Anak Purnawaktu, The Real Capitalism Son

The real capitalism son

Hukum syarak mengatur hubungan anak dengan orang tuanya. Seorang anak wajib membantu orang tuanya bahkan tanpa bayaran. Maka dalam Islam tak dikenal istilah anak purnawaktu.

Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Zaman tambah susah. Persaingan kian ketat. Sekolah susah, terlebih lagi cari kerja. Begitu kira-kira kata yang tepat untuk menggambarkan peliknya situasi sekarang ini. Hampir di seluruh dunia mengalami hal demikian, ekonomi semakin sulit. Resesi ekonomi di mana-mana. Seakan kembali menegaskan kapitalisme gagal menyejahterakan dunia.

Seperti yang terjadi di Tiongkok. Dengan besarnya jumlah penduduk serta sedikitnya lowongan pekerjaan, membuat rakyat Tiongkok kian menjerit. Sulitnya mencari pekerjaan juga kerasnya dunia kerja di Negeri Tirai Bambu tersebut, tak sedikit membuat generasi muda mereka memilih menjadi anak purnawaktu atau menemani dan membantu orang tua di rumah sepanjang waktu.

Tak hanya satu dua orang. Namun jumlahnya terus meningkat sejak pascapandemi. Mereka mengaku memilih kembali ke rumah dikarenakan terbebani dengan panjangnya jam kerja di luar rumah serta gaji yang hanya cukup untuk membayar tempat tinggal. Mereka bukan lulusan rendah, banyak dari mereka adalah para sarjana, bahkan banyak lulusan luar negeri. Mereka memilih untuk pulang ke rumah dan menjalani hal-hal yang dianggap pekerjaan di rumah orang tuanya, seperti merawat kakek mereka yang sudah tua, berbelanja, membantu orang tua mengerjakan urusan rumah tangga, dan lain sebagainya.

Seperti yang disampaikan oleh salah seorang anak muda Cina yang memilih membantu orang tuanya dari pada harus keluar dan menghadapi dunia kerja. Sebut saja Li lulusan SMA dari kota Luoyang, Cina Tengah, Saya tidak tahan dengan tekanan di sekolah maupun dunia kerja, jadi saya memilih hidup di rumah. Karena bagi saya lebih baik hidup dengan santai, karena saya tidak mau terus bersaing dengan orang lain. Toh saya tidak mengejar gaji besar demi kehidupan yang lebih baik.” Seperti diberitakan CNNIndonesiaRabu (26/7/2023).

Pertama kali muncul di platform media soial Cina, yaitu Douban, "tangping" atau "lying flat", belakangan memang sedang digandrungi kaum muda Tiongkok. Tangping sendiri mengacu pada makna hidup yang lebih santai dan tidak mengejar impian yang muluk-muluk.  Dari 4.000 orang yang mendiskusikan hal terkait pekerjaan sehari-hari sebagai anak full time atau purnawaktu, nyatanya fenomena ini terus bertambah dan menyebar ke platform populer lain di Cina hingga mencapai 40.000 unggahan.

Pengangguran

Tingginya anak purnawaktu di Cina disebabkan melonjaknya angka pengangguran di negeri tersebut. Kebanyakan anak-anak muda ini mengeluh dan tak tahan dengan kerasnya dunia kerja. Ini wajar saja, mengingat budaya kerja di Cina sendiri adalah ‘996’ yaitu berangkat jam 9 pagi, pulang jam 9 malam, selama 6 hari sepekan. Tuntutan kerja yang keras ini kadang tak diimbangi dengan gaji yang memadai, disebabkan persaingan kerja yang ketat di negeri itu. Biro Statistik Nasional Cina melaporkan, satu dari lima penduduk dengan usia antara 16 sampai 24 tahun menganggur. Dan rekor tertinggi tingkat pengangguran usia muda terjadi di daerah perkotaan yakni 21,3 persen pada Juni 2023.

Sebenarnya fenomena pengangguran yang pulang ke rumah ini tak hanya ada di Tiongkok saja, bahkan di Indonesia pun telah lama ada dan jumlahnya sangat banyak. Diungkapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa, pada Februari 2023 angka pengangguran di Indonesia mencapai 7,99 juta orang. Ekonomi yang kian sulit, PHK massal dan tutupnya badan usaha semakin marak pascapandemi berakhir. Jika ada tanping di Cina, maka di Indonesia para pemuda full time ini dipanggil dengan ungkapan "beban keluarga".

Banyak anak-anak Indonesia yang tetap tinggal di rumah orang tuanya meski telah lulus sekolah atau kuliah. Bahkan mereka hidup bersama keluarga tanpa melakukan pekerjaan rumah sebagai rutinitas alias malas-malasan dan lebih banyak rebahan daripada membantu orang tua. Mereka hidup sepenuhnya bergantung dengan pemberian orang tuanya, dari uang jajan, rokok, pulsa, hingga biaya untuk hang out bersama teman. Maka ungkapan beban keluarga memang tak terlalu berlebihan bagi mereka.

Anak Purnawaktu dalam Islam

Begitulah realitas sistem kapitalisme yang diterapkan dunia saat ini telah mengubah manusia menjadi materialistik. Semua hal dihargai dengan materi, menjadikannya sebagai sarana, bahkan sumber kebahagiaan. Tak peduli apakah itu orang tua, keluarga, teman, selama dapat menghasilkan cuan, maka hubungan hanya sebatas mendapatkan keuntungan. Potret hilangnya nurani anak ketika melayani orang tuanya dengan meminta bayaran?

Sangat berbeda dengan Islam. Dalam Islam, ketika anak mulai masuk pada usia balig, maka ia telah menjadi seorang mukalaf atau orang yang telah dibebani hukum. Maka, semua tingkah lakunya haruslah terikat dengan hukum syarak. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang menjunjung tinggi nilai materialisme. Hukum syarak mengatur hubungan anak dengan orang tuanya, termasuk di antaranya adalah seorang anak wajib membantu orang tuanya bahkan tanpa bayaran. Maka dalam Islam tak dikenal istilah anak purnawaktu.

Kedua orang tua adalah orang yang sangat berjasa juga mempunyai peran yang sangat penting atas diri manusia. Dari sebelum lahir, dengan susah payah manusia senantiasa diasuh, dirawat, diperhatikan, dididik, dilindungi, dilayani, juga dibahagiakan. Mereka tak pernah mengharap balas budi anak-anaknya. Mereka melakukannya dengan ikhlas tanpa keluh kesah agar anak-anaknya menjadi orang yang berguna bagi agama, bangsa, dan negara. Mereka selalu mendoakan dan mengharapkan kebahagiaan anak-anaknya. Maka, sungguh wajar jika manusia diwajibkan oleh Sang Pencipta untuk senantiasa berbakti kepada orang tuanya. Seorang anak sudah sepantasnya "birul walidain" kepada kedua orang tuanya. 

Birul walidain dalam bahasa Arab terdiri dari kata al-birrul yang berarti berbuat baik, berbakti, dan kata al-walidain, sebagai bentuk tastniah dari kata al-walidu yang bermakna orang tua (ayah dan ibu). Jadi istilah birrul walidain diartikan sebagai berbuat baiknya seorang anak kepada kedua orang tuanya.

Kewajiban berbakti seorang anak kepada orang tuanya, senantiasa disebutkan setelah perintah untuk  tidak menyekutukan Allah. Ini menunjukkan betapa berbakti kepada orang tua mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam agama ini. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu akhlaknya para nabi, para sahabat serta orang-orang saleh generasi terdahulu maupun kemudian. Sebuah kewajiban agung dari Allah Subhanahu Wata'ala. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah surah Luqman ayat 15 berikut,

“Dan Kami serukan kepada manusia untuk berbakti kepada dua orang tuanya; ibunya yang telah mengandungnya dalam kondisi lemah dan bertambah lemah, kemudian menyusui selama kurang lebih 2 tahun. Oleh karena itu, bersyukurlah kalian kepada-Ku dan kepada kedua orang tua kalian, hanya kepada-Ku-lah kalian akan kembali.”

Cara berbakti kepada kedua orang tua atau birul walidain adalah dengan mencurahkan segenap kebaikan, baik perkataan yang lemah lembut, sopan, dan dengan kata-kata yang halus, juga dengan perbuatan yaitu melayani keduanya dengan kesabaran, menghormati, serta mempermudah urusan-urusan mereka. Sedangkan berbakti dengan harta adalah dengan memenuhi kebutuhan mereka dengan apa yang kita miliki, serta tidak mengungkit-ungkit setiap pemberian kita sehingga tidak menyakiti hati keduanya.

Birul walidain tidak hanya dilakukan ketika keduanya masih hidup di dunia. Namun, terus dilakukan meskipun keduanya telah meninggalkan dunia ini. Seperti sebuah kisah dari Bani Salamah yang mendatangi Rasulullah dan bertanya, “Wahai Rasulullah, masihkah ada cara untuk berbakti kepada kedua orang tuaku sedangkan keduanya telah meninggal? Beliau menjawab, Ya, doakanlah, memintakan ampun untuk mereka, laksanakan wasiatnya, sambung silaturahmi yang tidak bisa disambung kecuali melalui mereka berdua, dan memuliakanlah teman-teman keduanya’.”

Begitulah Islam, mengajarkan manusia untuk senantiasa menghormati, melayani, membantu, juga meringankan beban orang tuanya tanpa pamrih dan semata-mata mengharap rida-Nya. Sudah sepantasnya seorang anak membalas jasa kedua orang tuanya, bukan malah meminta imbalan atas bantuan yang diberikan. Sudah saatnya ganti sistem gagal kapitalisme yang merusak akidah generasi, ganti dengan sistem Islam. Wallahu a'lam bishawab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Aya Ummu Najwa Salah satu Penulis Tim Inti NP
Previous
Peristiwa Hijrah Menjadi Inspirasi Terbaik Menuju Perubahan Hakiki
Next
Kala Wajan Dunia Terbakar Kudeta Militer
3.7 6 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

16 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Maya Rohmah
Maya Rohmah
1 year ago

Istilah tanping di Cina, ungkapan beban keluarga di Indonesia.

Miladiah Alqibthiyah
Miladiah Alqibthiyah
1 year ago

Anak purnawaktu lahir karena sistem yang tidak bisa mengondusifkan potensi remaja dan bermental baja. Justru sebaliknya membuat mereka bermental kerupuk dan makin menyusahkan orang tua sebab tak paham tugas mereka sebagai generasi begitu besar bagi peradaban.

Muthiah Mila
Muthiah Mila
1 year ago

Kapitalisme membuat orangtua kehilangan nalurinya kepada anaknya. pun seorang anak kehilangan rasa hormatnya pada kedua orangtuanya.

Raras Wati
Raras Wati
1 year ago

Pengangguran di Indonesia tinggi.... mencapai 7,99 juta orang di tahun 2023. Keren tulisannya.

Raras Wati
Raras Wati
1 year ago

Anak purnawaktu disebabkan pengangguran, ekonomi sulit, didukung sistem liberal semakin memperparah lemahnya kaum muda. Padahal harusnya pemuda memiliki energi yang besar, semangat yang kuat untuk melakukan perubahan demi terterapkannya Islam secara kaffah.

Maftucha
Maftucha
1 year ago

Ya mbak benar benar nyata dalam kehidupan, anak muda yang suka bersantai si rumah tanpa memikirkan tanggung jawab trhdp masa depannya,, beda sekali dengan islam, islam menjadikan anak muda sbg masa yg penuh dengan semangat, optimisme meraih impian, tp mmg kapitalisme membajak semua itu

Ainyssa Hafizh
Ainyssa Hafizh
1 year ago

Miris melihat keadaan seperti ini, sistem kapitalisme membuat anak2 menjadi "Anak manja" meski sudah dewasa. Orang tua sudah usia lanjut masih tetap harus mencari nafkah. Smntra anak2nya di rumah. Berbeda dg sistem Islam yang tidak akan membiarkan Anak muda mnjadi pemalas.. anak-anak yang sudah dewasa dan mampu akan diwajibkan bekerja , termasuk membiayai kehidupan orang tuanya.

sartinah828
1 year ago

Miris ya kondisi generasi didikan kapitalisme. Bakti anak-anak semakin pudar, yang ada tinggal untung rugi. Betul, peran keluarga penting dalam mendidik anak-anak, tetapi peran juga sangat penting.

diadwi arista
diadwi arista
1 year ago

Masalah bakti anak, tak hanya dari pelajaran keluarga inti, lingkungan dan negara juga bertanggungjawab

Daiyah Isty
Daiyah Isty
1 year ago

MasyaAllah, kapitalisme sistem yang menafikan agama. Dan hal ini sudah mewabah di mana-mana. Anak yang tidak berbakti seakan sudah lumrah terjadi. Miris....sedih
Saatnya kembali ke Islam

Aya Ummunajwa
Aya Ummunajwa
Reply to  Daiyah Isty
1 year ago

Saatnya campakkan kapitalisme

Nilma Fitri
Nilma Fitri
1 year ago

I Like it.

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
1 year ago

Mari menuju Islam kaffah agar tidak terjadi pada keluarga kita adanya purnawaktu generasi kita, setuju barakallah buat penulis

Asma Faoriyah
Asma Faoriyah
1 year ago

Perlunya memberikan pemahaman akan tanggung jawab bagi anak muda sesuai ajaran Islam.

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Sistem kapitalisme memang biang dari segala masalah, tak hanya sulitnya mencari pekerjaan tetapi menjadikan manusia selalu pamrih ketika melaksakan kewajiban sebagai anak. Miris benar!

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram