Kemenko Perempuan, Benarkah Dibutuhkan?

Kemenko Perempuan, benarkah dibutuhkan?

Memperjuangkan kepentingan perempuan melalui pembentukan kemenko tidak akan berhasil selama sistem kapitalisme tetap diterapkan di negeri ini.

Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Ketua Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Saniatul Lativa mengatakan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran perlu membentuk Kementerian Koordinator (Kemenko) Perempuan. Menurut Sania, pembentukan kementerian koordinator tersebut bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan perempuan dalam bidang politik. Sania percaya bahwa masih terjadi ketimpangan gender dalam mengawal arus kebijakan nasional.

Pembentukan Kemenko Perempuan itu merupakan hasil rakernas KPPI di Jakarta yang membahas beberapa isu penting. Di antara isu penting tersebut adalah kurangnya keberpihakan sistem demokrasi di Indonesia terhadap perempuan. Oleh karena itu, KPPI berharap suara perempuan akan lebih didengar dengan adanya Kemenko Perempuan tersebut.  (liputan6.com, 08-08-2024)

Fungsi dan Tugas Kemenko Perempuan

Selama ini masalah perempuan dan anak ditangani oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Kementerian ini berada di bawah Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Selain Kementerian PPPA, Kemenko PMK juga membawahi beberapa kementerian lain, di antaranya adalah Kementerian Agama dan Kementerian Sosial.

Jika Kementerian PPPA diubah menjadi Kemenko Perempuan, akan ada beberapa kementerian yang berada di bawah koordinasi lembaga ini. Hal itu karena kementerian koordinator akan mengoordinasikan dan menyinkronkan beberapa kementerian yang berada di bawah tanggung jawabnya. KPPI berharap, dibentuknya Kemenko Perempuan akan memperluas wewenang sehingga memudahkan pengarusutamaan gender di Indonesia.

Urgensi Menko Perempuan

Keberadaan Kemenko Perempuan dipandang sangat penting oleh KPPI. Menurut Presidium KPPI Rahayu Saraswati, saat ini kedudukan perempuan dipandang belum setara dengan laki-laki. Kehadiran Kemenko Perempuan ini diharapkan dapat mewujudkan keberpihakan terhadap perempuan sehingga pemerintah akan lebih memperhatikan kelompok perempuan.

Saraswati juga mengatakan bahwa keterwakilan perempuan dalam politik sangat penting karena untuk memberikan kesetaraan gender. Lebih dari itu, masyarakat Indonesia masih memegang budaya patriarki sehingga harus ada keberpihakan kepada perempuan. Keberadaan Kemenko Perempuan ini akan membuat kaum perempuan lebih mudah membuat kebijakan yang berpihak pada kepentingan mereka. Di sini, perempuan dapat memiliki akses untuk terlibat dalam perencanaan hingga pelaksanaan kebijakan. Mereka dapat merencanakan program, anggaran, serta mengontrol penerapannya.

Akibat Sistem Kapitalisme

Para pendukung feminisme beranggapan bahwa terjadinya ketaksetaraan gender di Indonesia karena kurangnya keterlibatan perempuan dalam pemerintahan. Mereka memandang bahwa makin banyak perempuan yang menempati posisi di pemerintahan, makin bagus pula nasib perempuan. Jika perempuan makin banyak yang menjadi subjek pembangunan, kondisi mereka akan makin baik. Perempuan yang memiliki sifat lebih detail, teliti, telaten, serta empati yang lebih tinggi dipandang dapat membuat kebijakan yang mewakili hak-hak kaumnya.

Namun, fakta yang ada telah mematahkan argumentasi mereka. Mereka seolah lupa bahwa Indonesia juga pernah dipimpin oleh seorang presiden perempuan. Kondisi perempuan waktu itu juga tidak ada bedanya dengan saat Indonesia dipimpin oleh presiden laki-laki. Hal itu menunjukkan bahwa terjadinya ketaksetaraan gender di Indonesia bukan disebabkan oleh jenis kelamin pemimpinnya.

Jika ditelisik, ketaksetaraan gender itu disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem rusak buatan manusia yang lemah dan tidak mengetahui hakikat dirinya. Sistem yang dibuat hanya berlandaskan pada hawa nafsu untuk melepaskan diri dari aturan agama.

Selama kapitalisme yang diterapkan, manusia akan terus menderita, baik laki-laki maupun perempuan. Kebebasan yang diagung-agungkan dalam sistem ini membuat kelompok yang kuat saja yang akan sejahtera. Sedangkan yang lemah hanya menjadi objek penderita.

Hal itu dibuktikan dengan laporan Credit Suisse yang bertajuk “Global Wealth Report 2018”. Laporan yang dimuat dalam laman katadata.com itu menyebutkan bahwa 10 orang terkaya di Indonesia menguasai 75,3% kekayaan. Artinya, lebih dari 260 juta penduduk Indonesia memperebutkan 24,7% kekayaan. Tentu saja, mereka yang termasuk dalam 24,7% ini bukan hanya perempuan, tetapi juga laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan sebagai pengambil kebijakan tidak akan menjamin terwujudnya kesejahteraan mereka.

Sebaliknya, mereka akan sejahtera jika hidup dalam sistem yang diatur dengan aturan yang berasal dari Allah Swt. Itulah satu-satunya aturan yang tepat untuk manusia, termasuk perempuan. Aturan itu tidak lain adalah aturan Islam.

Perempuan dalam Sistem Islam

Islam telah diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagai solusi bagi setiap persoalan manusia. Islam tidak hanya menyelesaikan persoalan laki-laki, tetapi juga perempuan. Islam memandang laki-laki dan perempuan sebagai hamba Allah Swt. yang memiliki kewajiban untuk beribadah kepada-Nya. Keduanya juga berkesempatan untuk meraih surga-Nya jika beramal saleh dan mendapatkan sanksi jika bermaksiat.

Islam juga memberikan hak yang sama kepada laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan kesejahteraan. Demikian pula, Islam memberikan hak berpolitik kepada keduanya. Namun, pemberian hak berpolitik ini tidak berarti Islam membolehkan perempuan menempati jabatan publik yang berkaitan dengan penentuan kebijakan. Hal ini telah disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam HR. Bukhari,

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أمْرَهُمْ اِمْرَأةً

Artinya: “Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.”

Hadis ini turun ketika Buran binti Kisra diangkat menjadi Ratu Persia menggantikan ayahnya. Jelaslah bahwa hadis ini berkaitan dengan kekuasaan, bukan yang lain. Adanya celaan dari Rasulullah saw. terhadap mereka yang memberikan kekuasaan kepada perempuan bahwa mereka tidak akan beruntung menunjukkan keharamannya.

Allah Swt. Yang Maha Pencipta telah mengingatkan kaum muslim untuk tidak menjadikan perempuan sebagai penguasa. Dia telah mengetahui bahwa menyerahkan kekuasaan kepada perempuan tidak akan memberikan keuntungan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, kaum muslim harus meninggalkan larangan ini.

https://narasipost.com/opini/03/2024/mengkritisi-narasi-perempuan-berdaya-dalam-ekonomi/

Meskipun kaum perempuan tidak boleh memegang kekuasaan, mereka tidak kehilangan hak berpolitik. perempuan dapat menjadi anggota majelis umat. Mereka juga dapat menjadi anggota partai politik, membina umat, serta melakukan muhasabah kepada penguasa.

Hal itu pernah dilakukan oleh Khaulah yang mengoreksi kebijakan Khalifah Umar bin Khaththab. Saat itu, Khalifah Umar bin Khaththab menetapkan bahwa jumlah mahar tidak boleh lebih dari 400 dirham. Khaulah pun mengingatkan Khalifah Umar bin Khaththab bahwa ia telah menyalahi aturan Allah Swt. yang tidak membatasi jumlah mahar.

Inilah peran politik perempuan dalam Islam. Tanpa menjadi penguasa, kaum perempuan tetap dapat menjalankan peran politiknya. Bukan hanya itu, mereka juga akan mendapatkan hak-hak lainnya sebagai bagian dari masyarakat.

Khatimah

Demikianlah, memperjuangkan kepentingan perempuan tidak akan berhasil selama sistem kapitalisme tetap diterapkan di negeri ini. Sebaliknya, kepentingan perempuan akan terakomodasi dalam sistem Islam. Dengan penerapan sistem ini, perempuan akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dalam naungan rida Ilahi.

Wallahua’lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
ASI Eksklusif Butuh Peran Negara
Next
Cara Pulang Terindah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
3 months ago

Betul, salah kaprah kalau menaganggap bahwa kurangnya perhatian pada perempuan karena jumlah mereka di parlemen berkurang. Sistem ini memang tidak mampu menjadi solusi. Alih-alih mengangkat derajat perempuan, yang terjadi malah mengeksploitasi perempuan agar setara dalam semua hal demgan laki-laki.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Sartinah
3 months ago

Ya, karena masalahnya adalah sistem yang tidak memperhatikan kepentingan rakyat, termasuk perempuan.

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram