Alam Berontak Akibat Sistem Rusak

"Alam diperlakukan secara tidak adil. Dieksploitasi sesuka hati, tanpa diperhatikan keseimbangan ekosistemnya. Maka wajar jika alam pun ‘berontak'."

Oleh. Pahriati, S.Si.
(Praktisi Pendidikan dan Aktivis Muslimah)

NarasiPost.Com-Hujan menerpa lalu banjir melanda. Fenomena ini seakan sudah biasa terjadi di negeri kita. Dulu hanya di Jakarta dan sekitarnya. Tapi kini hampir merata di seluruh Indonesia. Daerah Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Sumatera tak luput dari berbagai bencana.

Pada awal November ini saja ada puluhan banjir besar yang terjadi. Seperti yang dilansir dalam Kompas.com (12/11/2021), bencana banjir terjadi di Tangerang, Banten, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Gorontalo. Itu semua tersebar di beberapa kabupaten.

Tak hanya banjir, bencana lain juga kerap melanda Indonesia, terutama di musim hujan. Tanah longsor dan angin kencang seakan menjadi langganan untuk bertandang. Sebaliknya di musim kemarau, bencana kekeringan, angin kering, dan kabut asap juga tak pernah absen menyapa. Belum lagi bencana seperti tsunami, gempa bumi, dan gunung meletus, turut serta membayangi.

Apakah ini fenomena alam biasa? Apakah terjadi secara alamiah? Tentunya tidak. Kita harus mengakui ini terjadi karena ada campur tangan manusia.

Pembangunan Kapitalistik Pemicu Bencana

Beragam bencana yang terjadi tak bisa dilepaskan dari pembangunan kapitalistik yang tak memperhatikan keseimbangan alam. Pembangunan besar-besaran gedung bertingkat, bandara, jalan tol, dan lain sebagainya telah banyak mengalihfungsikan lahan. Di bagian hilir, lahan yang semula merupakan daerah serapan air, kini telah di beton. Ditambah masalah sampah yang tak teratasi, menyumbat banyak saluran air. Maka saat hujan turun, banjir pun tak terhindarkan.

Adapun di daerah hulu, yakni hutan dan pegunungan, juga telah mengalami kerusakan parah. Penambangan eksploitatif telah mengupas hutan dan meruntuhkan gunung. Hujan lebat akan mengisi lubang-lubang yang menganga lebar. Tanggul yang tak mampu menahan air akan jebol hingga terjadilah banjir bandang. Tak hanya aktivitas penambangan, perkebunan kelapa sawit juga berkontribusi dalam alih fungsi lahan besar-besaran.

Itulah beberapa faktor yang memicu terjadinya beragam bencana. Alam diperlakukan secara tidak adil. Dieksploitasi sesuka hati, tanpa diperhatikan keseimbangan ekosistemnya. Maka wajar jika alam pun ‘berontak'.

Hal tersebut telah diingatkan oleh Allah dalam QS. Ar-Rum: 41 yang artinya: “Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan yang disebabkan oleh tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Bagi segelintir orang, yakni para kapitalis (pemilik modal), pembangunan dan eksploitasi alam tersebut sangatlah menguntungkan. Tapi bagi masyarakat lainnya, bukannya untung, melainkan nasib buntung yang didapatkan. Banyak manusia yang kehilangan harta, bahkan nyawa. Beragam bencana menimbulkan kesengsaraan jutaan umat manusia.

Sifat konsumerisme masyarakat yang dibangun oleh kapitalisme mengarahkan pada konsumsi dan produksi yang tinggi. Hal ini memicu eksploitasi alam besar-besaran. Gaya hidup hedonisme membuat masyarakat berlomba meraih kesenangan pribadi tanpa peduli kepentingan orang lain, juga tak memperhatikan keseimbangan alam. Demikianlah, keserakahan kapitalisme telah merusak segalanya.

Sayangnya, ketika berbicara kerusakan alam, kebanyakan orang melihat hanya dari masalah cabang. Maka solusi yang diberikan pun hanya di tingkat cabang, belum menyentuh akar permasalahan. Bersifat individual, tidak menyentuh sistem yang mengatur kehidupan.

Begitu pula kebijakan yang dikeluarkan penguasa, kadang diskriminatif dan kontradiktif. Masyarakat dilarang melakukan penebangan liar (illegal logging), tapi deforestasi (perusakan hutan) oleh aktivitas tambang maupun pembangunan terus diizinkan, bahkan dilegislasi dengan undang-undang. Masyarakat dilarang membakar lahan saat kemarau, tapi kasus pembakaran lahan oleh perusahaan sawit dibiarkan.

Hal ini persis seperti yang disampaikan Allah dalam QS. Al-Baqarah: 11-12 yang artinya, “Dan apabila dikatakan kepada mereka janganlah berbuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tapi mereka tidak merasa.”

Islam Pancarkan Rahmat bagi Semesta

Islam menetapkan bahwa sumber daya alam yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak merupakan hak kepemilikan umum. Tidak boleh dikuasai secara individu atau golongan tertentu. Begitu pun negara tidak punya hak menyerahkannya pada swasta. Negara bertanggung jawab mengelolanya untuk sebesar-besar kepentingan masyarakat. Negara menjaganya agar membawa kemanfaatan untuk semua, bukan malah menimbulkan kemudaratan.

Konsep pembangunan di dalam Islam berbeda jauh dari konsep yang dijalankan oleh kapitalisme. Islam sangat memperhatikan nilai spiritual, kemanusiaan, moral, dan materi. Semua nilai tersebut diatur berdasarkan syariat agar tercipta sebuah harmoni dalam masyarakat.

Dalam Islam, tujuan dari pembangunan berorientasi pada penyelamatan dan kesejahteraan publik, bukan keuntungan segelintir orang saja. Pembangunan tersebut juga harus memperhatikan keseimbangan alam. Allah telah memberikan amanah kepada manusia sebagai pengelola bumi, bukan penguasa yang bisa berbuat sekehendaknya. Allah membolehkan manusia menikmati apa yang ada di bumi, namun dilarang bersikap berlebihan termasuk sifat serakah dalam mengeksploitasi alam.

Allah berfirman dalam QS. Al-A'raf: 56 yang artinya, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Inilah sedikit gambaran konsep Islam terkait pembangunan dan pengelolaan alam. Konsep ini tak bisa lepas dari sistem Islam yang mengatur kehidupan manusia secara menyeluruh. Ketika sistem ini diterapkan, maka kebaikan (rahmat) akan terpancar untuk semua. Tak hanya manusia, tapi juga seluruh alam semesta. Masihkah kita ragu untuk mengambilnya? []

Wallahu a’lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Pahriati, S.Si. Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ganasnya Jebakan Pinjol, di Mana Fungsi Negara?
Next
Modal Dakwah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram