Bisnis Hoaks Aktual TV, Inikah Tanda Rezim Gagal Kelola Informasi?

"Selamanya peredaran berita hoaks akan terus mewabah, ketika negeri ini masih menggenggam erat sistem kapitalis. Karena, media dalam sistem ini hanya menjadi sarana penghancur nilai-nilai Islam serta membejatkan moral."

Oleh. Renita
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pesatnya perkembangan teknologi digital ternyata tak hanya memudahkan akses informasi dalam menunjang kehidupan. Tetapi juga, memberi celah terbukanya berbagai tindakan kriminal yang dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab. Apalagi, ketika asas manfaat menjadi satu-satunya pijakan dalam berbuat seperti dalam habitat kapitalis hari ini. Tak pelak, semua peluang akan dimanfaatkan demi meraup keuntungan, tanpa peduli mudarat yang ditimbulkan.

Seperti dilansir dari tirto.id (15/10/2021), Polda Metro Jaya meringkus tiga tersangka pengelola akun YouTube Aktual TV yang kerap menyebarkan berita hoaks dan konten provokasi pada Agustus 2021 di Bondowoso, Jawa Timur. Berdasarkan hasil penyelidikan, para pelaku diketahui sudah mengupload konten hoaks selama delapan bulan dan menelurkan 765 konten dengan omset Rp1,8 miliar hingga Rp2 miliar. Mereka juga memasifkan penyebaran konten hoaks melalui berbagai flatform media sosial seperti Twitter, Instagram, Facebook dan lain-lain. Atas perbuatan tersebut, ketiganya dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang ITE Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan Undang-Undang Tahun 1946 Pasal 28 dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. (tirto.id, 15/10/2021)

Terkuaknya kejadian ini semakin memperpanjang deretan kejahatan di dunia digital hari ini. Media digital yang seharusnya bisa mendorong kemajuan bagi bangsa dan negara, justru ditunggangi menjadi lahan bisnis oleh oknum tak bermoral. Lantas, mengapa bisnis konten hoaks begitu marak dilakukan saat ini? Bagaimanakah Islam mendudukan fungsi media di tengah masyarakat?

Media Digital Buka Celah Bisnis Hoaks

Kepopuleran media sosial dalam kurun waktu satu dekade terakhir ini, berimbas pada menjamurnya pengguna medsos. Berdasarkan survei yang dilakukan Hootsuite, pengguna internet dunia mencapai 4,66 miliar dan sebanyak 4,22 miliar merupakan pengguna medsos. Selain berdampak positif, masifnya penggunaan medsos ternyata juga mengerek sejumlah problem, salah satunya penyebaran informasi palsu (hoaks). Bahkan, kini konten hoaks menjadi primadona bisnis baru bagi segelintir oknum dalam rangka meraup keuntungan pribadinya. Apalagi, konten hoaks saat ini tak hanya berkaitan dengan masalah politik, tetapi juga ekonomi dan sosial. Tak aneh, jika penyebaran bisnis konten hoaks hari ini ibarat jamur di musim hujan. (nasional.sindonews.com, 21/8/2021)

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjabarkan konten hoaks dan disinformasi yang masih naik daun dalam dunia digital. Berdasarkan data yang dihimpun Kominfo memperlihatkan sejak Agustus 2018 hingga 30 September 2021 ditemukan sebanyak 9.025 hoaks. Isu kesehatan menjadi kasus hoaks tertinggi sebanyak 1893 kasus, isu politik sebanyak 1265 kasus, pemerintahan didapati sebanyak 1176 kasus dan lainnya hoaks seputar isu sosial dan ekonomi. Sementara itu, Facebook merupakan medsos penyumbang penyebaran hoaks tertinggi, kemudian disusul Instagram dan Twitter. (radardepok.com,11/10/2021)

Begitu meroketnya konten hoaks menjadi berkah tersendiri bagi para pebisnis digital. Sebagaimana dituturkan oleh Ismail Fahmi selaku Direktur Media Kernels Indonesia, signifikansi internet dan media sosial menjadi peluang para produsen konten hoaks demi mendulang cuan. Selain itu, minimnya literasi digital dan rendahnya daya kritis masyarakat dalam menelan informasi tanpa adanya verifikasi, juga turut andil dalam merebaknya konten hoaks di tengah masyarakat. (nasional.sindonews.com, 21/8/2021)

Pemerintah Gagal Gilas Hoaks

Menanggapi peredaran berita hoaks ini pemerintah melalui Menkominfo telah melakukan berbagai metode dalam rangka membasmi konten berita bohong di tengah masyarakat, di antaranya pertama, melakukan crawling menggunakan mesin pengais konten negatif (AIS). Mesin ini dioperasikan oleh tim khusus dalam rangka memvalidasi dan verifikasi konten-konten yang ada dan memberi label hoaks pada berita yang tidak tepat untuk kemudian diklarifikasi melalui situs Kominfo. Kedua, meningkatkan literasi digital masyarakat melalui kerjasama Kominfo dan gerakan Siberkreasi agar masyarakat lebih selektif dalam menelan informasi yang belum valid. Ketiga, Kominfo berkolaborasi dengan pihak kepolisian dalam penegakan hukum berkaitan dengan penyebaran berita hoaks. (antaranews.com)

Sayangnya, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah nyatanya belum bisa menyumbat peredaran konten hoaks di tengah masyarakat. Sebab, meskipun pemerintah telah berupaya meningkatkan literasi digital masyarakat, tetap saja konten hoaks terus menghujani tanpa henti. Apalagi, era digital saat ini meniscayakan beragamnya referensi informasi yang diserap masyarakat. Di tambah dengan minimnya filterisasi informasi, menyebabkan berita hoaks mudah menyusup dalam benak masyarakat.

Belum lagi, ketika berbicara penegakan hukum di negeri ini yang masih lamban dalam merespon adanya berita hoaks. Buktinya, sampai saat ini pemberantasan berita hoaks belum mampu menyaingi produksi berita hoaks yang justru kian hari semakin menjamur. Bahkan, selama pandemi saja begitu banyak berita hoaks yang menggemparkan masyarakat, mulai dari hoaks terkait konspirasi virus Covid-19, efek samping vaksin hingga adanya chip dalam vaksin. Begitu pula, hoaks politik, kriminalitas serta keagamaan yang terus mencuat seolah semakin menegaskan kegagalan pemerintah dalam menghentikan arus disinformasi di tengah masyarakat. Tak heran, konten hoaks justru kian melesat dengan berbagai motif yang melingkarinya.

Kapitalisme Merusak

Maraknya penyebaran konten hoaks dengan berbagai motifnya, termasuk motif ekonomi merupakan sesuatu hal yang wajar ketika kebebasan menjadi pilar penopang perbuatan individu seperti hari ini. Keistikamahan negeri ini dalam mengemban sistem kapitalis semakin menambah panjang daftar kebobrokan manusia. Kebebasan individu yang bersatu padu dengan himpitan ekonomi yang diproduksi suprasistem saat ini membuat orang nekat melakukan apapun, tak peduli jika akibat ulahnya justru meresahkan masyarakat. Demikian pula, meroketnya perkembangan media sosial semakin menstimulus kreativitas seseorang untuk mengeksploitasi dunia digital demi kepentingan pribadinya, tak jadi soal jika harus menerbitkan konten yang justru memantik kerusuhan dan perpecahan di tengah masyarakat. Apalagi, ketika masih ada demand dan opportunity masyarakat yang minim literasi dan daya kritis dalam menampung informasi, mengakibatkan industri hoaks semakin eksis tak terkendali.

