Ancaman Learning Loss di Depan Mata, Akankah PTM Jadi Solusi Nyata?

"Ketika pemerintah tetap ngotot memberlakukan PTM tanpa perbaikan PJJ, justru menegaskan pemerintah tak bisa memenuhi pelayanan pendidikan di masa pandemi. Faktanya, buruknya pelaksanaan PJJ serta dampak sosial yang membuntutinya adalah akibat diterapkannya sistem kapitalis di negeri ini."

Oleh.Renita
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Badai pandemi Covid-19 yang berkepanjangan telah menambah pelik permasalahan pendidikan Indonesia. Proses belajar yang mengharuskan adanya pembelajaran jarak jauh mengakibatkan dampak mengkhawatirkan bagi anak negeri. Pun ancaman learning loss yang terpapang nyata, akhirnya memaksa pemerintah kembali membuka sekolah walaupun di tengah pandemi masih menghantui.

Dilansir dari tirto.id (13/8/2021), Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUDDikdasmen) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek), Jumeri mengungkapkan sebanyak 60 persen dari 540 ribu sekolah telah melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas. Sesuai izin dari pemerintah, sekolah tersebut kembali dibuka lantaran berada pada daerah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1-3.

Adanya pelaksanaan sekolah tatap muka bagaikan angin segar bagi dunia pendidikan. Bagaimana tidak, buruknya imbas penerapan PJJ yang selama ini dicemaskan seolah menemukan jawabannya. Namun, apakah PTM ini merupakan kebijakan yang tepat? Akankah kualitas pendidikan semakin baik dengan dibuka kembalinya sekolah tatap muka?

Menyoal Pelaksanaan PTM Terbatas

Wacana pelaksanaan sekolah tatap muka bukanlah hal baru di Indonesia. Ide ini sebenarnya sudah mencuat sejak pertengahan tahun 2020 ketika kasus Covid-19 mulai dikenal. Satgas Covid-19 pernah memperbolehkan pelaksanaan PTM di daerah zona hijau secara bertahap. Akan tetapi, pelaksanaan PTM daerah ternyata malah memunculkan klaster baru Covid-19. Sebagai contoh, pada Desember 2020 sebanyak 5 guru SD terpapar Covid-19 di Kulonprogo, di Jepara belasan siswa dan guru SMP terpapar Covid-19, sebanyak 179 siswa SMK terpapar Covid-19 di Semarang serta kasus 30 karyawan dan pegawai di MAN 22 Jakarta yang berujung penundaan pembagian raport siswa menjadi Januari 2021.

Berkaitan dengan mekanisme PTM terbatas, Humas Dinas Pendidikan DKI, Taga Radja Gah mengungkapkan PTM terbatas akan dilaksanakan di sekolah yang sudah melakukan uji coba sebelumnya. Dirinya menyebut, sebanyak 610 sekolah akan menggelar PTM terbatas, mulai dari tingkat SD hingga SMK selama tiga gelombang. Sebagai gambaran, pembelajaran tatap muka akan digelar tiga hari dalam seminggu untuk satu tingkat kelas dengan durasi 3-4 jam per hari dan materi yang diajarkan hanya materi esensial saja. Untuk PAUD kapasitas 33 persen dengan jarak 1,5 meter dan 5 orang per kelas. Sementara PTM terbatas untuk siswa SD hingga SMP diselenggarakan dengan kapasitas 50 persen.
Selama beraktivitas di sekolah, semua warga sekolah wajib menerapkan protokol kesehatan dengan ketat serta dalam kondisi sehat. Pengidap komorbid diperbolehkan ke sekolah jika tidak memiliki gejala Covid-19 dan dalam keadaan terkontrol. Kantin ditiadakan selama dua bulan pertama penerapan PTM terbatas, kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler ditiadakan. Taga juga mengungkapkan, yang boleh melakukan PTM terbatas hanya guru dan siswa yang sudah divaksin, sementara yang belum dianjurkan untuk belajar secara daring.

Menuai Kritik

Pandemi yang tak kunjung usai, ditambah kasus Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat di berbagai daerah, menyebabkan rencana PTM menuai kritikan dari berbagai pihak. Taga Radja selaku Kasubag Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengungkapkan sebagian orang tua belum mengizinkan anaknya untuk mengikuti sekolah tatap muka. Hal itu dikarenakan tingkat penularan Covid yang belum menurun. Walaupun sudah sangat ingin pembelajaran sekolah tatap muka, diakui oleh sebagian orang tua, mereka khawatir anaknya kembali tertular karena sempat terpapar Covid-19 sebelumnya. Ada pula orang tua yang belum mengizinkan adanya PTM lantaran anaknya mudah sakit, sehingga menyarankan agar sekolah tatap muka dilaksanakan dengan prokes yang ketat dan dilakukan secara bergiliran dengan PJJ. (detik.com, 29/8/2021)

Sementara itu, Epidemiolog dari Universitas Muhammadiyah, Prof Dr Hamka Mouhamad Bigwanto mengatakan pelaksanaan PTM terbatas saat ini masih berisiko dan terlalu dini. Pasalnya, capaian vaksinasi dosis 2 di DKI baru sekitar 44,4 persen, lebih baik ditunggu ketika capaian vaksin dosis 2 sebesar 70-80 persen. Ia juga menambahkan vaksin untuk anak di bawah 12 tahun belum ada. Selain itu, data dari Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan melaporkan per 21 Agustus 2021, jumlah kasus tiga varian baru Covid-19 yaitu Alpha, Beta, dan Delta di DKI Jakarta sebanyak 666 orang. Dari jumlah tersebut, varian Delta paling banyak mencapai 617 orang, varian Alpha 37 orang dan varian Beta sebanyak 12 kasus. (tirto.id, 27/8/2021)

Seperti kita ketahui, pandemi Covid-19 yang berkepanjangan telah menyebabkan dampak sosial negatif bagi dunia pendidikan. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) dilakukan selama ini telah mengakibatkan hilangnya kesempatan belajar, penurunan capaian belajar, kritisnya kondisi psikologis anak, kekerasan pada anak di rumah serta banyak anak putus sekolah karena harus bekerja. Selain itu, banyak studi yang mengungkapkan sekolah tatap muka akan lebih meningkatkan capaian belajar dibanding PJJ, karena adanya PJJ berkepanjangan menimbulkan ancaman learning loss.

Berbagai problematika yang membuntuti program PJJ akhirnya mendesak pemerintah melaksanakan PTM. Sayangnya, syarat pelaksanaan persiapan sekolah tatap muka tidak dibarengi dengan persiapan infrastuktur sempurna. Seperti kita lihat pembangunan infrastruktur yang jor-joran hari ini hanya diperuntukkan bagi para investor, bukan untuk rakyat. Buktinya, anggaran untuk sektor pendidikan begitu jomplang nilainya dibanding anggaran infrastruktur megah untuk investasi kaum serakah.

Adalah hal yang wajar ketika orang tua masih waswas melepas anaknya kembali ke sekolah. Sebab, pada faktanya kebijakan pemerintah seringkali hanya jadi ajang uji coba dan tanpa persiapan matang. Akhirnya, banyak orang tua menyangsikan jaminan keselamatan anaknya ketika harus mengikuti PTM.
Selain itu, ketika pemerintah mengizinkan PTM dengan syarat vaksinasi 70 persen, apakah itu bisa menjamin perlindungan semua unsur sekolah dari penyebaran virus? Seharusnya PTM dilaksanakan ketika pandemi sudah melandai dengan dibarengi langkah-langkah yang efektif dan tidak gegabah. Jangan sampai pembukaan PTM tanpa adanya persiapan yang matang justru kembali menimbulkan adanya klaster baru seperti yang terjadi sebelumnya.

Kapitalis Gagap Atasi Problem Pendidikan

Jika pemerintah berdalih adanya PTM ini dilakukan karena buruknya dampak PJJ, bukankah seharusnya yang dibenahi adalah masalah PJJ? Dengan memastikan PJJ berjalan baik tanpa adanya dampak negatif yang mengkhawatirkan. Bukan malah menggelar PTM sebagai ajang uji coba kebijakan. Ketika pemerintah tetap ngotot memberlakukan PTM tanpa perbaikan PJJ, justru menegaskan pemerintah tak bisa memenuhi pelayanan pendidikan di masa pandemi. Faktanya, buruknya pelaksanaan PJJ serta dampak sosial yang membuntutinya adalah akibat diterapkannya sistem kapitalis di negeri ini.

Pandemi yang menerjang negeri ini benar-benar membuat kurikulum pendidikan kalang kabut karena tak mampu menghadapi perubahan kondisi pembelajaran. Pun kondisi ekonomi yang porak-poranda akibat pandemi membuat para orang tua megap-megap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak ibu yang terpaksa meninggalkan rumahnya untuk bekerja, sehingga mereka tak fokus membersamai anaknya saat PJJ. Tak sedikit pula anak-anak yang akhirnya memutuskan untuk bekerja ketimbang harus belajar di rumah.

Selain itu, minimnya sarana dan prasarana pendidikan, kegagapan guru, siswa dan orang tua terhadap teknologi komunikasi semakin menambah karut-marut dalam pelaksanaan PJJ. Wajar, pembelajaran daring dianggap tidak efektif, sebab selain membebani orang tua, kurikulum pendidikan hari ini juga hanya berfokus pada nilai akademik. Akhirnya, beban mental menyerang anak karena tak mampu mencapai target kurikulum.

Proses pembelajaran juga terganggu akibat lingkungan liberal yang dilahirkan oleh sistem ini. Maraknya kekerasan pada anak, kecanduan gadget, paparan pornografi, pernikahan remaja, kian menambah potret buram anak negeri. Semua fakta tersebut menjadi bukti nyata kegagalan kapitalis dalam memberikan jaminan pendidikan, terutama saat pandemi. Maka dari itu, baik PTM atau PJJ tidak akan bisa menuntaskan problem pendidikan. Sebab, yang menjadi akar masalahnya adalah penerapan kapitalisme, sistem rusak yang merusak seluruh sendi kehidupan manusia.

Pendidikan Islam di Masa Pandemi

Berbeda dengan Islam yang memiliki aturan paripurna dalam memecahkan seluruh permasalahan manusia, termasuk masalah pendidikan di masa pandemi. Sistem Islam akan meminimalkan semua faktor yang menghambat keberhasilan pembelajaran, entah itu tatap muka maupun daring.

Sejatinya, proses pembelajaran bukan sekadar pertemuan guru dan murid. Akan tetapi, kualitas pembelajaran yang mendukung terciptanya semangat belajar serta dapat mencetak berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah serta IPTEK untuk mengarungi kehidupan. Inilah yang harus diwujudkan. Mengingat dampak PJJ yang membahayakan siswa, tentu solusinya tak hanya dengan menggelar PTM terbatas. Sebab, PTM tidak akan efektif ketika tidak ditopang oleh kurikulum dan sistem bernegara yang benar. Sistem Islam akan menjalankan belajar tatap muka dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Sehingga, materi akan tersampaikan sesuai dengan tujuan pendidikan sahih. Tujuan pembentukan kepribadian Islam akan selalu ada dalam materi pelajaran. Tenaga pendidik juga dimudahkan dalam pelaksanaan kurikulum di tengah pandemi. Guru dan murid tidak akan difokuskan untuk mencapai nilai akademik seperti saat ini. Baik daring ataupun tatap muka, pelaksanaan kurikulum akan dilakukan dengan berbagai metode belajar.

Sistem Islam juga akan membentengi lingkungan sosial, keluarga dan masyarakat demi terciptanya keberhasilan pendidikan di tengah pandemi. Anggaran pendidikan juga akan dipenuhi oleh kas negara sehingga tidak membebani masyarakat. Karena pada prinsipnya, pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan pokok rakyat yang wajib disediakan oleh negara.

Inilah sistem sahih yang tak akan membebani rakyat dalam mendapatkan hak pendidikan, mempersiapkan generasi unggulan serta menjamin keselamatan rakyat. Maka, untuk mengubah kondisi pendidikan tak bisa berharap hanya pada pelaksanaan PTM. Kualitas pendidikan akan semakin baik jika negara ini menerapkan aturan Islam secara kafah. Hanya sistem Islam yang akan bersungguh-sungguh merealisasikan kebutuhan pendidikan masyarakat, sehingga tidak akan terjadi learning loss walaupun di masa pandemi. Wallahu a’lam bi ash shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Renita Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Penista Agama Jangan Sampai Lolos!
Next
Hijrah Tak Sekadar Jargon
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram