Kenapa Harga Mi Harus Naik?

"Inilah yang dikehendaki oleh sistem kehidupan kapitalisme dewasa ini. Negara berkembang harus tunduk pada negara besar di atasnya yang lebih kuat. Aturan main dalam sistem ini juga meniscayakan para pemilik modal memegang kendali dalam urusan ekonomi. Tak ayal, bila mekanisme pemenuhan hajat hidup publik juga diserahkan kepada pihak pasar. Harga pun mereka yang tentukan, tak peduli itu memberatkan rakyat kelas bawah atau tidak. Selama keuntungan dapat terus mengucur ke dalam kas mereka."

Oleh. Aina Syahidah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Beberapa waktu belakangan, publik dibuat resah dengan kasak-kusuk harga kenaikan mi instan. Sebagaimana diketahui, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa harga mi akan naik tiga kali lipat. Hal ini dikarenakan gandum selaku bahan baku harganya menjadi mahal karena beberapa faktor di antaranya, perubahan iklim, pembatasan Covid-19, dan Perang Rusia-Ukraina.

Namun, berbeda dengan sang Menteri. Zulkifli Hasan selaku Menteri Perdagangan menampik isu tersebut. Menurutnya, saat ini stok gandum bertambah sehingga untuk harganya jelas akan berangsur turun. (Katadata.co.id, 10/08/2022)

Pesona Gandum

Sebagaimana diketahui bahwa pemasok gandum terbesar di dunia adalah Ukraina dan Rusia. Beberapa negara seperti Amerika dan lainnya juga menjadi negara eksportir gandum, namun baru- baru ini beberapa negara itu mengalami gagal panen.

Berkenaan dengan hal tersebut, Wolfgang Sabel selaku pialang saham yang mengelola kontrak untuk petani, pedagang, dan pengelola gandum menegaskan jika kedua negara tersebut (baca: Ukraina- Rusia) masih terus bersitegang, harga gandum akan terus naik sampai pada akhir tahun. Ia pula mengingatkan bahwa dunia tidak bisa hidup tanpa panen gandum dari Rusia dan Ukraina. Karena jumlahnya terlalu besar. Ia pula tak lupa menyinggung dampak buruk bagi negara-negara berkembang. (dw.com, 16/06/2022)

Adapun Indonesia, walau mayoritas penduduknya mengonsumsi beras sebagai makanan pokok utama, ketergantungan terhadap gandum juga cukup tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa konsumsi gandum penduduk Indonesia per kapita pada 2019 mencapai 30,5 kilogram (kg) per tahun. Yang mana angka ini lebih tinggi dari konsumsi per kapita beras pada tahun yang sama, yakni 27 kg per tahun. (Katadata.co.id, 11/8/2022)

Sementara menurut data dari Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia bahkan menjadi pengimpor gandum terbesar di dunia dengan total impor sebanyak 10,29 juta ton gandum pada 2020.

Lebih mengerucut lagi, Asosiasi Produsen Tepung Terigu (Aptindo) mencatat, sepanjang tahun lalu total impor gandum Indonesia mencapai 11,4 juta ton. Dimana 9 juta ton untuk industri makanan. Dan sisanya hampir 2,4 juta ton untuk industri pakan ternak lantaran kita kekurangan pasokan jagung dalam negeri. (m.republika.co.id, 27/07/2022)

Keharusan Swasembada di Semua Jenis Komoditas Pangan

Menimbang hal tersebut di atas, maka sejatinya negeri ini tak hanya bergantung dan membutuhkan beras sebagai satu-satunya produk unggulan. Swasembada di sektor beras belum menjamin kedigdayaan dalam sektor pangan. Karena faktanya, gandum yang juga melahirkan banyak produk makanan bagi rakyat di negeri ini masih tergantung pada aktivitas impor. Yang mana sewaktu- waktu harganya bisa melejit sesuai dengan keputusan pasar dunia.https://narasipost.com/2022/05/20/india-larang-ekspor-gandum-stabilitas-pangan-dunia-terancam/

Adapun terkait mi instan yang bakal naik tiga kali lipat ini, Indonesia menduduki posisi kedua di dunia sebagai negara dengan konsumsi terbesar terhadap mi instan. World Instant Noodles Association (WINA) pada 2020 mencatat konsumsi mi di Indonesia mencapai 12,64 miliar bungkus pada 2020. (insertlive.com, 18/4/2022)

Dan rata- rata bila kita melihat di lapangan, kalangan bawah yang tak mampu membeli lauk dan pauk kebanyakan beralih kepada produk mi instan. Sehingga apabila produk ini mengalami kenaikan harga jelas akan menjadi pukulan bagi warga miskin.

Kapitalisme Mendorong Negara Bergantung pada Aktivitas Impor

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah alam yang cukup luas dan subur. Namun, untuk kebutuhan pangan, rakyat masih kerap menjerit karena harganya sulit ditebus dengan kemampuan finansial mereka yang di bawah standar. Kenapa ini bisa terjadi? Bukankah seharusnya semua kebutuhan pangan bisa diperoleh dengan harga murah karena Indonesia punya modal untuk itu?

Sayangnya, walau jua tanah kita luas. Bahkan di dalamnya mengandung komponen yang mampu menumbuhkan berbagai jenis tanaman. Negara berkembang di dalam sistem kapitalisme tak bisa untuk digdaya dan mengupayakan semua kebutuhan pokok negerinya sendiri.https://narasipost.com/2022/05/21/penghentian-ekspor-gandum-oleh-india-bagaimana-dengan-indonesia/

Inilah yang dikehendaki oleh sistem kehidupan kapitalisme dewasa ini. Negara berkembang harus tunduk pada negara besar di atasnya yang lebih kuat. Aturan main dalam sistem ini juga meniscayakan para pemilik modal memegang kendali dalam urusan ekonomi. Tak ayal, bila mekanisme pemenuhan hajat hidup publik juga diserahkan kepada pihak pasar. Harga pun mereka yang tentukan, tak peduli itu memberatkan rakyat kelas bawah atau tidak. Selama keuntungan dapat terus mengucur ke dalam kas mereka.

Di dalam sistem kapitalisme pula, aktivitas impor mengimpor harus tetap ada karena tanpanya maka perputaran roda ekonomi sistem ini akan terganggu. Sehingga wajar, walaupun jua dari segi kemampuan, negeri ini punya segalanya, impor masih akan terus menduduki puncak teratasnya.

Kita harus sadar bahwa sampai kapan pun juga, kapitalisme tak akan khianat dengan aturan mainnya sendiri. Maka, selama itu kita juga akan terus menjerit dengan mahalnya harga kebutuhan- kebutuhan pokok.

Pandangan Islam tentang Ketersediaan Pangan

Di dalam Islam, negara memosisikan dirinya sebagai pengatur dan pelindung atas rakyat. Negara di dalam Islam memiliki tugas untuk melakukan peri'ayahan dengan sebaik-baiknya kepada setiap warga negaranya tanpa pilih kasih dan kasta.

Adapun urusan pangan rakyat, syariat Islam mendudukan pangan sebagai kebutuhan dasar/utama bagi setiap manusia. Namanya kebutuhan dasar, maka ketika tidak terpenuhi atau tersedia akan berakibat fatal bagi keseimbangan ekosistem yang ada. Maka berangkat dari hal tersebut, Negara selaku penanggung jawab urusan umat akan benar- benar memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi setiap rakyatnya, baik itu dengan menyubsidi harga kebutuhan pokok, maupun memfasilitasi para petani dengan memberikan lahan, pupuk, bibit dan lainnya agar mereka dapat terus berinovasi dalam mengembangkan proyek pertaniannya dengan baik.

Bahkan untuk tetap menjaga produktivitas lahan, Islam melarang penyewaan tanah dan menghidupkan lahan yang mati. Tanah yang tak terurus diserahkan kepada petani untuk dihidupkan dengan menanaminya dengan berbagai macam tanaman.

Umar bin Khattab r.a pernah mengatakan, “Orang yang memagari tanah, tidak berhak lagi (atas tanah tersebut) setelah (menelantarkannya) selama tiga tahun.”

“Rasulullah saw. telah melarang pengambilan sewa atau bagian atas tanah.” (HR. Muslim)

Selain itu, negara juga akan memacu diri untuk mampu swasembada di semua lini agar negara tak lagi bergantung pada negara lain. Walau Islam juga tak serta-merta mengharamkan aktivitas impor, tetapi menjadikannya bergantung pada negara lain, Islam melarang keras.

” … dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.” (TQS An-Nisa: 141)

Ketergantungan pada aktivitas impor akan membawa negeri ini tergerus kedaulatannya akibat apa-apa beli dari negara lain. Di samping, juga akan membuat negeri ini gampang didekte oleh pihak lain yang memang berkepentingan dengan kekayaan alam negeri. Dan dampak riilnya, negara menjadi sulit untuk memfasilitasi rakyat hidup dengan biaya yang ramah bagi setiap warganya karena barang impor sudah pasti membumbung tinggi harga jualnya.

Sudah saatnya umat membuka mata dan menyadari bahwa sistem tata kelola ekonomi kapitalisme inilah penyebab meroketnya harga kebutuhan pokok, termasuk salah satunya mi instan yang selama ini dikenal dengan produk yang merakyat. Wallahualam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Aina Syahidah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Sepasang Sayap Menuju Surga
Next
Suap Menyuap di Ranah Pendidikan, Korupsi Jadi Budaya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram