Setiap insan manusia tentu saja memiliki rasa cinta tanah air. Cinta terhadap tanah tumpah darahnya tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Sebagai anak negeri pun sudah sepatutnya ikut berkontribusi bagi tanah air tercinta ini.
Oleh. Nur Hajrah MS
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hari Kemerdekaan Republik Indonesia kembali diperingati tahun ini. Pernak-pernik bernuansa merah putih pun banyak menghiasi setiap sudut kota maupun desa. Sang Dwiwarna pun berkibar di setiap rumah-rumah penduduk, di instansi pemerintahan dan di tempat-tempat umum lainnya. Ya, semua itu dilakukan untuk menyemarakkan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79.
Tidak ketinggalan gerakan pembagian 10 juta bendera pun dilakukan di berbagai daerah sebagai wujud cinta tanah air dan rasa nasionalisme. Gerakan ini tertuang dalam Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 400.10.1.1/2152/SJ tentang Gerakan Pembagian Bendera Merah Putih 2024. Pemerintah mengharapkan agar setiap daerah sudah melaksanakan gerakan ini sebelum 17 Agustus 2024. (rri.co.id, 6-8-2024)
Setiap insan manusia tentu saja memiliki rasa cinta tanah air. Cinta terhadap tanah tumpah darahnya tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Sebagai anak negeri pun sudah sepatutnya ikut berkontribusi bagi tanah air tercinta ini. Berkontribusi dalam hal apa? Tentu saja dalam hal kebaikan. Tentu kita tidak asing dengan ungkapan ini, "Baik atau buruk, inilah negeriku".
Sebagai anak negeri, tentulah sangat bahagia dan bangga jika melihat tanah kelahirannya dalam kondisi baik-baik saja, aman, sejahtera lagi sentosa. Namun, ketika negeri yang kita cintai ini dalam kondisi terpuruk, akankah kita tetap mencintai negeri ini? Akankah rasa cinta tanah air akan tetap ada? Ataukah kita hanya bisa tinggal diam sambil berkata, "Baik atau buruk, inilah negeriku?"
Faktanya, tanah air yang kita cintai ini sedang tidak baik-baik saja. Lihatlah, bagaimana kondisi tanah air kita saat ini, kekayaan alamnya dikeruk habis. Kerusakan lingkungan dan ekosistem terjadi di mana-mana. Sebagian besar kekayaan negeri ini dikuasai pihak swasta dan atau pihak asing. Pencapaian sekeping emas begitu dibanggakan penguasa. Namun, segunung emas yang kita miliki dibiarkan dijarah penjajah.
Keamanan masyarakat tidak terjamin, contohnya saja yang dialami saudara-saudara kita di Papua. Setiap hari mereka hidup dalam ketakutan karena teror yang tiada berkesudahan oleh OPM. Hilangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap instansi yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat. Kondisi hukum yang semakin tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Pun angka kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, korupsi, impor, dan utang negara begitu tinggi. Dan masih banyak lagi kondisi lainnya, yang memperlihatkan bahwa tanah air yang kita cintai ini sedang tidak baik-baik saja.
Tidakkah kita geram dan sedih melihat kondisi ini? Untuk itulah, sebagai anak negeri yang mencintai tanah airnya, kita tidak boleh tinggal diam melihat tanah kelahirannya dalam keterpurukan. Tidak boleh diam dan pasrah serta berpatokan dengan ungkapan, "Baik atau buruk inilah negeriku".
Wujud Cinta Tanah Air yang Hakiki
Wujud cinta tanah air sejatinya tidak harus berhasil di bidang akademik maupun olahraga, tidak hanya memperlihatkan nilai-nilai patriotisme, "Saya Pancasila, saya Indonesia" atau "NKRI harga mati" atau tidak hanya dengan membagikan 10 juta bendera, dan lain sebagainya. Sejatinya cinta tanah air yang hakiki adalah berani melawan para penjajah, di mana mereka saat ini bagaikan serigala berbulu domba. Banyak dari mereka mengaku mencintai tanah airnya tetapi malah mengundang dan membiarkan kekayaan tanah airnya dikuasai pihak asing serta merusak alam Ibu Pertiwi. Katanya untuk kepentingan masyarakat. Namun, pada kenyataannya hanya pihak-pihak tertentu yang menikmati keuntungan dan masyarakat hanya mendapatkan remahannya saja.
Paham sekuler kapitalisme dan liberalismelah dalang dari terpuruknya sistem pemerintahan di tanah air tercinta ini. Di mana pemahaman ini berusaha memisahkan nilai-nilai agama dari segala aspek kehidupan, paham yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, terutama sang pemilik modal, serta paham yang memberikan kebebasan berpendapat bagi setiap warga negaranya. Namun, kebebasan ini berpeluang menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai agama dan norma-norma yang berlaku, dalam arti lain dapat memberikan efek kebebasan yang kebablasan. Ya benar, paham-paham inilah yang menjadikan negeri ini lebih menghamba kepada manusia atau materi. Padahal, wujud cinta tanah air yang sebenarnya adalah berupaya melepaskan diri dari penghambaan terhadap manusia lalu menghamba sepenuhnya hanya kepada Allah Swt. dengan cara demikian tanah air tercinta ini pasti aman, sejahtera lagi sentosa.
Wujud cinta tanah air pun telah diperlihatkan Rasulullah saw. Beliau sangat mencintai tanah kelahirannya, yaitu Kota Makkah. Baginda Nabi berharap agar bisa selalu menetap di Kota Makkah. Rasulullah saw. berkata, "Sungguh indah dirimu wahai Makkah dan alangkah aku mencintaimu. Seandainya kaumku tidak mengeluarkanku darimu, niscaya aku tidak akan menetap selain di tanahmu". (HR. Tirmidzi)
Bukankah hal ini pula yang kita rasakan? Sejauh mana pun kaki melangkah pasti akan merindukan tanah kelahiran sendiri. Maka dari itu, sebagai anak negeri yang mencintai tanah air Ibu Pertiwi hendaklah bersatu menjaga negeri ini. Bersatu membebaskan negeri ini dari penghambaan terhadap manusia dan menghamba sepenuhnya hanya kepada Allah Swt. Menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunah sebagai satu-satunya sumber hukum di negeri ini.
https://narasipost.com/opini/11/2020/ketika-nasionalisme-tumbuh-pada-jiwa-muslim/
Bersatu dalam Ikatan Akidah
Anak negeri harus bersatu dalam satu ikatan dalam meraih kebangkitan dan kemajuan. Pengikat yang menyatukan itu bukanlah ikatan nasionalisme karena mutu ikatan ini rendah, bersifat emosional dan temporal. Di mana ikatan ini hanya akan bersatu jika terdapat ancaman. Namun, di saat kondisi normal atau tidak ada ancaman maka ikatan ini tidak akan muncul sehingga tidaklah heran ketika terjadi ancaman terhadap suatu wilayah yang berada di luar kawasannya, ikatan ini hanya bersikap biasa saja. Tidak menunjukkan sikap pembelaan terhadap wilayah tersebut, itulah mengapa mutu ikatan nasionalisme dikatakan rendah.
Satu-satunya ikatan yang dapat mempersatukan seluruh umat manusia dalam meraih kebangkitan dan kemajuan adalah dengan ikatan akidah. Dalam hal ini ialah akidah Islam yang diterapkan secara kaffah di seluruh penjuru dunia. Hal ini hanya bisa terwujud jika negeri ini tunduk dalam satu pemerintahan yang diridai Allah Swt., yaitu Daulah Khilafah Islamiah. Sehingga dapat disimpulkan tidak ikut menyemarakkan rasa nasionalisme bukan berarti tidak mencintai tanah air ini. Wujud cinta tanah air yang sesungguhnya adalah berusaha melepaskan negeri ini dari penghambaan terhadap manusia lalu menghamba sepenuhnya kepada Allah Swt. dan bersatu dalam satu ikatan akidah, yaitu Islam.
Wallahu a'lam bish-shawab. []
Masyaallah barakallah bagi penulis maupun yg publish dan pembaca semuanya. Tulisan ini sangat bagus mencerahkan pemahaman kita akan pentingnya membuang sikap fanatisme nasionalisme dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab justru telah memecah belah persatuan.