SDM Menangkan Kompetisi Dunia, Indikator Kemajuan Negara?

"Harapan untuk meningkatkan standar hidup dan kualitas pendidikan masyarakat demi terwujudnya negara maju ibarat mimpi di siang bolong. Karena pada faktanya, kesejahteraan hanya milik para pengusaha kelas kakap, sementara negara bukan semakin maju, justru rakyat yang semakin maju ke dalam bibir jurang kehancuran."

Oleh.Renita
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Bangsa mana yang tak menginginkan negaranya menjadi negara maju? Yakni bangsa yang memiliki standar hidup dan tingkat pendidikan yang tinggi, lenyapnya pengangguran hingga menjadi kiblat peradaban dunia, pastilah menjadi impian bagi semua negara, tak terkecuali Indonesia. Apalagi, sudah sejak lama Indonesia menyandang status sebagai negara berkembang. Wajar, impian untuk menjadi negara maju selalu jadi target negeri zamrud khatulistiwa ini. Berkaitan dengan ini, Menteri Keuangan, Sri Mulyani pun membeberkan indikator negara maju yang menjadi target Indonesia pada 2045.

Seperti dikutip dari antaranews.com (12/9/2021), Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengungkapkan indikator menjadi negara maju bukan hanya pertumbuhan ekonomi harus berada pada posisi lima persen setiap tahun, namun negara juga harus memiliki SDM berkualitas yang dapat memenangi kompetisi tingkat dunia. Selain itu, dirinya juga mengatakan mudahnya akses untuk memenuhi kebutuhan rakyat serta infrastruktur yang memadai juga menjadi tolak ukur sebuah negara dikatakan maju atau sebaliknya.

Tak salah, ketika Menkeu mengungkapkan indikator negara maju salah satunya terkait kualitas sumber daya manusia. SDM yang berkualitas memang akan mampu melejitkan posisi suatu negara di mata dunia. Namun, apakah SDM yang berkualitas ini hanya diukur dari keberhasilannya dalam memenangkan kompetisi tingkat dunia? Ketika SDM Indonesia menjuarai berbagai perhargaan internasional apakah negeri ini akan otomatis menjadi negara maju?

Mimpi Indonesia Menjadi Negara Maju

Menjelang 100 tahun kemerdekaan RI, pemerintah memiliki target untuk merealisasikan visi Indonesia 2045. Semua visi tersebut ditujukan agar Indonesia menjadi negara maju, adil, dan makmur dalam bingkai NKRI. Indonesia juga diharapkan menjadi salah satu 5 kekuatan ekonomi dunia dengan kualitas SDM yang unggul serta menguasai IPTEK, pemerataan kesejahteraan rakyat serta ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan yang kuat dan berwibawa.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengungkapkan banyak tantangan yang harus dilewati untuk mewujudkan impian Indonesia menjadi maju pada 2045, baik itu dari dalam negeri ataupun luar negeri. Dirinya juga menjelaskan upaya yang dilakukan pemerintah dan menjadi kunci penting untuk menjadi negara maju, yakni pertama, mengingkatkan kualitas SDM, kualitas kesehatan dan bantuan sosial untuk masyarakat 40 persen bawah. Kedua, pembangunan infrastruktur yang massif. Ketiga, menyangkut institusi yang memiliki performa bagus dan efisien. Keempat, kemampuan negara untuk melakukan tranformasi ekonomi, khususnya ekonomi digital. (kontan.id, 4/8/2021)

Gagal Paham SDM Berkualitas ala Menkeu

Potensi Indonesia untuk menjadi negara maju sebenarnya cukup besar jika saja pemerintah hari ini mampu mengelola dan memberdayakan SDM secara komprehensif dengan landasan visioner yang kuat. Kita lihat, Indonesia dihuni oleh penduduk dengan latar belakang suku, budaya, ras, agama yang beragam. Maka bisa dikatakan Indonesia lebih stabil dalam menerima berbagai perbedaan, ditambah dengan semangat persatuan yang ada di dalamnya. Sayangnya, kerawanan konflik cukup tinggi di negeri ini akibat dari kesalahan sistem aturan yang diterapkan di dalamnya.

Masalahnya, bukankah terlalu dangkal ketika Menkeu mengatakan indikator negara maju karena SDMnya mampu bertengger di kejuaraan internasional? Buktinya, sudah banyak atlet atau pesohor negeri ini yang memenangkan kompetensi kejuaraan di dunia, baik itu olahraga, olimpiade pendidikan hingga berbagai festival serta ajang kejuaraan internasional lain. Namun, tetap saja negeri ini tak mampu lengser dari statusnya sebagai negara berkembang. Lagi pula prestasi mereka hanya bertujuan untuk kepuasaan pribadinya saja, minim kemaslahatan bagi masyarakat kebanyakan, bahkan tak jarang prestasinya hanya menjadi ajang untuk pamer aurat dan syahwat belaka.

Selain itu, ketika pun berhasil menjadi juara, para pemenang tersebut hanya dielu-elukan ketika berada pada fase gemilangnya, namun setelahnya dilupakan begitu saja. Tengoklah, nasib para atlet nasional yang terlunta-lunta di masa tuanya, padahal di usia mudanya mampu mengharumkan nama bangsa. Apakah seperti ini potret negara maju? Negara yang hanya memanfaatkan warganya yang berprestasi dan menghasilkan materi, namun setelah itu mereka dianggap tiada karena tak memberi profit untuk negara.

Seharusnya menilai SDM yang berkualitas atau tidak bukan hanya dilihat dari prestasinya di dunia internasional saja, akan tetapi bagaimana SDM tersebut bisa memiliki karakter yang mulia, bermanfaat bagi sekitarnya, serta mampu menjadikan bangsanya sebagai bangsa yang berdaulat. Bukan bangsa bermental inlander seperti hari ini yang merestui perampokan kekayaan alam negeri oleh para kapitalis level naga.

Bayangan Semu Negara Maju dalam Kapitalisme

Sebagaimana kita ketahui, indikator negara maju dalam sistem kapitalis hari ini didasarkan pada pendapatan nasional bruto. Berdasarkan laporan Bank Dunia, pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) per kapita negara Indonesia mengalami penurunan dari sebelumnya sebesar US$ 4.050, saat ini GNP hanya sebesar US$ 3.870 pada 2020. Hal ini membuat Indonesia kembali masuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah. (katadata.co.id, 7/7/2021)

Faktanya, indikator negara maju berdasarkan asumsi seperti ini merupakan indikator yang semu. Bagaimana tidak, kemakmuran masyarakat hanya diukur berdasarkan pendapatan per kapita. Padahal, pendapatan per kapita didapat dari pendapatan kolektif semua masyarakat, tanpa melihat keberadaan segelintir konglomerat yang tajir melintir di tengah rakyat jelata. Dengan indikator ini, mereka dianggap sama secara pendapatan, sementara distribusi kekayaan dan pemerataan diabaikan. Sungguh indikator yang menyesatkan!

Sungguh miris, melihat kenyataan di balik PDB yang tinggi justru semakin memperlebar jurang perbedaan di tengah masyarakat. Lihatlah, bagaimana kesenjangan ekonomi yang kian menganga. Kebanyakan rakyat kesulitan sekadar menyambung hidup, sementara para kapitalis dan wakil rakyat negeri ini sibuk menumpuk harta. Adapun solusi yang diberikan untuk rakyat miskin hanya berupa jaminan sosial dan bansos, itu pun dikorupsi berjemaah dari hulu ke hilir. Belum lagi, berbagai kebijakan pajak yang semakin mencekik rakyat, sudahlah hidup terhimpit masih ditambah dengan pemalakan terstruktur. Ironisnya, keringanan pajak justru diberikan kepada para pengusaha besar atas nama pertumbuhan ekonomi.

Tengok pula permasalahan di bidang pendidikan yang tak kalah semrawutnya. Kondisi generasi hari ini kian berada di ambang kehancuran akibat penerapan kurikulum sekuler. Mereka semakin jauh dari aturan agama, dekandensi moral semakin mengkhawatirkan dan kemaksiatan pun merajalela. Ditambah lagi, mahalnya biaya pendidikan serta rencana pembebanan pajak bagi pendidikan membuat akses pendidikan semakin sulit dijangkau. Pendidikan pun sudah lama menjadi barang mewah untuk rakyat jelata. Bagaimana bisa mencetak SDM yang berkualitas jika suprasistem hari ini malah semakin membuat masa depan generasi kian kelam?Bukankah pendidikan adalah hak setiap warga negara dan merupakan sektor penting dalam mewujudkan pembangunan manusia? Faktanya, sistem kapitalis benar-benar telah menjauhkan manusia dari predikat terbaik dan berkualitas.

Sungguh, negara hari ini benar-benar telah menjelma menjadi negara korporatokrasi. Semua kebijakannya hanya untuk memuluskan hasrat para korporat, namun kian membuat rakyat sekarat. Harapan untuk meningkatkan standar hidup dan kualitas pendidikan masyarakat demi terwujudnya negara maju ibarat mimpi di siang bolong. Karena pada faktanya, kesejahteraan hanya milik para pengusaha kelas kakap, sementara negara bukan semakin maju, justru rakyat yang semakin maju ke dalam bibir jurang kehancuran.

Negara Maju dalam Supremasi Sistem Islam

Bagaimanapun juga, Indonesia tidak akan bisa menjadi negara maju selama sistem yang mendominasi hari ini adalah sistem kapitalisme yang membuat negeri ini semakin terpuruk. Peliknya problematika yang muncul saat ini membutuhkan suprasistem tangguh yang tak hanya menyolusi sekadar masalah teknis dan bersifat pragmatis. Itulah sistem Khilafah Islam yang mampu membebaskan umat dari segala kesulitan hidup menuju masa depan yang cemerlang.

Sistem Islam bukan hanya mewujudkan negara menjadi maju, tetapi juga independen melalui seperangkat sistem bernegaranya. Sistem ekonomi Islam akan menerapkan sistem yang berkeadilan dan menyejahterakan masyarakat, dengan mencukupi seluruh kebutuhan pokok dan kemudahan aksesnya serta melenyapkan kesenjangan sosial. Sehingga standar hidup masyarakat dalam keadaan layak dan stabil.
Begitu pun sistem pendidikan Islam akan menghasilkan manusia-manusia yang berkepribadian mulia dan mendedikasikan semua ilmunya untuk kemaslahatan umat dan negara. Bagi mereka yang dapat menyebarkan ilmunya melalui temuan teknologi, akan diberikan penghargaan oleh negara sebanding dengan jerih payah yang telah dilakukannya. Itulah potret SDM berkualitas hasil peri’ayahan sistem Islam, tak hanya cerdas namun juga memiliki keimanan yang kokoh dan memberikan manfaat bagi kehidupan.
Sistem politik Islam juga akan menjadikan negara berdaulat dan mandiri, tak bisa didikte oleh pihak asing. Karena sistem politiknya berbiaya murah, sehingga tak memerlukan bantuan modal dari para kapitalis culas yang hanya mementingkan pribadinya. Kepemimpinan dalam Islam tidak menyandarkan pada asas kepentingan, namun kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai pelayan dan pengurus umat.

Dalam HR al-Bukhari Nabi Muhammad saw bersabda, "Imam/Khalifah adalah pengurus rakyat (raa’in) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. ” 

Demikianlah Islam dengan ketangguhan sistemnya mampu mewujudkan negara maju dan berdaulat. Hanya dengan pelaksanaan sistem Islam secara kaffah yang dapat mencetak SDM berkualitas, tidak hanya cerdas dan mengharumkan nama bangsa tetapi juga berimtak, berkepribadian mulia serta menyebarluaskan ilmunya demi kemaslahatan umat dan negara. Wallahu a’lam Bish shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Renita Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Susu Kedelai, Kebaikan dari Alam
Next
Menulis dan Membaca Bagai Dua Sisi Mata Uang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram