"Kecelakaan yang dialami proyek LRT ini, menunjukkan kepada kita bagaimana uji coba proyek infrastruktur ini dilakukan tanpa persiapan yang matang, mulai dari kualitas SDM yang tak memadai, persoalan kelayakan jalan hingga belum rampungnya perizinan LRT."
Oleh.Renita
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Megahnya pembangunan infrastruktur ala kapitalis ternyata tak pernah luput dari persoalan. Bukan hanya masalah lambannya perizinan dan pembengkakan anggaran, tetapi juga merembet sampai ke tataran teknis. Seperti yang terjadi pada proyek LRT Jabodebek, yang terus didera ujian sejak awal pembangunan hingga demonstrasi dilakukan. Nahas, baru saja melangsungkan uji coba, LRT sudah menimbulkan petaka.
Sebagaimana dikutip dari cnnindonesia.com (25/10/2021), sebuah tabrakan yang melibatkan dua kereta LRT Jabodebek terjadi di antara Stasiun Ciracas-Stasiun Harjamukti pada Senin (25/10). Kecelakaan yang melibatkan dua rangkaian kereta tersebut merupakan bagian dari uji coba proyek LRT. Disinyalir kecelakaan ini terjadi karena adanya human error. Dalam kejadian ini, satu orang masinis pun menjadi korban dan sempat dilarikan ke rumah sakit. Ironis, proyek kereta modern yang digadang-gadang dapat memberikan kenyamanan, malah menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Dengan adanya insiden ini, akankah masyarakat masih melabuhkan pilihannya pada LRT Jabodebek? Mengapa pula pembangunan infrastruktur negeri ini selalu dirundung berbagai problem? Bagaimanakah Islam menata pembangunan infrastruktur bagi masyarakat?
Rapor Merah LRT Jabodebek
Peliknya permasalahan terkait LRT Jabodebek sebenarnya sudah terendus sejak pertama kali proyek ini dibangun pada tahun 2015. Proyek yang ditargetkan kelar di tahun 2019 ini terpaksa molor hingga akhir 2021. Namun, target tersebut kembali ditangguhkan sampai pertengahan tahun 2022. PT Adhi Karya selaku kontraktor proyek tersebut, mengungkapkan LRT masih harus melewati serangkaian tahapan sebelum beroperasi secara komersil. Saat ini, fokus LRT yakni melakukan uji coba kereta, walaupun sempat terjadi kecelakaan, akan tetapi sudah tersedia 31 trainset dari PT INKA sebagai penyedia kereta yang juga akan diuji coba. Hingga akhir September 2021, progres pembangunan prasarana LRT telah mencapai 87,54 persen, sementara pembangunan fisik stasiun secara keseluruhan sudah mencapai 90 persen, ditandai dengan rampungnya 18 stasiun di sepanjang 3 lintasan pelayanan.
Bukan hanya target yang molor, tetapi proyek LRT ini juga didera pembengkakan anggaran dari semula dialokasikan sebesar Rp23 triliun menjadi Rp29 triliun di pertengahan proyek. Pemerintah sendiri menyuntikkan PMN kepada PT KAI selaku penyedia prasarana LRT sebesar Rp7,6 triliun dan PT Adhi Karya sebanyak Rp1,4 triliun, sedangkan sisanya ditarik dari pinjaman. Namun, kabar terakhir menyebutkan, proyek LRT kembali mengalami eskalasi biaya sebesar Rp2,7 triliun karena keterlambatan akuisisi lahan yang berimbas pada pembangunan depo. Tak berhenti sampai di situ, pukulan LRT Jabodebek makin bertambah ketika terjadi kecelakaan yang menimpa dua rangkaian trainset saat melakoni uji coba. Buntutnya, dua LRT tersebut mengalami kerusakan pada bagian kabin hingga harus ‘pulang kampung’ ke tempat asalnya di Madiun. (kompas.com, 26/10/2021)
Berbagai rapor merah yang menerpa LRT Jabodebek semakin memperlihatkan buruknya potret pembangunan infrastruktur yang dijalankan hari ini. Jalan terjal LRT Jabodebek untuk menyambangi masyarakat seolah membuktikan proyek infrastruktur yang cenderung dipaksakan serta minim persiapan. Lantas, bagaimanakah nasib LRT selanjutnya? apakah LRT Jabodebek bakal ditinggalkan oleh masyarakat?
Buruknya Manajemen Tata Kelola Transportasi
Menanggapi insiden kecelakaan yang dialami dua LRT Jabodebek, Trubus Rahadiansyah selaku Pengamat Transportasi dan Kebijakan Publik, menakar insiden kecelakaan ini bisa berimbas pada merosotnya kepercayaan publik jika pemerintah tidak sigap membenahi dampak kecelakaan tersebut. Trubus pun mempertanyakan profesionalisme masinis yang belum mumpuni dalam menjalankan LRT, sehingga mengakibatkan adanya kecelakaan. Dirinya juga menyoroti perizinan yang belum diselesaikan proyek LRT ketika melakukan uji coba, serta kemungkinan adanya penurunan dan spesifikasi dari jalur LRT yang berkurang. Sebab menurutnya, lintasan LRT merupakan jalan lurus, maka jika terjadi pergeseran akan rentan terjadi kecelakaan. Hal ini juga menegaskan potret buruknya tata kelola transportasi.(detik.com, 26/10/21)
Kecelakaan yang dialami proyek LRT ini, menunjukkan kepada kita bagaimana uji coba proyek infrastruktur ini dilakukan tanpa persiapan yang matang, mulai dari kualitas SDM yang tak memadai, persoalan kelayakan jalan hingga belum rampungnya perizinan LRT. Nyatanya, insiden ini bukan hanya diakibatkan oleh human error saja, tetapi berkelindannya faktor pendukung operasional yang diabaikan oleh pemerintah. Bukankah LRT merupakan moda transportasi baru yang sudah teruji kelayakannya?
Semestinya pengetesan LRT ini dilakukan kalkulasi matang disertai dengan peningkatan keterampilan SDM yang memadai. Begitu pula, keselamatan dan kenyamanan rakyat harus menjadi prioritas. Jangan sampai karena adanya kelalaian dan minimnya persiapan, justru semakin menambah semrawutnya persoalan. Alih-alih memberikan kenyaman dan menyolusi kemacetan, yang ada masyarakat malah ketakutan untuk menumpangi LRT.
Kacaunya Infrastruktur dalam Pengelolaan Kapitalis
Jika benar penguasa saat ini berniat untuk memudahkan aktivitas masyarakat, serta memberikan kenyamanan dalam menggunakan moda transportasi, bukankah seharusnya penguasa mempertimbangkan akurasi terkait urgensitas proyek ini? Selain itu, perlu juga dipertimbangkan, apakah beroperasinya proyek ini merupakan kepentingan mendesak ataukah bisa ditunda? Bukan malah tergesa-gesa menggelar uji coba tanpa memikirkan terpenuhinya prasyarat penopang yang lain. Sungguh miris, jika karena adanya kecelakaaan ini, justru malah membuat LRT Jabodebek bernasib sama seperti LRT Palembang yang kini sepi dari penumpang.
Demikian pula, pentingnya upaya mitigasi demi meminimalisasi berbagai problem ketika proyek ini dijalankan, seperti molornya pengerjaan hingga pembengkakkan biaya. Apa jadinya jika pembangunan infrastruktur yang mentereng justru malah membuat negara babak belur karena utang yang semakin menggunung? Karena pada faktanya, setiap proyek infrastruktur pasti dialiri dari dua sumber anggaran, entah itu modal negara atau pinjaman dari kantong para elite kapitalis.
Kenyataannya, pembangunan infrastruktur apa pun tak akan pernah bisa menyolusi permasalahan rakyat, ketika negeri ini masih berkiblat pada sistem kapitalis. Sebab, pembangunan infrastruktur ala kapitalis hanya menomorsatukan kepentingan para pengusaha, sedangkan kepedulian penguasa pada rakyat hanyalah retorika belaka. Wajar, pengaturan pembangunan infrastruktur begitu kacau-balau. Menjamurnya pembangunan infrastruktur bukannya membuat negara semakin melesat, malah semakin terpuruk dengan bertambah beratnya beban APBN serta utang yang kian menumpuk. Alhasil, rakyatlah yang harus kembali menderita akibat ambisi kekuasaan yang tak ada habisnya.