Bagaimana pun juga media hari ini tak akan bisa menjadi penjaga dan pendidik umat, yang ada hanya sebagai sarana penyebar hoaks sekaligus penebar racun pemikiran asing yang kian merusak moral masyarakat. Alhasil, standar kebaikan dan keburukan hakiki kian buyar terdepak dengan asas manfaat yang dipayungi narasi kebebasan pribadi. Selamanya peredaran berita hoaks akan terus mewabah, ketika negeri ini masih menggenggam erat sistem kapitalis. Karena, media dalam sistem ini hanya menjadi sarana penghancur nilai-nilai Islam serta membejatkan moral. Bahkan, di era teknologi big data dan artificial intellegent seperti saat ini, negara dalam sistem kapitalis malah semakin mempertontonkan kegagapannya dalam mengelola informasi. Taraf kehidupan yang harusnya semakin meningkat, justru makin menyusut dengan beredarnya informasi rusak dan membahayakan tatanan masyarakat.

Media Islam, Pembangun Peradaban

Hal ini akan sangat berbeda ketika Islam menjadi suprasistem dalam mengatur kehidupan. Islam merupakan ideologi yang memiliki aturan paripurna dalam menuntaskan seluruh problematika masyarakat, termasuk dalam pengelolaan media. Islam akan memosisikan media sebagai pembangun peradaban, bukan sebaliknya. Dalam Islam, media berperan sebagai sarana penebar kebaikan dan menyebarkan syiar Islam di tengah masyarakat. Media dalam Islam akan menjadi benteng pengokoh ketaatan umat serta menjaga kewibawaan negara.

Selain itu, media dalam sistem Islam difungsikan sebagai pemelihara dan pengokoh keimanan umat, melejitkan tsaqafah atau pengetahuan umat serta menyuburkan kecintaan akan Islam. Sedangkan, fungsi media ke luar negeri yaitu sebagai wasilah dakwah yang akan menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia, memperlihatkan kemuliaan ideologi Islam serta membongkar kebobrokan ideologi kufur hasil ketamakan manusia.

Selain itu, kepemilikan media dalam sistem Islam berada di bawah kendali Departemen Penerangan. Setiap individu diperbolehkan untuk membangun media informasi atas izin departemen tersebut. Adapun mengenai konten tayangan harus sesuai dengan hukum syara. Negara tak akan membiarkan beredarnya konten rusak dan berita hoaks yang menjerumuskan masyarakat. Sebab, dalam Islam, hoaks (bohong) merupakan suatu keharaman. Berbohong termasuk di dalamnya membuat berita bohong hingga menyebarkannya merupakan perbuatan dosa.

Dalam HR. Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw. bersabda,
Sungguh kebohongan itu mengantarkan pada kejahatan dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka. Sungguh seorang laki-laki benar-benar berbohong sampai dia ditulis di sisi Allah sebagai pembohong

Islam juga memiliki mekanisme hukum yang tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan masyarakat, termasuk dalam menertibkan keberadaan konten hoaks. Dalam pandangan Islam, memproduksi konten hoaks dan menyebarkannya merupakan tindakan kriminal dan dapat dikenai sanksi takzir yang kadar dan jenis hukumannya ditentukan oleh Khalifah. Jika hoaks tersebut menimbulkan dharar, maka sanksi hukum yang dijatuhkan sebanding dengan dharar yang dihasilkannya. Sehingga, tidak akan ada media yang menyiarkan konten serampangan yang dapat membinasakan masyarakat.

Demikianlah Islam memberikan aturan yang rinci terkait pengelolaan media. Tugas media adalah untuk menyebarkan kebaikan dan menguatkan ketaatan, bukan sebagai sarana untuk merusak masyarakat dengan menyebarluaskan pemikiran rusak serta konten hoaks. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk terus berupaya menyadarkan umat akan pentingnya keberadaan media informasi sesuai dengan ketentuan Islam, dengan terlebih dulu mewujudkan tegaknya Khilafah Islamiyyah. Sehingga, terlahir di dalamnya media massa yang akan berperan dalam membangun peradaban hidup yang mulia, bukan penghancur kepribadian manusia.

Wallahu A’lam bish Shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Renita Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Hilangnya Muruah Islam di Negeri Mayoritas Muslim
Next
Kanker Darah, Penyakit Langka yang Mematikan dan Menakutkan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram