Untuk meraih predikat The World’s Top Universities, perlu merogoh dana yang fantastis. Oleh sebab itu, kondisi perguruan tinggi suatu negara memengaruhi posisinya di tataran global.
Oleh. Witta Saptarini, S.E.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Oxford, Stanford, Massachusetts, Harvard, Cambridge, Princeton, Caltech, Imperial College London, University of California (Berkeley), dan Yale. Dinobatkan sebagai 10 kampus terbaik di dunia versi THE WUR 2024 (World University Rankings), sebuah institusi perangkingan pendidikan tinggi level dunia. Di mana, 10 peringkat terbaik hingga kini masih didominasi 2 negara Barat, sebut saja Amerika dan Inggris. Bahkan, Oxford University menjadi jawara selama 8 tahun berturut-turut, sisanya saling bergeser posisi. Sedangkan, satu-satunya perguruan tinggi Indonesia yang bertahan masuk di peringkat 1000 terbaik dunia, dengan peringkat global 801-1000, yakni Universitas Indonesia. Sementara, beberapa lainnya dengan peringkat global 1201-1500. Di antaranya, Universitas Airlangga, ITB, UGM, BINUS, UNS, IPB, ITS, Syiah Kuala, dan Andalas. Kemudian, 11 lainnya dengan global rank 1501+. (Kompas.com, 12-10-2024)
Kondisi Perguruan Tinggi di Indonesia
Untuk meraih predikat The World’s Top Universities, perlu merogoh dana yang fantastis. Oleh sebab itu, kondisi perguruan tinggi suatu negara memengaruhi posisinya di tataran global. Pasalnya, akademi negeri ini terbelit sekelumit problematik. Di antaranya, rendahnya rasio perguruan tinggi, rendahnya serapan anggaran pendidikan, melangitnya UKT, minimnya dana riset, kurikulum MBKM alias mesin pencetak calon buruh, jurnal predator, kualitas pendidik, serta guru besar kaleng-kaleng. Alhasil, berimplikasi pada rendahnya mutu pendidikan tinggi.
Inilah akumulasi dari berbagai regulasi negara yang rusak, akibat tata kelola yang kapitalistik. Sehingga, meniscayakan negara melepaskan main obligations-nya sebagai pelayan dan penjamin pendidikan rakyatnya. Parahnya, narasi bahwa sekolah atau kampus berbayar adalah yang terbaik, telah membentuk stereotip di tataran pemerintah.
Komersialisasi Pendidikan di Bawah Sistem Kapitalisme
Konsekuensi global akibat mengadopsi sistem kapitalisme dengan nilai kebebasannya alias paham liberal, jelas terefleksi dalam regulasinya. Karena itu, dalam konteks ini penting untuk memahami regulasi pendidikan tinggi. Menyoroti hasil evaluasi paruh waktu RPJMN 2020-2024, terkait isu strategis pembangunan pendidikan tinggi, dengan status running. Ada beberapa poin di dalamnya, yaitu berjalannya program MBKM untuk mengatasi tingkat pengangguran, adanya perbaikan akses layanan ke perguruan tinggi dan berkualitas, berdaya saing, tertuntaskan problem pembiayaan.
Jadi, filosofinya untuk menyelesaikan poin-poin tersebut, dengan cara membangun jejaring global, dan berkiblat pada tren pendidikan tinggi internasional. Di antaranya, masifikasi menuju perguruan tinggi universal, globalisasi, tren kurikulum, serta teknologi sebagai modalitas pengajaran baru, dengan 5 fokus utama. Pertama, skills employment. Kedua, brand value. Ketiga, diversity and inclusion. Keempat, enrollment strategies. Kelima, grant funding supports. Artinya, tata kelola dunia pendidikan sama halnya dengan meng-arrange korporasi atau perusahaan yang menjual produk.
Ya, komersialisasi pendidikan menjadi sebuah kemutlakan di sistem ekonomi kapitalisme. Konsekuensinya, negara tidak memiliki andil mendanai pendidikan warga negaranya, didukung regulasi PTNBH yang memberi otonomi pada perguruan tinggi negeri dalam hal tata kelola aset, finansial, dan SDM. Tak heran, menjadikan dunia pendidikan rasa perusahaan, tak ubahnya alat produksi, memosisikan peserta didik sebagai produk, dengan visi mendongkrak ekonomi.
Dalam perspektif sistem kapitalis, pendidikan diposisikan sebagai kebutuhan tersier, serta menjadikannya sebagai komoditas ekonomi alias ajang bisnis. Sebab, fungsi negara tidak didesain sebagai pelayan rakyat, apalagi menjadi penjamin pendidikan warga negaranya, melainkan sekadar bermain peran menjadi regulator, yang mengakomodasi kepentingan segelintir elite saja. Faktanya, sekelumit problematik di sektor pendidikan, merupakan akumulasi dari berbagai kebijakan dan tata kelola negara yang kapitalistik. Tak heran, esensi pendidikan gaya barat alias kapitalis ini, bukan sekadar transfer of knowledge, tetapi memiliki tujuan mengantarkannya ke gerbang kesuksesan masa depan dunia semata. Pasalnya, dalam perspektif barat, kesukesan dimaknai dengan kadar materi atau sesuatu yang dinilai fana. Alhasil, membentuk stereotip, jika seseorang mampu memenuhi kehidupan dunianya alias kaya, dialah orang sukses. Jelas, hal ini merupakan paradigma yang salah.
Maka, akar masalah di balik sederet persoalan dunia akademik hari ini, yakni pemerintahan dengan sistem sekuler kapitalisme yang diadopsi negeri ini, telah melepaskan main obligations-nya dalam urusan pendidikan. Walhasil, negara yang tidak menerapkan sistem sahih mustahil memberi solusi, justru menjadi biang problem sistemis. Adapun masalah kooptasi, dominasi, dan hegemoni dari peradaban sekuler yang menyatu dalam sistem kapitalisme. Di dalamnya terdapat pemodal sebagai penentu regulasi. Implikasinya, mencetak potret generasi yang khas bentukan sistemnya, yakni jauh dari tuntunan agama baik muslim dan nonmuslim. Faktanya, jangankan struggle dalam menghadapi masalah, mereka pun tidak paham apa visinya di dunia. Ini pun perlu kita labeli sebagai bentuk perusakan generasi secara sistemis.
Saat ini, sistem kapitalis sekuler yang notabene me-reject aturan agama, menjadi mercusuar peradaban. Tak ayal, dunia Islam pun berarah pada tren pemegang peradaban. Pendidikan tinggi dikelola dengan mengikuti tren internasional. Sehingga, eksistensinya bukan sekadar mentransfer ilmu pengetahuan, akan tetapi ada aspek pengembangan jejaring di dalamnya layaknya sebuah perusahaan. Alhasil, desain perguruan tinggi dalam peradaban kapitalis sekuler, merusak profil pemuda muslim. Itulah urgensi umat Islam untuk menggenggam kembali peradaban.
Khilafah Mewujudkan The World’s Top Universities
Islam menetapkan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan dasar (basic needs), yang wajib disediakan negara bagi setiap individu dengan cuma-cuma, tanpa membedakan gender, agama, dan kelas sosial. Kesempatan pendidikan terbuka lebar mulai pendidikan dasar hingga tinggi. Di mana, esensi pendidikannya yakni transfer of caracter bukan transfer of knowledge semata dengan tujuan membentuk manusia yang memiliki akhlak mulia, menyadari tujuan hidup di dunia, yakni menyembah Allah Swt. Dengan berbagai perantara yang bisa didapatkan. Maka, tolok ukur pendidikan di dalam Islam dikatakan berhasil, bila paham siapa diri mereka, kepada siapa harus menyembah, dan menyadari keterikatan seluruh perbuatannya pada hukum syarak, sebagai bukti ketaatannya kepada Allah Swt.
Maka, kunci untuk menghidupkan kembali fungsi sahih negara sebagai pengurus dan pelayan umat, yakni melalui penerapan syariat Islam secara kaffah dalam frame Khilafah. Dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah saw., bersabda “Yang paling bertanggung jawab terkait kepengurusan rakyat, ialah pemimpin negara (khalifah), di mana ia berperan sebagai raain (pengurus umat).” Dalam konteks ini, berdasarkan hadis tersebut, penyelenggaraan dan penjaminan pendidikan oleh negara merupakan sebuah kemutlakan alias wajib.
Ya, hanya pola negara yang mengejawantahkan otoritas hukum syarak, yakni Khilafah, niscaya mewujudkan The World’s Top Universities. Sebab negara Khilafah akan menjalankan mandat Sang Pencipta untuk menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang memadai. Seperti, gedung yang kokoh, kurikulum berbasis akidah Islam, laboratorium, pusat-pusat penelitian, buku pelajaran, teknologi informasi dalam paradigma Islam, dan fasilitas kampus lainnya. Tim pendidik yang kapabel dengan proper income pun wajib disediakan. Kemudian, seluruh pendanaan sektor pendidikan bersumber dari baitulmal, yakni dari pos fai, kharaj, dan milkiyyah’ammah. Adapun politik ekonominya, merintangi negara menjadikan sektor pendidikan sebagai komoditas ekonomi alias ajang bisnis.
Memahami pola desain akademi sistem Islam di era Kekhilafahan. Benar-benar terbukti diaplikasikan dalam peradaban Islam yang pertama. Ya, pendidikan tinggi bangsa Eropa di masa itu berkiblat pada tren negara Khilafah Abbasiyah. Artinya, bukan sekadar tataran konsep warisan Nabi kita Muhammad saw., yang bersumber dari wahyu, namun terimplementasi dalam kehidupan manusia. Jika hari ini sistem Islam kembali memimpin peradaban, bukan hal mustahil mengantarkan pendidikan tinggi pada peringkat top universities level dunia.
Wallahu a’lam bish-shawaab.[]
Hanya Islam yang bisa mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan berintelektual yang tinggi
Barakallah teh...
Hanya islam lah solusi di negri ini
Wa fiik barakallah teteh
Pendidikan selalu bermasalah ketika kapitalisme berperan di dalamnya. Miris padahal bonus Demografi harusnya di imbangi dgn sistem pendidikan yang bagus sebagaimana Islam telah mencontohkan
Kondisi yg butuh penangan serius negeri ini
Putri saya baru kelas 1 SMA, saya wis mikir nanti kuliahnya gimana ya? Tak hanya masalah biaya, pergaulan, pemikiran, gaya hidup yang ada di PT bisa berpengaruh pada kepribadian anak2 nanti. Duh miris
Paket komplet derita dunia pendidikan sistem sekuler
Barakallah naskah keren Mb Wita mencerahkan.
Benar2 mengerikan sistem pendidikan berparadigma kapitalisme sekuler malah merusak generasi hampir di semua hal. Apatah lg standar kebahagiaannya berorientasi pd materi dan keuntungan belaka.
Wa fiik barakallah Mba Mimi
Banyak masalah dalam sistem pendidikan ini. Akarnya dari ketiadaan negara sebagai penyelenggara pendidikan dengan menerapkan sistem yg tepat.