Sampah makanan ternyata juga menjadi problem dunia. Hal ini sangat erat kaitannya dengan perilaku konsumerisme, sebagai buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler.
Oleh. Alfiah, S.Si
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hati nurani siapa yang tak meronta-ronta, di kala mahalnya bahan pangan justru ada 48 juta ton makanan terbuang setiap tahunnya. Hati siapa yang tak teriris, di saat negara harus menggelontorkan dana triliunan untuk mencegah stunting, justru di sisi lain negara dirugikan Rp551 triliun akibat sampah makanan yang terbuang. Sungguh hal ini mengindikasikan kesenjangan antara si kaya dan si miskin kian menganga.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) melaporkan bahwa potensi kerugian negara akibat susut atau sisa makanan (food loss and waste) menembus angka Rp213 triliun sampai Rp551 triliun per tahunnya. Angka ini setara dengan 4 sampai 5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Belum lagi total emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari timbunan sampah sisa makanan mencapai 1.072,9 metrik ton (MT) CO2. (tirto.id, 3-7-2024)
Padahal kalau saja sisa pangan yang masih layak dikonsumsi dapat dimanfaatkan, negeri ini tidak hanya bisa menyelamatkan potensi ekonomi yang hilang, tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan energi dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Bahkan menurut studi dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, jika sampah makanan tidak terbuang, maka akan bisa menghidupi 61 juta - 125 juta orang atau setara 29 hingga 47 persen populasi rakyat Indonesia. (CNNIndonesia.com, 27-07-2023).
Sampah makanan atau food waste ternyata juga menjadi problem dunia. Hal ini tidak lain sangat erat kaitannya dengan perilaku konsumerisme, sebagai buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler, yang jauh dari akhlak Islam. Di sisi lain juga menggambarkan adanya mismanajemen negara dalam distribusi harta sehingga mengakibatkan kemiskinan dan problem lain yang tak berkesudahan. Sebut saja kasus beras yang membusuk di gudang Bulog, pembuangan sembako untuk stabilisasi harga, hasil panen pertanian yang tak terserap pasar karena permasalahan distribusi yang berakibat pada membusuknya hasil panen, anjloknya harga pertanian pada saat petani melakukan panen raya dan sebagainya.
Mencermati hal ini sudah seharusnya negara memberi perhatian besar pada persoalan pangan dan pertanian dengan menerapkan kebijakan yang prorakyat. Apalagi penyusutan pangan (food loss) dan sampah makanan (waste) sangat berdampak pada ketahanan pangan dan gizi masyarakat. Mindset berpikir masyarakat harus diubah terkait kebutuhan jasmani dan naluri. Sehingga hal ini akan mengubah perilaku masyarakat untuk mengonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhannya bukan karena hawa nafsunya.
Islam memiliki seperangkat aturan terbaik dalam mengatur konsumsi dan juga distribusi pangan, sehingga akan terhindar dari kemubaziran dan berlebih-lebihan dalam mengonsumsi makanan. Dengan pengaturan yang cermat akan terwujud distribusi yang merata dan mampu mengentaskan kemiskinan, sehingga food waste dapat dihindarkan. Negara dalam sistem Islam akan melakukan penguatan regulasi, optimalisasi pendanaan, pemanfaatan sampah makanan, pengembangan kajian, serta pendataan food loss and waste.
Sejumlah strategi bisa dilakukan negara untuk mencegah food loss and waste antara lain dengan membuat platform dan berkolaborasi lintas sektor yang melibatkan penyedia makanan/donatur yang meliputi restoran, hotel, retail, dan penjual makanan. Negara juga akan membentuk lembaga yang menjadi food hub yang bertugas dalam menghubungkan penyedia/donor makanan dengan kelompok penerima, di antaranya anak-anak, lansia, panti asuhan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Selain itu, negara harus menyediakan dan memfasilitasi kendaraan logistik pangan untuk mendistribusikan makanan berlebih dari pendonor ke penerima manfaat.
Jika kesadaran individu terwujud, masyarakat juga peduli terhadap orang-orang yang membutuhkan, tentu tidak akan terjadi permasalahan terkait sampah makanan. Selain itu dibutuhkan peran negara dalam mencegah food lost and waste dengan menerapkan aturan yang tegas terkait sampah makanan.
Dalam sistem Islam, masalah pangan terbuang tidak akan terjadi. Pemborosan makanan dalam bentuk terbuangnya makanan secara percuma adalah tindakan yang sangat dimurkai Allah. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 26-27 yang artinya : "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan hak mereka, kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang menempuh perjalanan, dan janganlah engkau menghambur-hamburkan (hartamu, termasuk makanan, (ed)) dengan cara boros. Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudaranya setan, dan setan itu terbukti ingkar kepada Tuhannya.”
https://narasipost.com/opini/05/2024/food-loss-bukti-gaya-hidup-bermasalah/
Perbuatan membuang makanan karena sudah tak suka atau kekenyangan adalah perbuatan buruk karena termasuk sikap menyia-nyiakan rezeki. Kufur terhadap nikmat atau rezeki yang Allah berikan adalah perbuatan setan. Bagi seorang muslim, kita wajib bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat dan pemberian-permberian-Nya. Menyia-nyiakan makanan juga termasuk perbuatan menyia-nyiakan atau merusak harta, dan Nabi Shallallahu alaihi wasallam telah melarang perbuatan merusak harta tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah meridai tiga hal dan membenci tiga hal bagi kalian. Dia meridai kalian untuk menyembah-Nya, dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya, serta berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan tidak berpecah belah. Dia pun membenci tiga hal bagi kalian, menceritakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya, banyak bertanya, dan membuang-buang harta.” (HR. Muslim No. 1715)
Walhasil persoalan sampah tidak terlepas dari buruknya distribusi dalam sistem kapitalis yang diterapkan saat ini. Itu semua hanya akan bisa diselesaikan dengan penerapan Islam secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah. Wallahu a'lam bi ash shawab. []