Pandemi Datang, Pendidikan Melayang

"Tidak seharusnya biaya pendidikan dibebankan pada rakyat apalagi saat masa pandemi seperti sekarang. Biaya pendidikan harusnya dikurangi bahkan digratiskan, agar rakyat dapat menuntaskan pendidikannya tanpa khawatir putus kuliah."

Oleh. Ima Khusi

NarasiPost.Com-Hampir dua tahun pandemi Covid-19 ini datang meruntuhkan segala hal yang ada, menggagalkan segala rencana dan menghilangkan mimpi serta harapan anak bangsa. Pandemi tak hanya berimbas pada dunia kesehatan dan ekonomi, tapi juga dunia pendidikan.

Dilansir dari jawapos.com pada 16 agustus 2021 bahwa di masa pandemi ini hampir setengah juta mahasiswa putus kuliah disebabkan kesulitan ekonomi. Kepala Lembaga Beasiswa Baznas, Sri Nurhidayah, menyampaikan angka putus kuliah di Indonesia mencapai 602.208 orang sepanjang tahun lalu, data ini beliau kutip dari Kemendikbudristek, beliau juga mengatakan kondisi saat ini sebagaimana diketahui bahwa krisis pandemi Covid-19 telah menyebabkan angka putus kuliah naik tajam.

Tidak adanya pengurangan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan bertambahnya penduduk miskin akibat dampak ekonomi, sosial, dan kesehatan dari pandemi Covid-19 menimbulkan banyak mahasiswa yang putus kuliah. Sehingga angka putus kuliah yang sebelumnya sekitar 18 persen naik mencapai 50 persen pada masa pandemi.

Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikburistek juga mengiformasikan rata-rata angka putus kuliah paling banyak ada di perguruan tinggi swasta (PTS). Oleh karenanya, Baznas tahun ini membuka beasiswa Cendekia Baznas yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang terdampak pandemi, sehingga tidak sampai mengalami putus kuliah. Ini merupakan bukti ternyata kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi tidak mencakup pembebasan biaya sekolah ataupun kuliah.

Sejak dulu, pendidikan tinggi memang masih sulit dijangkau oleh anak muda Indonesia, terutama bagi mereka yang berekonomi rendah. Ditambah di masa pandemi, ekonomi rakyat jatuh merosot. Maka, sudah pasti mahasiswa yang kurang mampu terancam putus kuliah atau bahkan tidak akan kuliah. Hal ini jelas menimbulkan keprihatinan, anak muda yang seharusnya mendapatkan pendidikan, terpaksa harus mengubur dan menghentikan proses pendidikan karena ketiadaan biaya. Sehingga jelas ancaman kehilangan potensi intelektual generasi ada di depan mata.

Pendidikan jelas sangat dibutuhkan dan diprioritaskan karena merupakan bekal bagi penerus bangsa. Jika biaya pendidikan terus melambung tinggi, maka sudah jelas akan seperti apa potret dari pendidikan generasi bangsa ini. Padahal pendidikan adalah hak setiap warga negara dan negara wajib membiayainya. Pendidikan juga merupakan salah satu pilar pengokoh sebuah bangsa.

Hal ini jelas memang sebuah keniscayaan di negara yang menganut sistem kapitalis sekuler. Dimana pemerintah tidak akan pernah menjadi peri'ayah rakyatnya, tapi hanya penyedia jasa, yang setiap kebijakannya berkiblat pada untung dan rugi. Solusi yang diberikan pun pasti hanya berlaku sesaat dan tidak menyeluruh. Terbukti dulu saat awal pandemi, ketika para mahasiswa protes tentang tidak adanya pengurangan biaya UKT, pemerintah hanya bungkam dan hanya memberikan penjelasan bahwa UKT tidak akan mengalami kenaikan, dan majelis rektor PPN menyepakati empat skema keringanan UKT, serta akan memberikan bantuan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) bagi orang tua yang terdampak pandemi. Hal ini jelas tidaklah mencukupi apalagi memuaskan.

Pada sistem kapitalis sekuler, layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan jelas harus dibeli rakyat dengan harga mahal. Oleh karena itu, rakyat haruslah mempunyai uang untuk bisa menikmati berbagai layanan publik dan pendidikan. Jika tidak, maka rakyat harus bersiap sewaktu-waktu akan menjadi korban dan tidak mendapat pelayanan tersebut.

Sistem kapitalis sekuler juga selalu memberlakukan berbagai macam syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi rakyat untuk bisa menikmati fasilitas layanan. Bahkan untuk menerima sebuah bantuan pun rakyat harus memenuhi kriteria yang diberikan pemerintah. Tidak seharusnya biaya pendidikan dibebankan pada rakyat apalagi saat masa pandemi seperti sekarang. Biaya pendidikan harusnya dikurangi bahkan digratiskan, agar rakyat dapat menuntaskan pendidikannya tanpa khawatir putus kuliah. Namun, di sistem kapitalis sekuler hal tersebut sungguh jauh panggang dari api, sehingga istilah pandemi datang, pendidikan melayang pas sekali disematkan untuk kondisi dunia pendidikan di sistem ini.

Ini jelas jauh berbeda dengan sistem Islam, di mana pendidikan, kesehatan dan keamanan, merupakan hak seluruh rakyat. Ketiganya merupakan bagian dari usaha untuk bisa membentuk manusia yang berkualitas dan sempurna, juga merupakan kewajiban yang harus diberikan negara pada rakyatnya. Sistem Islam juga bekerja menghadapi situasi faktual dan menjamin terpenuhinya kebutuhan tiap individu rakyat. Sebagaimana pemberian hak dasar seperti sandang, papan dan pangan, Islam menjamin terpenuhinya pemuasan semua kebutuhan dasar tiap-tiap individu sekaligus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Pemenuhan kebutuhan dasar ini merupakan kewajiban negara, sehingga tanggung jawab negara terhadap pendidikan, baik terhadap fakir, miskin, maupun orang kaya adalah sama tidak boleh dibedakan.

Pendidikan berkualitas dan bebas biaya pun akan terealisasi secara menyeluruh dengan menggunakan ekonomi Islam. Pendidikan yang dijadikan ajang bisnis pun tidak akan ditemui di sistem Islam sebagaimana yang terjadi di sistem kapitalis. Karena negara akan mencegah hal itu terjadi. Dalam sistem Islam pendidikan akan benar-benar menjadi investasi masa depan negara. Karenanya negara secara sistemis akan mendesain sistem pendidikan dengan seluruh supporting system-nya. Bukan hanya dari sisi biaya, namun juga terkait media, riset, tenaga kerja, industri, sampai pada tataran politik luar negeri. sehingga ancaman akan terputusnya pendidikan rakyat terutama generasi muda tidak akan pernah terjadi.

Inilah sistem Islam yang seharusnya kita perjuangkan, karena hanya dengan sistem ini setiap hak akan dipenuhi, setiap kewajiban akan ditunaikan. Pendidikan pun akan bisa dijalani tanpa khawatir terputus di tengah jalan. wallahu'alam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ima Khusi Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kemerdekaan sebagai Wujud Keimanan, Apakah Kita Sudah Sepenuhnya Merdeka?
Next
Menjaga Bara Cinta Tetap Membara
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram