Kemenko Perempuan, Wujud Feminisme Makin Mengakar

Kemenko Perempuan wujud Feminisme Makin Mengakar

Usulan pembentukan Kemenko Perempuan menunjukkan bahwa nasib perempuan Indonesia masih tidak diperhatikan oleh pemerintah.

Oleh. Puput Ariantika, S.T.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Prabowo-Gibran berencana membentuk Kementerian Koordinator Perempuan (Kemenko Perempuan). Prabowo Subianto juga berencana menambah jumlah kementerian yang sebelumnya 36 menjadi 40. Wacana itu menuai dukungan dari berbagai pihak terkhusus anggota partai Gerindra. Dukungan itu disampaikan oleh Wakil Ketua Partai Gerindra Habiburokhman yang mengatakan bahwa negara Indonesia adalah negara besar yang punya target besar dan memiliki tantangan yang besar pula sehingga butuh orang yang banyak untuk membangunnya. (Liputan6.com, 8 Agustus 2024)

Penambahan Kemenko Perempuan dinilai sangat penting mengingat sistem demokrasi kurang berpihak pada nasib perempuan. Hal ini telah disampaikan oleh Ketua Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Saniatul Lativa yang mengatakan bahwa keberpihakan terhadap perempuan sangat dibutuhkan mengingat keberpihakan setiap kebijakan pemerintah terhadap perempuan dinilai sangat kurang. Keberadaan Kemenko Perempuan diharapkan akan membuka akses bagi perempuan agar aspirasi kaum perempuan didengar dan nasibnya diperhatikan oleh pemerintah. KPPI juga akan terus mendorong terwujudnya kesetaraan perempuan di dunia politik. Ditambah lagi adanya kuota 30% kursi DPR untuk perempuan makin mengukuhkan pentingnya posisi perempuan di ranah politik. (Tribunnews.com, 8 Agustus 2024)

Usulan pembentukan Kemenko Perempuan menunjukkan bahwa nasib perempuan Indonesia masih tidak diperhatikan oleh pemerintah. Suara perempuan masih tidak didengar di ranah politik, padahal telah ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Namun, sepertinya kementerian ini tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Kemen PPPA gagal membawa kaum perempuan kepada kebangkitan yang sesuai keinginan sehingga dirasa perlu dan wajib untuk membentuk kementerian khusus untuk perempuan agar nasib perempuan lebih fokus untuk diperhatikan.

Pernyataan tentang nasib perempuan yang tidak diperhatikan sejatinya hanya alasan untuk membentuk Kemenko Perempuan. Sebenarnya ada dua alasan pembentukan kementerian khusus perempuan. Pertama, bagi-bagi jabatan. Bukan rahasia lagi bahwa banyak yang turut andil dalam kemenangan presiden terpilih Prabowo-Gibran. Ketika kursi kekuasaan itu sudah diraih maka harus dibagi-bagi dengan memberikan posisi di pemerintahan bagi para pendukungnya. Ini bisa dilihat dari wacana pemerintah baru untuk menambah jumlah kementerian, padahal kementrian yang akan ditambah tidak memiliki posisi penting. Bahkan sudah ada yang membidanginya, seperti Kemenko Perempuan. Kedua, mengakarnya ide feminisme dalam diri perempuan Indonesia. Mereka menuntut kesetaraan politik karena nasib yang buruk pada perempuan Indonesia.

Feminisme di Balik Kemenko Perempuan

Tuntutan pembentukan Kemenko Perempuan pada pemerintahan yang baru karena adanya keinginan untuk mewujudkan kesetaraan politik bagi perempuan. Isu Kesetaraan telah lama digaungkan oleh gerakan feminisme. Mereka berhasil menempatkan 30% perempuan di kursi DPR. Namun, jumlah ini dianggap kurang karena nasib perempuan justru makin buruk. Akhirnya dibentuklah kementerian yang memikirkan dan mengurusi perempuan secara khusus. Kementerian PPPA dinilai tidak fokus karena harus mengurusi perlindungan anak. Kemenko Perempuan ini akan mengukuhkan posisi perempuan di ranah politik dan kesetaraan politik dapat diraih.

Para feminis atau pejuang gender menganggap penderitaan dan penindasan yang dialami perempuan adalah karena ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan. Adanya budaya patriarki menambah daftar tuntutan karena suara perempuan tidak didengar di ranah politik. Nasib perempuan terus diabaikan, pemerintah dituntut untuk segera merealisasikan tuntutan itu agar perempuan memiliki posisi politik yang sama dan bisa mengurusi urusannya sendiri.

Akar Masalah

Akar masalah dari penderitaan kaum perempuan bukan karena ketidaksetaraan posisi antara perempuan dan laki-laki, melainkan akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini telah membuat kaum perempuan terdiskriminasi. Misalnya, pola kehidupan liberal dari penerapan sistem kapitalisme justru menjadikan perempuan target kekerasan dan pelecehan, bahkan menjadikan perempuan sebagai objek eksploitasi. Namun, kaum feminis justru menuntut kesetaraan gender, padahal ide ini akan menjerumuskan kaum perempuan kepada kehidupan yang jauh lebih hina.

Kesetaraan gender yang diagung-agungkan oleh kaum feminis makin membuat kaum perempuan menderita dan jauh dari fitrahnya. Sebagai contoh, kaum feminis menuntut kesejahteraan perempuan dengan memberikan ruang bagi mereka berkiprah di dunia kerja agar bisa berdaya secara ekonomi. Namun, hasilnya banyak kasus perempuan yang justru mengalami pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja.

Alih fungsi peran di dalam rumah tangga pun terjadi, perempuan menjadi tulang punggung, sedangkan suami sebagai pengurus rumah tangga. Alhasil keretakan rumah tangga terjadi dan berakhir dengan perceraian. Belum lagi, kaum perempuan menjadi objek eksploitasi, tubuh dan wajah dijual demi uang,  seperti pekerjaan sebagai model yang mengharuskan perempuan berpakaian seksi dan mengumbar aurat. Nauzubillah, kapitalisme dan feminisme sejatinya telah menyeret kaum perempuan kepada kehinaan yang dalam.

Perempuan dalam Islam

Dalam politik Islam, perempuan memiliki posisi yang mulia, yaitu sebagai arsitek peradaban. Seluruh kebutuhannya dipenuhi sehingga bisa melaksanakan perannya secara optimal tanpa halangan. Islam memandang bahwa perempuan harus dilindungi, disayangi, dan dijamin keamanannya, bukan dieksploitasi tubuhnya. Perempuan memiliki peran dalam mencetak generasi yang kelak akan membangun peradaban mulia. Akan lahir generasi cemerlang melalui tangan perempuan yang dimuliakan dan diberkahi Allah Swt.

Dalam Islam, perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki dalam hal ketakwaan. Keduanya diwajibkan untuk taat kepada Allah Swt. walaupun memiliki peran dan tugas yang berbeda, tetapi tidak saling merendahkan posisi satu dan yang lainnya. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan bertujuan untuk saling menguatkan. Hal ini bisa dilihat dari pola kehidupan Islam. Islam meletakkan kewajiban nafkah di pundak laki-laki. Setiap laki-laki harus menyadari kewajiban itu sehingga kaum perempuan tidak perlu menuntut kesetaraan agar bisa bekerja untuk menyamakan kedudukannya dengan laki-laki.

https://narasipost.com/opini/03/2024/mengkritisi-narasi-perempuan-berdaya-dalam-ekonomi/

Dalam politik Islam, perempuan punya peran strategis dalam mempersiapkan generasi. Ini terbukti dengan lahirnya para ulama dan pejuang Islam yang telah mengukir sejarah peradaban dunia. Salah satunya adalah Imam  Asy-Syafi'i yang menjadi ulama terkenal karena peran besar sang ibu. Dalam kemiskinannya, sang ibu mampu mengantarkan anaknya menjadi ulama besar nan terkenal. Beliau adalah sosok ulama yang telah hafal Al-Qur'an pada usia tujuh tahun dan hafal kitab Al-Muwaththa' pada usia sepuluh tahun. Semua itu  diperoleh berkat dukungan besar sang ibu.

Sosok lain yang mampu menggemparkan dunia dan membuat takut para pemimpin Eropa adalah Sultan Muhammad al-Fatih. Penaklukan besar yang dilakukan oleh sultan tak luput dari motivasi sang ibu semasa kecil. Dikutip dari buku yang berjudul Ibunda para Pengubah Wajah Dunia karya Syekh Ahmad al-Jauhari,  dikisahkan bahwa saat salat subuh tiba, sang ibu membawa Muhammad al-Fatih kecil untuk memandang dinding-dinding benteng Konstantinopel. Beliau berkata, "Anakku, esok, engkaulah yang akan membebaskan kota tersebut." Muhammad al-Fatih menjawab, "Duhai Ibunda, bagaimana aku akan membebaskan kota sebesar itu?" Sang ibu menjawab, "Dengan Al-Qur'an, kepemimpinan, peperangan, dan cinta manusia."

"Sungguh benar Konstantinopel akan ditaklukkan oleh seorang pemimpin. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin yang menaklukkannya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan di bawah kepemimpinannya." (HR. Ahmad)

Jelaslah sudah perempuan memiliki peran politik yang penting dalam mempersiapkan generasi. Allah Swt. juga telah menjadikan perempuan mulia dengan meletakkan satu surah dalam Al-Qur'an, yakni surah An-Nisa. Namun, perlu disadari bahwa perempuan hanya bisa menjalankan perannya dengan baik ketika Islam diterapkan dalam sebuah institusi kenegaraan, yaitu Khilafah Islam. Wallahua'lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Puput Ariantika S.T Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Anak dan Remaja Pelaku Judol, Sistem Islam Solusinya
Next
Legalisasi Aborsi, Mampukah Menjadi Solusi?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram