Ketahanan pangan akan terwujud salah satunya dengan menutup keran impor demi terserapnya hasil panen petani, serta mendorong masyarakat untuk memaksimalkan lahan subur untuk area pertanian.
Oleh. Neni Nurlaelasari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Mirisnya, pemenuhan kebutuhan pangan Indonesia masih banyak bergantung pada produk impor. Saat ini, pemerintah sedang berusaha agar mampu mewujudkan swasembada pangan. Modernisasi pertanian menjadi salah satu cara yang diharapkan mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman tengah mengupayakan pengembangan teknologi di sektor pertanian. Melalui konsep pertanian modern, Mentan berharap bisa meningkatkan produksi pertanian dan menekan biaya produksi hingga 50 persen. Selain itu, program modernisasi pertanian pun diharapkan mampu mendorong generasi muda untuk menjadi petani. Hal ini disebabkan modernisasi pertanian meninggalkan cara manual dalam kegiatan bercocok tanam, pemberian pupuk, hingga panen agar bisa menjadi lebih efektif dan efisien. (Kumparan.com, 29-06-2024)
Langkah yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan kualitas sektor pertanian patut diapresiasi. Namun, apakah modernisasi pertanian satu-satunya solusi dalam mewujudkan swasembada pangan?
Kapitalisme Gagal Atasi Permasalahan Pangan
Ketahanan pangan merupakan hal penting bagi sebuah negara. Namun, upaya modernisasi pertanian bukanlah satu-satunya cara yang mampu menyelesaikan permasalahan pangan saat ini. Jika kita cermati, akar permasalahan pangan terletak pada derasnya produk impor, penguasaan lahan oleh oligarki, hingga minimnya peran negara di sektor pertanian.
Derasnya produk impor seperti beras impor yang masuk ke Indonesia, menjadikan negara tak mampu melindungi para petani, sebab harga beras impor lebih murah dibandingkan beras dari petani. Sementara itu, harga jual gabah di tingkat petani anjlok dan membuat petani rugi dikarenakan hasil panen lebih rendah daripada biaya produksi. Akhirnya, tak sedikit para petani yang beralih profesi karena tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Alhasil, swasembada pangan masih jauh dari harapan jika keran impor masih terbuka lebar.
https://narasipost.com/opini/04/2023/negeri-subur-swasembada-gula-sulit-terwujud/
Di sisi lain, penguasaan lahan oleh oligarki menjadikan lahan pertanian makin tergerus. Banyak lahan pertanian yang disulap oligarki menjadi bisnis perumahan, mall, dan berbagai bisnis lainnya. Sehingga, lahan pertanian yang ada semakin hari semakin sedikit. Ini terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme yang membuat pemilik modal berkuasa melakukan apa pun. Karena itu, para oligarki dengan mudah membeli lahan pertanian demi bisnis yang dijalankannya.
Di sisi lain, minimnya peran negara dalam sektor pertanian membuat swasembada pangan makin sulit. Seperti, sulitnya petani mendapatkan akses pupuk subsidi, mahalnya biaya bahan bakar untuk mesin traktor, serta mahalnya obat pestisida yang digunakan untuk melindungi tanaman dari hama. Minimnya peran negara tentu memberatkan para petani. Sebab, biaya produksi di sektor pertanian menjadi lebih mahal dibandingkan hasil panen.
Minimnya peran negara dalam sektor pertanian disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem yang menghalalkan pengelolaan sumber daya alam dikuasai swasta maupun asing, membuat negara tidak memiliki cukup dana untuk menyubsidi berbagai kebutuhan para petani. Akibatnya, petani berjuang sendiri membeli kebutuhan pertanian dengan harga yang mahal. Selain itu, negara dalam sistem kapitalisme menjadikan aspek untung rugi sebagai pijakan dalam melayani rakyat. Salah satunya terlihat dari terbatasnya akses petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Melihat fakta yang ada, lalu solusi apakah yang tepat untuk mengatasi permasalahan di sektor pertanian?
Islam Wujudkan Ketahanan Pangan
Islam sebagai agama yang sempurna, memiliki seperangkat aturan dalam memecahkan problematika manusia. Dalam sistem Islam, permasalahan pangan merupakan hal penting karena menyangkut kebutuhan seluruh rakyat. Negara dalam sistem Islam, akan melakukan berbagai upaya agar mampu mewujudkan swasembada pangan. Seperti menstabilkan harga pupuk agar terjangkau, melakukan penyuluhan pertanian, serta mendorong pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan hasil panen. Negara dalam Islam tidak akan kesulitan untuk menggelontorkan dana demi memaksimalkan sektor pertanian. Sebab, negara mempunyai banyak sumber pemasukan seperti hasil pengelolaan sumber daya alam, ganimah, fai, jizyah, dan lainnya.
Di sisi lain, negara akan menutup keran impor demi terserapnya hasil panen petani, serta mendorong masyarakat untuk memaksimalkan lahan subur untuk area pertanian. Melalui berbagai dukungan negara dalam sektor pertanian, maka akan menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda untuk berinovasi di bidang pertanian. Selain itu, dalam Islam lahan kosong atau lahan terbengkalai selama tiga tahun akan diambil negara, untuk diberikan kepada siapa pun yang mampu memaksimalkan lahan tersebut agar bisa produktif. Ini sebagaimana hadis Rasulullah saw.,
"Barang siapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Dengan pengaturan yang paripurna sesuai syariat Islam, maka negara akan bisa mewujudkan swasembada pangan. Negara dalam sistem Islam berfungsi melayani rakyat. Sebagimana hadis Rasulullah saw.,
"Imam/khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalisme dan beralih menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kaffah), agar permasalahan ketahanan pangan bisa diatasi secara tuntas. Wallahu a'lam bishawab.[]