Pemerintah harusnya mampu melihat akar masalah keseluruhan secara tepat agar makin banyak ibu yang bisa memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dengan mudah.
Oleh. Arum Indah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dalam rangka mendukung pemberian ASI eksklusif pada bayi, pemerintah resmi melarang produsen dan distributor susu formula (sufor) memberikan potongan harga atau diskon pada produk susu bayi atau produk sejenis sebagai pengganti ASI. Pemerintah menilai pemberian diskon pada sufor akan menghambat pemberian ASI eksklusif. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang diteken Jokowi mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023. Beleid ini juga mengatur tentang larangan pemberian contoh produk sufor secara gratis dan penawaran kerja sama dalam bentuk apa pun dengan fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga medis, kader kesehatan, tokoh masyarakat, influencer, ibu menyusui, maupun ibu yang baru melahirkan. Selain itu, iklan mengenai sufor dan produk sejenis pengganti ASI pun dilarang dilakukan di media massa maupun media sosial. (CNNindonesia.com, 30-7-2024)
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Juan Permata Adoe menegaskan bahwa asosiasi pengusaha akan mengikuti aturan pemerintah ini guna mendukung ASI eksklusif. Juan juga mengatakan bahwa para pengusaha tidak keberatan dengan larangan diskon sebab selama ini pengusaha telah melakukan hitung-hitungan dan diskon pun diberikan terhadap susu formula yang sudah mendekati masa kedaluwarsa.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis laporan mengenai persentase bayi di bawah enam bulan yang menerima ASI eksklusif pada akhir 2023, yakni sebanyak 73,79 persen. Meski persentase cukup tinggi, faktanya pemberian air susu ibu tetap menuai banyak kendala.
Apakah kebijakan pengaturan tentang sufor ini bisa menjadi solusi jitu? Mengingat ada banyak hal yang melatarbelakangi seorang ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya.
Sufor dalam Pandangan Kesehatan
Saat ini sufor banyak dijadikan sebagai alternatif bagi ibu-ibu untuk menggantikan ASI. Ditambah dengan iklan-iklan yang menggembar-gemborkan bahwa sufor memiliki kandungan gizi yang sangat baik untuk tumbuh kembang bayi, bahkan terkadang beberapa tenaga medis justru menyarankan pemberian sufor, padahal tidak ada indikasi medis tertentu pada ibu tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh MRC Childhood Nutrition Research Centre di University College London, Inggris, susu yang terbuat dari susu sapi justru bisa memicu masalah obesitas pada anak. Kandungan gula yang tinggi pada sufor dituding sebagai biang keladi tingginya kasus obesitas dan diabetes melitus pada anak. Apalagi jika penggunaan sufor tidak sesuai dengan aturan dan takaran yang pas.
“Obesitas bisa sangat mungkin terjadi pada bayi yang mengonsumsi susu formula. Salah satu penyebabnya biasanya susu formula dalam bentuk powder. Takaran air dan susu yang dituangkan bisa mengalami kelebihan atau kekurangan. Jika kelebihan, sangat mungkin menyebabkan obesitas,” ujar Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si, ahli pangan dari Institut Pertanian Bogor. (Seafast.ipb.co.id)
Sufor yang beredar di pasaran pun terdiri dari susu sapi dan nonsapi yang biasanya terbuat dari kedelai setelah diformulasikan agar memiliki kandungan yang “mirip” dengan ASI. Sufor merek apa pun yang beredar di pasaran hari ini, walau sudah diformulasikan mirip dengan ASI, tetap tidak dapat menggantikan posisi ASI. Bahkan sufor dengan kualitas terbaik dan harga yang dibanderol sangat mahal sekalipun, tetap tidak akan bisa mengimbangi kualitas ASI.
Kendala Ibu Tidak Memberikan ASI Eksklusif
Ada beberapa kondisi yang membuat seorang ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya, di antaranya:
- Ibu dengan kondisi medis tertentu. Bisa karena sang ibu sakit atau meninggal sehingga pemberian ASI eksklusif pun terkendala.
- Minimnya pengetahuan ibu terhadap gizi ASI. Banyak ibu yang menganggap kualitas sufor lebih baik daripada ASI karena tergoda dengan iklan sufor. Ketergantungan masyarakat terhadap sufor pun makin tinggi.
- Bebasnya para kapitalis dalam mengiklankan sufor sebagai produk yang seolah-olah sangat dibutuhkan bayi, padahal hanya dengan ASI, kebutuhan gizi bayi sudah tercukupi.
- Masalah ekonomi keluarga yang memaksa seorang ibu keluar dari kondisi fitrahnya. Para ibu terpaksa bekerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dan meninggalkan bayi mereka. Kondisi ini pun memaksa para ibu untuk memberikan sufor kepada bayi mereka. Poin keempat ini menjadi kendala yang paling sering terjadi.
Keempat kendala di atas, terkhusus pada poin dua hingga empat, adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Kapitalisme telah menciptakan kesulitan ekonomi hingga para ibu keluar dari rumah meninggalkan bayinya, lalu kondisi ini dimanfaatkan oleh para pengusaha dengan menghadirkan sufor sebagai solusi.
Dengan melihat berbagai alasan di atas, dukungan terhadap pemberian ASI tidak akan cukup hanya dengan memberikan larangan pemberian diskon sufor, penolakan ajakan kerja sama, dan pembatasan iklan-iklan di media massa karena masalah ASI eksklusif adalah masalah yang sistemis. Pemerintah harusnya mampu melihat akar masalah keseluruhan secara tepat agar makin banyak ibu yang bisa memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dengan mudah.
ASI Eksklusif dalam Pandangan Islam
Wanita telah diciptakan Allah dengan fitrahnya untuk melahirkan dan menyusui. Tanpa kondisi medis tertentu, wanita diwajibkan untuk menyusui anaknya. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 233,
وَالْوَالِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ
Artinya: “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh bagi yang ingin menyusui secara sempurna.”
Untuk memudahkan sang ibu melaksanakan kewajibannya, Khilafah akan menerapkan syariat Islam yang mendukung peran ibu dengan menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif. Khilafah akan menetapkan kewajiban nafkah berada di tangan para laki-laki. Islam juga akan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warganya sehingga kaum perempuan tidak perlu pusing memikirkan kebutuhan hidup dan tak perlu terjun ke dunia kerja lalu mengabaikan hak anak-anaknya.
Selain itu, Khilafah akan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya ASI eksklusif dan kebutuhan gizi bayi saat masa MPASI. Pemahaman yang benar terkait ASI akan mendorong dan memotivasi para ibu untuk menyusui anaknya.
Adapun kasus khusus terkait indikasi medis atau kematian sang ibu yang membuat terhalangnya pemberian ASI eksklusif, hal ini dikembalikan kepada pihak keluarga, apakah akan mencarikan ibu susu atau memberinya susu pengganti.
https://narasipost.com/family/05/2021/menyusui-antara-kendala-dan-kewajiban/
Kalaupun ada produksi susu di dalam Khilafah, keberadaannya adalah untuk memberikan solusi kepada ibu dan bayi yang memiliki kondisi khusus, bukan dipasarkan bebas seperti saat ini dengan iming-iming yang hiperbolis. Oleh karena itu, tidak perlu ada iklan, oknum, tenaga medis, atau tokoh masyarakat yang berbicara muluk-muluk tentang sufor. Selain itu, Khilafah tentunya akan memberikan standar khusus untuk produksi susu. Produk susu dengan gula berlebih dan zat-zat tambahan yang tidak diperlukan tentu akan dilarang oleh Khilafah sebab tujuan produksi dalam Khilafah bukan semata-mata untuk memperoleh keuntungan.
Demikianlah penjelasan mengenai ASI eksklusif dalam pandangan Islam. Terbukti bahwa dukungan negara sangat berperan penting dalam memaksimalkan peran seorang ibu, termasuk menyusui.
Wallahua'lam bishawab. []