Sesungguhnya isu pemberdayaan perempuan dengan menjadikan perempuan terlibat dalam aktivitas kewirausahaan adalah racun yang bisa merusak fitrah perempuan.
Oleh. Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Isu pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) sejauh ini telah menjadi fokus bagi banyak perangkat daerah. Salah satunya adalah Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim yang tengah melaksanakan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) PPPA seluruh Kabupaten/Kota se-Kaltim dengan topik bahasan isu pemberdayaan perempuan.
Sri Wahyuni yang merupakan Sekretaris Daerah (Sekda) Kaltim menekankan setidaknya ada tiga hal yang menjadi intervensi area bagi DKP3A untuk membidik sasaran kaum perempuan yang sesuai dengan kriteria peningkatan pemberdayaan kewirausahaan perempuan yang diinginkan.
Tiga hal tersebut di antaranya:
Pertama, para perempuan yang terpaksa menjadi kepala keluarga dengan beberapa sebab. Mereka dalam hal ini perlu dinilai untuk ditingkatkan keahlian dan kompetensinya melalui sektor kewirausahaan.
Kedua, para perempuan penyintas kekerasan selama pernikahan. Mereka membutuhkan pembinaan dan motivasi untuk dapat pulih dari trauma dan luka yang disebabkan masa lalunya. Melalui wawasan dan keterampilan berwirausaha.
Ketiga, kaum perempuan yang mengalami kondisi miris, yaitu bekerja, tetapi diupah jauh sekali dari upah yang telah ditetapkan.
Sementara itu Kepala DKP3A Noryani Sorayalita mengatakan, sebagai bentuk pelaksanaan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), Pemerintah Provinsi Kaltim berkomitmen dalam peningkatan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat, terkhusus kepada para Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) melalui program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan.
Norayani menekankan pentingnya memberdayakan perempuan dalam wirausaha terletak pada dampak positif terhadap keluarga, masyarakat, dan ekonomi secara keseluruhan. “Karenanya perempuan harus diberikan akses yang setara terhadap peluang bisnis dan sumber daya agar dapat membuka kemajuan ekonomi dan kesejahteraan keluarga. Semua langkah ini tentunya menjadi harapan bersama bagi seluruh perempuan yang terlibat pada sektor ekonomi agar dapat berperan sebagaimana mestinya untuk dapat mengangkat sumbangan pendapatan perempuan di Kalimantan Timur,” papar Noryani.
Berbagai langkah yang disusun oleh lembaga-lembaga daerah tersebut tampak cukup baik dan terkesan bisa mengangkat derajat perempuan terutama di sektor ekonomi. Pasalnya, kebutuhan ekonomi selalu menjadi persoalan utama di negeri ini. Persoalan kemiskinan, pengangguran, anak yang putus sekolah karena tak ada biaya, mahalnya biaya kesehatan, dan masalah lainnya telah menjadi problem bersama yang menimpa sebagian besar rakyat di negeri ini.
Akan tetapi, menjadikan perempuan sebagai salah satu tonggak utama dalam memperbaiki ekonomi negara dengan menyumbang pendapatan untuk negara apakah cukup? Benarkah dengan terlibatnya perempuan dalam kewirausahaan, akan menyelesaikan berbagai problem perempuan seperti ketiga hal yang telah dipaparkan di atas?
Bukan Salah Perempuan
Sesungguhnya isu pemberdayaan perempuan dengan menjadikan perempuan terlibat dalam aktivitas kewirausahaan adalah racun yang bisa merusak fitrah perempuan. Mengapa bisa disebut racun? Karena fitrah setiap perempuan sejatinya adalah seorang istri yang membina keluarganya dan seorang ibu yang mendidik anak-anaknya.
Bagaimana perempuan bisa maksimal dalam membina keluarga dan anaknya, jika ia juga dituntut untuk menyumbangkan ekonomi negara dengan berwirausaha? Inilah beban ganda yang dimiliki perempuan hari ini dan menimbulkan banyak masalah baru.
Seperti halnya masih banyak perempuan yang mengalami diskriminasi, pelecehan, dan kekerasan seksual di lingkungan kerjanya karena tuntutan menjadi tulang punggung keluarga yang berakibat perempuan bekerja siang dan malam demi memenuhi kebutuhan keluarga. Tak peduli pekerjaannya halal ataukah haram dalam pandangan agama.
Tidak jarang juga perempuan yang menitipkan anaknya kepada orang tuanya atau pengasuh demi bisa bekerja memenuhi kebutuhan. Namun, di sisi lain, banyak anak yang mengalami kerusakan moral dan krisis jati diri karena kurang mendapat perhatian dari ibu dan pendidikan agama oleh orang tuanya. Alhasil anak tumbuh menjadi hedonis, individualis, dan berbuat sesukanya.
Inilah bukti jahatnya sistem kapitalisme yang diterapkan negara hari ini. Kapitalisme memandang setiap individu rakyat dinilai berdaya dan berguna, jika bisa menghasilkan atau menyumbang materi untuk negara, tak terkecuali perempuan yang harus menjadi sapi perah demi mengentaskan kemiskinan atau persoalan ekonomi lainnya. Sistem kapitalisme memandang peran perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga adalah peran yang tak berguna jika tidak dibarengi dengan memberikan sumbangsih secara materiel kepada negara.
Semua ini tentunya tak lepas dari strategi Barat yang memang ingin menghancurkan bangunan keluarga di negeri-negeri muslim dengan merusak fitrah perempuan. Rusaknya moral generasi, tingginya angka perceraian terutama gugat cerai dari perempuan, dan kekerasan seksual yang banyak menimpa perempuan disebabkan salah satu faktornya adalah hilangnya peran perempuan dalam membangun keluarga dan generasi.
Begitupun kemiskinan yang terjadi di negeri ini, sejatinya bukan disebabkan karena perempuan yang tidak mau bekerja, melainkan disebabkan oleh negara hari ini yang abai terhadap kebutuhan rakyatnya. Penguasa tampak lepas tangan dengan menyerahkan perbaikan ekonomi kepada perempuan.
Sementara itu, sumber daya alam yang jumlahnya tak terbatas di negeri ini, justru dikuasai oleh segelintir orang atau pihak swasta dan asing. Alhasil, keuntungan dari hasil pengelolaan SDA yang harusnya untuk kesejahteraan rakyat, justru mengalir ke kantong perusahaan swasta dan asing.
Oleh sebab itu, solusi menjadikan perempuan berdaya secara ekonomi atau setara dengan laki-laki demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat tentunya bukanlah solusi yang bisa menuntaskan berbagai masalah di negeri ini.
Sebab, akar masalah dari seluruh penderitaan yang dialami rakyat hari ini adalah sistem sekuler kapitalisme yang meniscayakan kebebasan kepemilikan dan perilaku. Maka, selagi negeri ini bercorak sekuler kapitalistik, perempuan tidak akan pernah merasa sejahtera dan aman. Lantas, bagaimana seharusnya kiprah perempuan agar tidak merusak fitrahnya?
Islam Memuliakan Perempuan
Allah menciptakan perempuan dan laki-laki, Allah juga yang mengetahui potensi terbaik mereka. Semua potensi terbaik keduanya dikembalikan kepada tujuan hidup manusia diciptakan yaitu untuk beribadah kepada Allah (Lihat QS. Adz-Dzariyat ayat 56).
Oleh sebab itu, perempuan dan laki-laki tidak akan disibukkan dengan tujuan kesetaraan atau berdaya secara ekonomi melainkan mereka akan memaksimalkan potensinya masing-masing demi meraih derajat takwa dan rida Allah.
Jika dalam sistem kapitalisme perempuan hanya dijadikan “sapi perah” demi memperbaiki ekonomi negara, berbeda halnya dalam Islam yang memuliakan peran perempuan. Dalam Islam, perempuan dimuliakan dengan tidak wajib bekerja sehingga bisa fokus mendidik generasi namun kebutuhannya wajib dinafkahi oleh ayah, suami, atau walinya.
Meskipun begitu, perempuan tidak dilarang untuk bekerja jika pekerjaan yang dilakukan tidak bertentangan dengan hukum syariat dan tidak mengabaikan tugas utamanya sebagai anak, istri, atau pun seorang ibu. Islam mengatur tugas mendidik anak dan mengurus keluarga tentunya tidak hanya dibebankan kepada perempuan, melainkan juga laki-laki sebagai kepala keluarga.
https://narasipost.com/opini/03/2024/investasi-pada-perempuan-fatamorgana-kemajuan-ekonomi/
Negara akan mendorong setiap perempuan dan laki-laki agar mempelajari ilmu pernikahan dalam Islam agar ketika mereka siap menjalani bahtera rumah tangga, mereka akan senantiasa menunaikan hak dan kewajiban masing-masing pasangan tanpa ada yang merasa terzalimi. Negara juga akan memberikan sanksi tegas bagi laki-laki yang bertindak kasar kepada perempuan atau keluarganya dan tidak mau menafkahi keluarganya.
Islam juga mewajibkan negara untuk mengawasi tegaknya pelaksanaan hukum syarak dan mengurusi rakyatnya dengan mencukupi seluruh kebutuhan vital seperti membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki dan menjamin kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Dari mana negara mencukupi seluruh kebutuhan rakyatnya? Tentunya dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan syariat. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum seperti hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas. Dalam Islam, semua itu merupakan harta milik umum yang berarti harta milik seluruh rakyat.
Dengan demikian, hanya sistem Islam yang bisa menjamin terwujudnya perubahan dan kehidupan yang baik yang diridai oleh Allah. Sistem Islam datang dari pencipta manusia yang paling mengetahui apa yang baik dan yang tidak, yang bermanfaat dan yang mudarat bagi manusia.
Sistem Islam jugalah yang akan menebarkan kebaikan, rahmat, hidayah, mewujudkan kesejahteraan, menegakkan keadilan, dan melenyapkan kezaliman yang membelenggu manusia. Oleh karenanya, masihkah kita ragu terhadap penerapan sistem Islam dalam bingkai negara?
Allah taala berfirman “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS. Al-Maidah ayat 50). Wallahu ‘alam bis shawab. []