Melisik Bahaya di Balik Aturan Kontrasepsi untuk Remaja

Menelisisk Bahaya di Balik Aturan Kontrasepsi

Memfasilitasi siswa sekolah dengan alat kontrasepsi ini sama saja membolehkan budaya seks bebas berkembang di kalangan pelajar.

Oleh. Nay Beiskara
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Ini nalarnya ke mana?" Tegas Abdul Fikri Faqih, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, mengomentari perihal Peraturan Pemerintah (PP) terbaru pada Parlementaria di Jakarta, Sabtu lalu (dpr.go.id, 04/08/2024). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 mengenai Kesehatan yang baru saja disahkan ini memang kontroversial dan mengundang polemik. Bagaimana tidak, di dalam PP tersebut terdapat pasal yang mencantumkan aturan tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.

Sumber Polemik

Anggota DPR RI Komisi IX bidang kesehatan dan kependudukan, Netty Prasetiyani, mengkritisi kebijakan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang PP UU Nomor 17 mengenai Kesehatan, terutama Pasal 103 ayat 4 butir ''e''. Pasal tersebut berbunyi, "Pelayanan kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja termasuk deteksi dini penyakit, pengobatan, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi". Ia menganggap redaksi pada butir ini dapat memunculkan anggapan pelegalan hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja. Terlebih, tidak ada penjelasan yang lebih rinci terkait penyediaan alat kontrasepsi ini.

Selain itu, anggota dewan dari Fraksi PKS ini menyoroti maksud dan tujuan dari kalimat "perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab". Kalimat ini ia nilai multitafsir sehingga bisa jadi ada yang beranggapan boleh melakukan hubungan seksual bila bertanggung jawab.

Senada dengan Netty, Abdul Fikri Faqih, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, juga mengecam keras peraturan tersebut. Ia menyatakan bahwa beleid yang telah ditandatangani tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama. Menurutnya, memfasilitasi siswa sekolah dengan alat kontrasepsi ini sama saja membolehkan budaya seks bebas berkembang di kalangan pelajar.

Di lain pihak, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengeklaim bila pelayanan kontrasepsi itu bukan untuk semua remaja, tapi remaja yang telah menikah dan ingin menunda kehamilan. Ia pun menambahkan, seharusnya usia anak sekolah dan remaja adalah abstinensi atau menahan diri dari melakukan kegiatan seksual (Bbc.com, 05/08/2024).

Selaras dengan pernyataan Nadia, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo menegaskan bahwa pemberian alat kontrasepsi oleh pihaknya hanya menyasar pasangan suami istri dan pasangan usia subur. Pasangan Usia Subur (PUS) yang dimaksud, yaitu pasangan suami istri, yang istrinya berusia antara 15-49 tahun (Kemenkes RI, 2017). Sementara, untuk anak usia sekolah dan remaja lebih kepada edukasi seputar seks dan kesehatan repoduksi.

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, sebenarnya apa yang mendasari disahkannya PP ini, masih menjadi pertanyaan besar.

Menilik Akar Masalah Remaja

Kekhawatiran anggota dewan mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar ini bukanlah tanpa alasan. Hari ini, kita memang disajikan dengan fakta pergaulan remaja yang bebas dan amat memprihatinkan. Misalnya, fenomena dispensasi pernikahan karena hamil di luar nikah, tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan, dan meningkatnya jumlah aborsi di kalangan remaja, menjadi bagian dari pemberitaan sehari-hari di media nasional. Ditambah lagi, remaja mudah sekali terpapar kekerasan seksual, pornografi, dan pornoaksi.

Badan Peradilan Agama merilis, terdapat 50.673 kasus dispensasi nikah pada 2022. Angka itu menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 61.449 kasus (Dataindonesia.id, 13/01/2024). Good Mention Institute yang dikutip dalam laporan estabillity tahun 2022 mencantumkan angka kehamilan yang tidak diinginkan di Indonesia pada periode 2015-2019 mencapai 40 persen. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2023) memperkirakan kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya mencapai 2,4 juta jiwa dengan 700.000 atau sekitar 20 persen dilakukan oleh remaja (Elsinta.com, 18/02/2023).

Belum lagi riset yang dilakukan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) pada 2017. Setidaknya 2 persen remaja perempuan dan 8 persen remaja laki-laki pada usia 15-24 tahun mengaku telah melakukan hubungan seksual pranikah, dengan 11 persen kasus mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Kenyataan ini merupakan tamparan keras bagi kita semua, para orang tua, para pendidik, juga pemerintah. Bak fenomena gunung es, boleh jadi fakta yang belum terungkap lebih besar lagi jumlahnya dan ini merupakan ancaman bagi masa depan bangsa. Karena itu, penting untuk mencari solusi yang benar-benar komprehensif dan menyelesaikan.

Kala kita ingin mencari solusi dari fenomena yang dijelaskan sebelumnya, yang harus dilakukan tentu mengkaji secara mendalam terlebih dahulu apa yang menjadi akar masalahnya. Jangan sampai kita sebenarnya sakit apa, kemudian diberi obat apa. Meminjam pernyataan dari pengamat pendidikan Indra Chatismiadji, jangan sampai kita sakit kepala diberinya obat cacing. Tentu tidak akan nyambung dan tidak solutif.

Sesungguhnya, pergaulan bebas yang kian marak dan dampak turunannya, itu semua bermuara pada sistem kehidupan sekuler yang diterapkan saat ini. Sistem sekularisme kapitalismeyang berasaskan akidah sekuler, yakni pemisahan agama dari kehidupan, menjadikan peran agama terpinggirkan. Kehidupan tidak lagi diatur dengan aturan agama, tapi diatur dengan aturan buatan manusia.

Sistem sekuler ini amat menjunjung tinggi empat kebebasan, salah satunya adalah kebebasan bertingkah laku. Manusia bebas melakukan apa pun dalam rangka memenuhi kebutuhannya, termasuk kebutuhan naluri seksualnya dengan lawan jenis. Pemuasan naluri seksual ini tidak harus dengan pasangan yang halal, tetapi dengan pasangan yang belum halal pun diperbolehkan, asal suka sama suka. Bahkan kalau bisa, negara harus memfasilitasi terpenuhinya naluri ini, contohnya dengan pemberian alat kontrasepsi. Dengan kata lain, sistem ini membuka peluang besar bagi terjadinya pergaulan tanpa batas alias bebas.

Melihat hal tersebut, penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja oleh pemerintah merupakan kebijakan yang keliru, berbahaya, dan harus direvisi. Alih-alih mampu mencegah pergaulan bebas dan menurunkan angka kehamilan tidak diinginkan serta aborsi, yang terjadi justru mengantarkan remaja kita pada liberalisasi perilaku, sebagaimana yang umum terjadi di peradaban Barat.

Ingatlah bahwa remaja kita hari ini memiliki curiousity yang tinggi tanpa diimbangi dengan kesadaran literasi. Mereka seringkali bertindak sembrono tanpa berpikir terlebih dahulu apa dampaknya. Mereka berpikir "kumaha eungke (nanti gimana)" bukan "eungke kumaha (gimana nanti)".

Selain itu, sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini gagal mewujudkan peserta didik yang selain cerdas juga bertakwa. Kurikulum sekuler yang diajarkan sukses membuat para peserta didik kian menjauh dari agamanya, lemah iman, berpikir materialistis, dan individual. Sudahlah mereka lemah imannya, ditambah aturan yang ada mendukung terjadinya pergaulan bebas, jadilah remaja kita mudah terperosok dalam kubangan kemaksiatan.

Butuh Solusi Sistemis

Sungguh permasalahan yang menimpa remaja butuh solusi yang sistemis. Karena muara dari segala kerusakan yang ada pun bersifat sistemik, yakni penerapan sistem sekularisme kapitalisme yang dipaksakan pada kita hari ini. Karena itu, kita membutuhkan alternatif sistem yang terbukti ampuh menuntaskan setiap masalah kehidupan manusia, apalagi kalau bukan sistem Islam. Sebagai muslim, kita harus yakin sepenuhnya bahwa penerapan syariat akan berbuah maslahat.

Allah Swt. telah menyeru dalam surah Al-Anfal ayat 24, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila Rasul menyeru kalian demi sesuatu yang memberi kalian kehidupan, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kalian akan dikumpulkan.”

Islam dengan aturannya yang komprehensif mampu mencegah dan menanggulangi pergaulan bebas yang marak di kalangan remaja. Negara sebagai periayah urusan rakyat akan melakukan upaya di antaranya :

1. Negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang bertujuan menguatkan akidah Islam sekaligus membangun kepribadian (syakshiyyah) Islam di setiap diri individu, termasuk para remaja.

2. Negara akan mendorong setiap individu dalam keluarga, khususnya orang tua, untuk menanamkan akidah yang kuat dalam diri anak-anaknya. Karena rumah merupakan sentra pertama dan utama seorang anak untuk mendapatkan pendidikan dan keteladanan.

3. Negara akan mendorong masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap individu-individu yang bermaksiat. Mereka berperan dalam menasihati pelaku maksiat dan memuhasabahi penguasa bila melanggar syariat.

4. Negara dengan kekuatan media informasi dan teknologi yang dimiliki akan melakukan edukasi kepada seluruh rakyat terkait masalah pergaulan di tengah masyarakat. Selain itu, negara wajib memblok setiap tayangan atau konten-konten yang berbau pornoaksi dan pornografi.

5. Negara memberlakukan sistem pergaulan Islam, di antaranya dengan memerintahkan setiap individu untuk menutup aurat dalam wilayah publik, melarang berkhalwat antara laki-laki dan perempuan bukan mahrom, melarang ikhtilat kecuali pada kondisi tertentu yang dibolehkan syarak, melarang bertabaruj di tempat umum, memerintahkan untuk menundukkan pandangan, dan memerintahkan menikah bagi yang telah mampu.

6. Negara menerapkan sistem sanksi Islam yang menjerakan bagi mereka yang melanggar. Negara akan memberi sanksi yang tegas bagi setiap pelaku kemaksiatan. Misalnya, memberi sanksi jilid bagi pezina yang ghoir muhshon dan sanksi rajam bagi yang muhshon.

7. Negara menerapkan sistem politik ekonomi Islam agar kebutuhan pokok dan kamaliyah setiap individu rakyat terpenuhi.

Dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah ini, yakinlah bahwa permasalahan remaja akan teratasi. Dengan Islam pula, remaja akan  mampu membentengi diri dari ide-ide dan liberalisasi perilaku, menjadi muslim yang cerdas, pembela agamanya, serta berada di garda terdepan dalam mewujudkan generasi khairu ummah.

Wallahu a'lam bishshowaab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim NarasiPost.Com
Nay Beiskara Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Cara Pulang Terindah
Next
Belajar dari sang Penggembala
1 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram