Utang yang tak Kunjung Berujung

Bunga yang terus membesar harus tetap dibayar, tidak peduli walaupun negeri ini terjadi resesi ekonomi. Sampai bilakah utang negara akan berujung? Ataukah akan terus berkesinambungan dengan risiko kedaulatan negara terancam.


Oleh: Siti Ningrum, M.Pd (Praktisi Pendidikan)

NarasiPost.com -- Ironi, saat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia menduduki posisi 10 besar di dunia, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik se-Asia Pasifik. Bukan kali ini saja melainkan sudah beberapa kali dinobatkan menjadi Menkeu terbaik.

Seharusnya prestasi tersebut disematkan kepada suatu negara yang tidak mempunyai utang sedikitpun. Namun anehnya prestasi tersebut diberikan kepada Menkeu Indonesia.

Dikutip dari laman tribunpalu.com, Menkeu Sri Mulyani baru saja meraih penghargaan sebagai Finance Minister of the Year for East Asia Pacific tahun 2020 dari majalah Global Markets. Ini merupakan penghargaan kedua yang diterima Sri Mulyani dari majalah yang sama, setelah terakhir di tahun 2018 memperoleh penghargaan serupa.

Menurut Global Markets, Sri Mulyani layak mendapatkan penghargaan tersebut atas prestasinya dalam menangani ekonomi Indonesis di pandemi corona (Covid–19)(17/10/2020). Mengenai hal ini, anggota DPR Fadli Zon angkat bicara dan mempertanyakan tentang penobatan tersebut. Menurutnya utang Indonesia semakin menumpuk yang akan terus diwariskan kepada anak cucu, selain itu perekonomian di Indonesia sangat sulit seperti nilai tukar rupiah yang melemah. Beliau menyimpulkan bahwa Menkeu Sri Mulyani merupakan menteri terbaik di mata asing dan bukan di mata rakyat Indonesia.

Hal senada pun diungkapkan oleh mantan Menteri ekonomi Rizal Ramli. Menurutnya Sri Mulyani Menkeu terbalik bukan terbaik. Dalam acara diskusi secara virtual, Rizal Ramli mengatakan Sri Mulyani sebagai menteri terbalik karena memberikan keuntungan besar bagi orang kelas atas, tetapi menyengsarakan rakyat kecil (16/7/2020).

Memang begitulah keadaanya, tanpa disadari oleh rakyatnya. Jika negara yang berutang, sejatinya rakyat jualah yang harus menanggung bebannya. Bahkan ketika dihitung ULN Indonesia yang sudah hampir menembus 5000 trilyun ini jika dibagi rata-rata rakyat Indonesia maka setiap orang mendapatkan beban utang senilai Rp20,5 juta. Bahkan bayi yang baru lahir pun sudah kebagian utangnya.

Prfmnews.id, melansir bahwa utang pemerintah tercatat pada akhir Agustus 2020 angkanya mencapai Rp5.594 triliun, bedasarkan APBN KITA edisi September 2020 yang dirilis Kementerian Keuangan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, artinya jika dibagi 270-an juta penduduk Indonesia maka setiap warga Indonesia menanggung Rp. 20,5 juta utang pemerintah, bahkan sejak bayi baru lahir (20/10/2020).

Sungguh memprihatinkan, negara yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) baik emas maupun tambangnya, hutannya, bahkan kekayaan lautnya yang melimpah ruah ternyata tidak bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat melainkan hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang saja. Negara yang makmur dengan SDA namun kemiskinan kerap menghantui rakyatnya.

Utang dalam Perspektif Kapitalisme

Sistem kapitalisme telah menyuburkan praktek ribawi pada sistem keuangan dan ini terjadi bukan hanya pada tataran individu saja melainkan tatanan ekonomi sebuah negara. Kapitalisme dengan cengkramannya telah membuka seluas-luasnya investasi di segala sektor, yang akan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi yang berkepentingan dan itu bukan untuk kepentingan rakyat. Jelas ini membuat kerugian yag sangat besar bagi negara itu sendiri. Kehilangan banyak aset negara, akan mengurangi pendapatan dalam negerinya. Maka dari itu, SDA habis terkeruk dari bumi pertiwi. Padahal jika SDA dikelola dengan baik dan benar, maka Indonesia tidak perlu berutang kepada negara manapun.

Saat ini setiap kali negara membutuhkan dana, maka solusinya adalah melakukan pinjaman luar negeri (ngutang). Utang makin lama makin menggunung karena dengan sistem akad riba yang sangat merugikan si peminjam. Entah sampai kapan negara Indonesia akan terjerat praktik ribawi ini.

