencegah berkembangnya perilaku menyimpang LGBT misalnya, Islam mempunyai beberapa mekanisme pencegahan sekaligus penghapusan tindakan asusila kaum pelangi.
Yang pertama adalah dengan penanaman akidah yang kokoh dengan senantiasa mendorong ketakwaan individu di tengah masyarakat. Hal ini dilakukan tidak lain agar tiap-tiap anggota masyarakat berkemampuan untuk membentengi jiwa dari perbuatan maksiat. Tentu saja pembentukan individu berbekal keimanan dan ketakwaan yang agung tidak akan terwujud tanpa diterapkannya sistem pendidikan Islam.
Sistem pendidikan Islam sepanjang sejarahnya, mampu mencetak pribadi-pribadi tangguh yang jauh dari perilaku maksiat dan senantiasa beramar ma’ruf nahi munkar. Dengan demikian benih-benih pemikiran liberal yang menggaungkan kebebasan HAM dengan sendirinya akan mudah dihalau.
Di sisi lain, sistem pendidikan Islam kemudian memastikan bahwa setiap anggota masyarakat mampu membedakan mana yang haq dan batil, halal dan haram, dengan melandaskan setiap perbuatan pada hukum Allah semata.
Yang kedua, negara berkewajiban untuk memfilter media informasi. Dimana setiap konten media yang beredar di masyarakat harus sesuai dengan pemahaman-pemahaman Islam dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai syariat. Selain itu negara juga tidak segan menghentikan sebaran serta tindakan berbau pornografi dan pornoaksi di seluruh media informasi yang ada. Hal inilah yang kemudian akan mampu menghentikan derasnya arus tontonan maksiat.
Namun jika dua mekanisme di atas masih belum mampu menghalau perilaku menyimpang kaum pelangi, maka negara akan memberlakukan sanksi tegas sesuai dengan ketetapan Islam.
Bagi para pelaku gay yang terbukti melakukan zina Rasulullah Saw telah menyebutkan dalam sabdanya,
“Barang siapa yang telah mengetahui ada yang melakukan perbuatan liwath (sodomi) sebagaimana yang telah dilakukan oleh kaum Nabi Luth as. Maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut”.
( HR. Tirmidzi no. 1456, Abu Dawud no. 4462)
Sedangkan bagi para lesbian (pelaku perzinaan sesama jenis perempuan), maka diterapkan hukum ta'zir dengan sanksi pidana yang diserahkan sepenuhnya oleh hakim sesuai hasil ijtihadnya.
Ibn Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan,
“Apabila dua perempuan saling bergesekan (lesbi) maka keduanya adalah berzina yang dilaknat karena telah diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, “Jika perempuan mendatangi perempuan maka keduanya adalah berzina.” Keduanya tidak di-hadd karena tidak adanya ilajj, yaitu jimak. Maka, hal itu serupa dengan “muba syarah” tanpa farji dan keduanya harus dita'zir. (Ibn Qudamah, Al- Mughni, Vol 10, hlm 162).
Dari sini tampak jelas, tidak ada upaya lain yang bisa dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus LGBT selain dengan menerapkan Islam secara sempurna dalam naungan Daulah Khilafah. Dimana hukum-hukum yang dijalankan sepenuhnya berasaskan dalil-dalil syara dan bukan berdasarkan hawa nafsu belaka. Karena hanya dengan penerapan Islam saja lah, perilaku laknat kaum pelangi bisa diperangi secara penuh dan tak bersisa.[]
Photo : google Source
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]