Infrastruktur dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, infrastruktur diartikan sebagai fasilitas umum yang menjadi hajat hidup semua masyarakat, termasuk di dalamnya listrik, air bersih dan lainnya. Begitu pula, jalan raya, udara, laut termasuk alat transportasi merupakan fasilitas umum yang tak boleh dimonopoli oleh individu. Semua ini wajib difasilitasi oleh negara, karena karena dibutuhkan oleh seluruh rakyat. Penggunaannya pun tanpa dipungut biaya atau gratis.
Dalam mengatur pembangunan infrastruktur yang berupa fisik, seperti jalan tol, jembatan, bendungan, stadion, bendungan dan sebagainya, Islam sangat memperhitungkan keselamatan dan kenyamanan masyarakat, mempersiapkan perencanaan dengan matang dengan mitigasi optimal yang melibatkan SDM yang mumpuni. Sehingga, pembangunannya akan memberikan pengaruh positif bagi masyarakat, tidak tergesa-gesa atau terkesan dipaksakan. Lantas, dari manakah sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur dalam negara Islam?
Strategi Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur dalam Khilafah
Dalam buku Politik Ekonomi Islam karya Abdurahman Al-Maliki disebutkan, strategi pembiayaan infrastruktur dalam Khilafah akan mempertimbangkan tingkat kebermanfaatan proyek tersebut bagi umat. Apakah ketiadaan infrastruktur ini menimbulkan mudarat bagi umat atau tidak? Jika mendatangkan kerusakan, maka diperlukan pengkajian, apakah kas negara mencukupi atau tidak? Jika kas negara kosong, sedangkan infrastruktur ini merupakan kebutuhan umat, maka pembangunan proyek infrastruktur ini akan dibebankan kepada kaum muslimin.
Al-‘Allamah Syaikh ‘Abd al-Qadim Zallum, dalam kitab nya Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah menjabarkan tiga strategi pembiayaan pembangunan infrastruktur Khilafah adalah sebagai berikut:
Pertama, tidak melakukan pinjaman kepada pihak asing, termasuk badan keuangan internasional. Hal ini diharamkan oleh syariat, karena mengandung unsur ribawi dan juga berbagai syaratnya yang justru akan menjerat negara Khilafah.
Kedua, memproteksi berbagai sektor kepemilikan umum, seperti minyak bumi, batu bara, gas alam, dan dan barang tambang. Khalifah dapat menentukan kilang minyak, gas alam atau sumber tambang tertentu, kemudian hasil pengolahannya digunakan untuk anggaran pembangunan infrastruktur. Dalam HR Abu Dawud, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada hak untuk memproteksi, kecuali milik Allah dan Rasul-Nya.”
Berkaitan dengan ini, Rasulullah saw. melakukan proteksi pada lahan di daerah an-Naqi’ sebagai tempat untuk menggembala kuda. Begitu pun, Khalifah Abu Bakar telah memproteksi As-Syaraf dan Ar-Rabdzah sebagai lahan untuk menggembalakan unta zakat. Khalifah Umar bin Khattab menangguhkan tanah Syam, Irak dan Mesir agar tidak dikeluarkan sebagai ghanimah, namun dipungut sebagai kharaj. Kharaj yang dihasilkan, dipergunakan untuk pembiayaan keperluan negara, kebutuhan pasukan, orang miskin, fakir, janda, anak yatim dan sebagainya.
Ketiga, memungut iuran pajak dari umat. Metode ini hanya dilakukan ketika kas negara benar-benar kosong dan dipergunakan untuk sarana dan prasarana pokok. Pungutan ini hanya diambil dari kaum muslimin laki-laki yang mampu saja.
Demikianlah Khilafah Islam akan merealisasikan pembangunan infrastrukturnya dengan kalkulasi yang matang dan penuh persiapan. Sehingga, infrastruktur yang dihasilkan dapat bermanfaat untuk masyarakat. Melalui pembangunan infrastruktur ala Islam maka akan tercipta infrastruktur yang berkualitas dan bisa dinikmati masyarakat secara gratis, dengan pembiayaan mandiri tanpa adanya intervensi pihak asing. Saatnya menerapkan sistem Islam yang akan mewujudkan pembangunan infrastruktur untuk kemaslahatan umat, bukan untuk tujuan komersil seperti dalam sistem kapitalis hari ini.
Wallahu a’lam bish shawwab[]