Bunga yang terus membesar harus tetap dibayar, tidak peduli walaupun negeri ini terjadi resesi ekonomi. Sampai bilakah utang negara akan berujung? Ataukah akan terus berkesinambungan dengan risiko kedaulatan negara terancam.

Utang yang kian menggunung jelas akan mempengaruhi kestabilan ekonomi sebuah negara. Tidak hanya kedaulatan sebuah negara yang terancam, akan tetapi rakyat pun ikut terancam keselamatannya. Mengingat keadaan ekonomi yang semakin terimpit, lapangan pekerjaan yang sangat sulit didapat, sudah bisa dipastikan angka kriminalitas pun akan ikutan naik. Belum lagi pajak yang terus naik, subsidi disegala bidang pun dicabut. Alhasil rakyat makin menjerit dalam ketidakberdayaannya.

Sistem kapitalisme akan menutup kemandirian sebuah negara. Sebab para penghamba kapitalisme hampir di seluruh dunia akan bertekuk lutut tak terkecuali di Indonesia. Dengan berbagai macam nama dan dengan berbagai macam misi agar kapitalisme tetap kokoh dan terus diterapkan dalam tatanan sebuah negara. Juga negara besar pengusung kapitalisme tidak akan dengan mudah membiarkan sebuah negeri tanpa campur tangannya.

Sistem kapitalisme adalah sebuah sistem yang rusak dan merusak, disebabkan aturannya adalah aturan yang dibuat oleh manusia. Maka bisa dipastikan yang terjadi adalah kerusakan dan kehancuran dari sebuah bangsa dan negara.

Utang dalam perspektif Islam

Islam adalah agama yang paripurna. Darinya terpancar sebuah aturan yang akan mengatur seluruh tindak tanduk perilaku manusia. Bukan hanya perkara individu saja yang diatur oleh Islam, namun tataran sebuah negara pun diatur oleh-Nya.

Dalam Islam ada hal yang diperbolehkan ada hal yang tidak diperbolehkan. Pun dalam masalah utang. Utang dalam Islam diperbolehkan sepanjang untuk kebutuhan yang sangat terdesak, dan bukan untuk candu juga bukan untuk memenuhi keinginan tetapi untuk memenuhi kebutuhan.

Dalam Islam ada aturan yang jelas tentang perkara utang piutang. Yakni tanpa ada akad yang batil dan zalim apalagi haram. Jika sudah terjadi riba dalam utang piutang maka hukumnya adalah haram. Baik tataran individu ataupun tataran sebuah negara.

Dalam tataran individu, sepanjang bisa berusaha maka berutang harus dihindari sebisa mungkin. Apalagi dalam tataran sebuah negara yang dimana akan banyak pemasukan dari berbagai hal yang akan menutupi semua kebutuhan rakyat suatu negara.

Islam telah memberikan contohnya dalam sebuah institusi khilafah, bagaimana mengelola keuangan sebuah negara sehingga tidak harus meminjam uang kepada negara manapun untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya. Islam mengajarkan untuk mandiri agar tidak bisa dikendalikan oleh negara manapun.

Di dalam Islam untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya ada yang dinamakan dengan kas negara, namanya Baitul Mal. Dari sanalah kebutuhan seluruh kaum muslimin dipenuhi. Sejak zaman Rasulullah Saw. Hingga para Khulafaur Rasyidin serta para khalifah setelahnya.

Begitupun dengan pengelolan SDA, haram hukumnya jika dikelola oleh individu atau swasta. Dari hasil pengelolaan SDA itulah yang akan menjadi salah satu pemasukan kas negara disamping dari pos yang lainnya.

Hanya dengan sistem Islamlah sistem ribawi akan hilang dan lenyap dari muka bumi ini, sebab sistem ribawi haram hukumnya.

Sistem ribawi hanya akan menguntungkan sebelah pihak yakni si pemberi pinjaman. Sedangkan yang diberi pinjaman sangat dirugikan. Tetapi bukan hanya karena madharat-nya akan tetapi karena keharamannya atas riba itu sendiri.

Seperti yang Allah firmankan dalam QS Ali Imran Ayat 130:

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir."

Mengenai dosa riba, Rasulullah Saw, melalui lisannya yang mulia melaknat praktik ribawi.

"Rasulullah Saw. melaknat pemakan riba yang memberi, yang mencatat dan dua saksinya. Beliau bersabda: mereka semua sama" (HR. Muslim). Wallahu a'lam bishawab.[]

Picture Source by Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected].

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Bersatulah Kaum Muslimin, Jemput Kemuliaan Islam!
Next
Risalah Nabi Menentramkan Hati
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram