Dokter Asing Diundang, Solusikah?

Dokter Asing diundang

Dalih pemerintah yang mengatakan negeri ini masih kekurangan dokter, sebenarnya bisa diselesaikan tanpa harus mendatangkan dokter asing.

Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Wacana untuk mendatangkan dokter asing ke Indonesia menuai pro kontra di kalangan masyarakat. Terlebih saat Profesor BUS (Budi Santoso) diberhentikan dari jabatan Dekan FK Unair (Universitas Airlangga) yang disinyalir merupakan imbas dari pernyataannya menentang kehadiran dokter asing. Meskipun saat ini Prof BUS sudah menduduki kembali jabatannya sebagai Dekan FK Unair, Rektor Unair tetap enggan bersuara mengenai alasan pemberhentian sebelumnya. (BBC.com, 8-7-2024)

Menkes Budi Sadikin justru mengatakan bahwa perspektif kedatangan dokter asing adalah untuk menyelamatkan nyawa manusia dan mempercepat peningkatan kemampuan serta kualitas dokter-dokter muda Indonesia. Budi berpendapat bahwa naturalisasi dokter asing akan memacu peningkatan kualitas dan standar dokter sebagaimana naturalisasi pemain sepak bola yang terbukti meningkatkan kualitas Timnas.

Ketua Kluster Kedokteran dan Kesehatan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, Iqbal Mochtar justru meragukan keputusan pemerintah ini. Iqbal ragu rencana ini dapat berjalan efektif dan sesuai target. Sebab ia mengatakan pangkal permasalahan di Indonesia hari ini adalah distribusi dokter yang tidak merata, khususnya di wilayah-wilayah pedalaman dan terpencil. Iqbal pun menyangsikan kesediaan dokter asing untuk di tempatkan di daerah pedalaman. (nasional.kompas.com, 9-7-2024)

Benarkah kehadiran dokter asing akan dapat menyelesaikan permasalahan kesehatan di negeri ini? Atau justru makin menambah keruwetan masalah negeri?

Alasan Pemerintah

Pemerintah berdalih kebijakan mendatangkan dokter asing ini adalah untuk mencapai ketetapan yang dibuat WHO yakni rasio antara dokter dan penduduk haruslah 1:1.000, sedangkan rasio dokter umum di Indonesia hanya sebesar 0,47 dari 1.000 penduduk. Adapun dokter spesialis, rasionya hanya 0,12 per 1.000 penduduk.

Jika penduduk Indonesia berkisar di angka 270 juta jiwa, maka masih diperlukan sekitar 140.000 lebih dokter lagi. Menkes juga menyebutkan sebanyak 500 puskesmas tidak memiliki dokter dan Indonesia juga masih kekurangan 29.000 dokter spesialis

Saat ini ada 226.190 dokter dengan perincian 173.247 dokter umum dan 52.843 dokter spesialis di Indonesia.

Keputusan yang Tidak Tepat

Keputusan pemerintah untuk menghadirkan dokter asing merupakan langkah yang tidak tepat di tengah kemelut problem kesehatan yang menimpa negeri.

Dalih pemerintah yang mengatakan negeri ini masih kekurangan dokter, sebenarnya bisa diselesaikan tanpa harus mendatangkan dokter asing. Seperti biasa, pemerintah hanya selalu berfokus pada besaran angka, bukan distribusi. Pasalnya distribusi dokter di wilayah Indonesia juga menjadi masalah yang belum teratasi.

Konsil Kedokteran Indonesia justru menyatakan bahwa per 24 April 2024, ada 59.422 dokter spesialis yang terdaftar dengan sebaran yang cukup jomplang. Terdapat lima provinsi yang memiliki sebaran dokter spesialis terbanyak, yakni Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara. Di Jakarta, jumlah dokter spesialis menembus angka 10.849 atau mencapai 18,3% dari populasi dokter spesialis, sedangkan di Sulawesi Barat, Maluku Utara, Kalimantan Utara, dan Papua merupakan empat provinsi dengan dokter spesialis paling rendah.

Buah dari Liberalisasi Kesehatan

Pemerintah tampaknya benar-benar serius akan merealisasikan niatnya ini. Beberapa waktu lalu, beberapa rumah sakit telah diminta untuk mengisi formulir keterangan akan kebutuhan terhadap dokter asing.

Kehadiran dokter asing ke Indonesia bukan merupakan rencana baru. Rencana ini sudah dicetuskan sejak bulan Juli tahun 2023 silam saat pemerintah mengesahkan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang membuka ruang bagi dokter asing untuk hadir ke Indonesia. Aturan itu tertuang pada pasal 248 hingga 257, yang menyatakan tenaga medis dan tenaga kesehatan asing yang dapat melakukan praktik di Indonesia hanya berlaku bagi tenaga medis spesialis dan subspesialis, serta tenaga kesehatan pada tingkat kompetensi tertentu setelah mengikuti evaluasi kompetensi.

UU Kesehatan ini sendiri merupakan buah dari liberalisasi kesehatan. Kesehatan dijadikan sebagai lahan profit bagi pemerintah dengan menyerahkan kesehatan pada mekanisme pasar bebas yang memang menjadi tuntutan bagi negara-negara GATS (General Agreement on Trade in Service) untuk memaksimalkan liberalisasi pada sektor bisnis, konstruksi, kesehatan, pariwisata, dan beberapa sektor lain.

Aroma cuan dari kesehatan juga tercium saat Jokowi pernah mengatakan bahwa kebiasaan masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri mengakibatkan pemasukan negara berkurang Rp180 triliun. Begitulah hubungan penguasa dan rakyat yang dibangun oleh kapitalisme, semuanya bersandar kepada keuntungan materi belaka.

Krisis Kesehatan Terus Terjadi

Krisis kesehatan yang terus terjadi di Indonesia mencakup dua faktor, yakni:

Pertama, penyebaran dokter yang tidak merata. Selama ini, dokter-dokter banyak terdistribusi di Pulau Jawa dan hanya di kota-kota besar. Sering kita temui fakta akan kurangnya fasilitas kesehatan termasuk keberadaan dokter di wilayah-wilayah terpencil. Harusnya, langkah yang dilakukan pemerintah adalah memastikan penyebaran dokter merata di seluruh wilayah dan sesuai kebutuhan. Pemerintah juga harus menjamin kelayakan hidup para dokter.

Kedua, mahalnya biaya pendidikan dokter. Tak sedikit generasi yang ingin menjadi dokter, tapi selalu terkendala pada biaya pendidikan yang sangat mahal.

Dokter Asing dalam pandangan Islam

Kesehatan adalah tanggung jawab penguasa. Pada dasarnya, Khilafah boleh saja memiliki dokter asing sebagaimana Rasul pernah menjadikan dokter yang dihadiahkan Raja Mesir sebagai dokter untuk umat.

Hanya saja, kehadiran dokter asing dalam Khilafah berbeda pandangan dengan negara kapitalsime. Khilafah akan mengizinkan kehadiran dokter asing apabila keberadaannya benar-benar dibutuhkan. Khilafah akan terlebih dulu memaksimalkan segala potensi yang dimiliki generasinya untuk mengatasi problem kesehatan.

Langkah Khilafah Mengatasi Problem Kesehatan

Setidaknya ada empat langkah yang akan dilakukan oleh Khilafah, yakni:

Pertama, pembudayaan hidup sehat, yakni dengan menekankan kebutuhan gizi harian, lebih banyak mengonsumsi buah, kebersihan, puasa sunah, dan lain-lain. Khilafah juga akan mewujudkan iklim ekonomi yang kondusif untuk merealisasikan budaya hidup sehat.

Kedua, pemajuan ilmu dan teknologi kesehatan dengan cara mendorong umatnya untuk melakukan inovasi kesehatan, membiayai, dan memfasilitasi para ilmuwan dan peneliti kesehatan.

https://narasipost.com/opini/03/2023/gelagat-kapitalisme-dalam-pengurusan-spesialisasi-dokter/

Ketiga, penyediaan infrastruktur dan layanan kesehatan yang memadai di seluruh wilayah.

Keempat, penyediaan pendidikan, Khilafah akan membangun fakultas-fakultas kedokteran dan akan mendidik para generasi yang memiliki minat dan ketertarikan untuk menjadi dokter tanpa biaya tinggi.

Kejayaan Kesehatan dalam Islam

Pada abad pertengahan, hampir seluruh kota besar dalam Khilafah memiliki rumah sakit besar. Di Kairo, rumah sakitnya mampu menampung hingga 8.000 pasien. Rumah sakit ini juga digunakan untuk pendidikan universitas dan riset.

Semua rumah sakit di Khilafah juga disertai dengan tes kompetensi bagi dokter dan perawat, aturan kemurnian obat, kebersihan dan kenyamanan ruangan, kesegaran udara, serta pemisahan pasien berdasarkan jenis penyakitnya.

Khatimah

Kehadiran dokter asing bukan solusi untuk mengatasi masalah kesehatan di Indonesia. Kehadiran mereka hanya merupakan tuntutan pasar bebas dan buah dari liberalisasi kesehatan.

Kesehatan bagi rakyat hanya akan terwujud secara sempurna saat negara ini mau menerapkan hukum Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiah.
Wallahu’alam bishowab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Arum Indah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Prof. BUS dan Liberalisasi Kesehatan
Next
Demokrasi Harapan Kosong
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram