Citra positif harus dibuktikan dengan terlaksananya tugas dan fungsi kepolisian dalam membentuk suatu masyarakat yang luhur, yakni dengan penjagaan keamanan dalam negeri.
Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Satu prestasi telah ditorehkan Polri lewat hasil survei Litbang Kompas terbaru. Dalam survei ini, terdapat perbaikan citra positif Polri sebagai institusi penegak hukum dengan angka yang fantastis mencapai angka puncak 73,1%.
Sebagaimana yang diungkap liputan6.com, direktur Eksekutif Pusat Studi dan Analisa Keamanan Indonesia (PUSAKA), Adhe Nuansa Wibisono, menyatakan bahwa prestasi ini karena kerja keras Polri yang selalu melakukan evaluasi internal, peningkatan profesionalitas, dan melakukan penegakan hukum yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Menurut Wibisono, Kapolri berperan penting dalam peningkatan citra positif ini karena memberlakukan konsep reward dan punishment kepada anggotanya.
Kapolri akan menindak tegas anggotanya yang melanggar kode etik dan memberikan penghargaan kepada anggotanya yang berprestasi. Selain itu, Kapolri juga memperkuat pengawasan publik terhadap kinerja Polri melalui aplikasi pengaduan langsung dari masyarakat melalui Dumas Presisi. Aplikasi ini menjadi sarana penghubung antara masyarakat dan kepolisian.
Keamanan Semakin Mahal
Hasil survei ini perlu mendapat apresiasi dari semua kalangan. Setidaknya ada upaya dari kepolisian untuk bisa lebih baik dari kinerja sebelumnya. Hanya saja jika berhubungan dengan prestasi kepolisian, maka seharusnya hubungannya dengan keamanan dalam negeri. Karena ini adalah salah satu tugas pokok dan fungsi kepolisian.
Berdasarkan UU No. 2/2002 tugas kepolisian antara lain memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan pada masyarakat. Dengan mengetahui tugas ini, maka yang menjadi parameter kinerja Polri adalah dari tertunaikannya tugas-tugas ini.
Dari sisi memelihara keamanan dan ketertiban, masih jauh panggang dari api. Tawuran pelajar, geng motor, dan tindak mengganggu ketertiban yang lain masih belum bisa dituntaskan oleh Polri. Demikian pula dengan rasa aman yang semakin terkikis, rasa was-was menyelimuti warga, nyawa seolah tak ada harga, tindak kriminal semakin merajalela.
Dari sisi menegakkan hukum, ada banyak kasus kriminal yang menggantung seperti kasus Marsinah, Munir, dan sekarang Vina. Kasus-kasus ini hanya sebagian yang mencuat ke media, sementara yang tak terendus bisa lebih banyak lagi. Dalam sebuah kesempatan diskusi dengan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang yang sedang magang di kepolisian, mereka menceritakan berbagai kasus yang masuk ke kepolisian setiap hari sangat banyak, tetapi kepolisian tak bisa menindaklanjuti karena birokrasi yang rumit dan kewenangan yang saling berkelindan. Sebagian besar kasus tidak bisa ditangani dan tidak bisa terjerat hukum salah satunya karena tidak ada pelapor. Jika menegakkan hukum menunggu adanya pelapor, korban kriminal tidak akan mendapat keadilan.
https://narasipost.com/opini/09/2022/duhai-polri-tubuhmu-kian-keropos/
Dua tugas di atas berkorelasi dengan tugas yang ketiga yaitu memberikan perlindungan, mengayomi, dan melayani masyarakat. Jika yang dimaksud perlindungan hanya pada korban tindak kriminal, barangkali sudah dilakukan. Tetapi bagaimana dengan perlindungan kepada warga sipil atas keselamatan jiwa, harta, dan kehormatannya? Maka, hal ini masih menjadi PR besar bagi kepolisian di negeri ini.
Seharusnya institusi Polri fokus pada pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya menjaga keamanan dalam negeri, bukan menebar citra melalui hasil survei. Survei tidak bisa menjadi satu-satunya ukuran keberhasilan. Jika survei tersebut sesuai atau mendekati fakta, maka bisa dijadikan acuan keberhasilan. Tetapi jika hasil survei berkebalikan dengan fakta yang ada, maka sebaiknya menjadi koreksi bersama.
Penjagaan Negara yang Harus Dilakukan
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, setidaknya ada delapan hal yang harus dilakukan oleh negara untuk mewujudkan masyarakat yang luhur dan sejahtera. Delapan penjagaan itu meliputi pemeliharaan atas agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara nasab atau keturunan, memelihara harta, memelihara kehormatan, memberikan keamanan, dan memelihara keutuhan negara.
Islam sebagai sebuah ideologi menetapkan aturan dan hukum-hukum yang harus diterapkan oleh negara agar kedelapan penjagaan tersebut dapat dilakukan dengan baik. Dari sisi memberikan keamanan, maka ada dua hal yang menjadi aspek keberhasilan penjagaan keamanan yaitu lembaga negara dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya.
Departemen Keamanan dalam Negeri Daulah Islam
Keamanan dalam Negeri Daulah Islam ditangani satu departemen yang di sebut Departemen Keamanan dalam Negeri. Departemen ini mengurusi segala bentuk gangguan keamanan dan penjagaan keamanan dalam negeri dengan satuan kepolisian yang dimilikinya. Departemen ini berhak menggunakan satuan kepolisian kapan pun dan seperti apa yang diinginkannya.
Jika dengan satuan kepolisian ini belum mencukupi untuk menjamin keamanan atau menyelesaikan masalah keamanan dalam negeri, maka departemen ini wajib menyampaikan kepada khalifah untuk mengerahkan pasukan militer guna membantu Departemen dalam Negeri. Hanya saja permintaan ini tidak mengikat khalifah.
Khalifah boleh menolak dan memerintahkan Departemen dalam Negeri mencukupkan diri dengan kepolisian yang ada atau bisa juga menerimanya, tergantung pandangan khalifah tentang masalah tersebut.
Beberapa hal yang mungkin mengganggu keamanan dalam negeri, seperti :
1. Murtad dari Islam dan Bugat
Jika seseorang yang murtad, maka Departemen Keamanan dalam Negeri akan melakukan tindakan sebagaimana yang ditentukan syariat. Mereka akan dinasihati dan diberi waktu selama tiga hari. Jika ia kembali kepada Islam, maka tidak ada masalah. Namun, jika dia tidak bersedia kembali, maka dijatuhi hukuman bunuh. Yang melaksanakan hukuman bunuh ini adalah Departemen Keamanan dalam Negeri.
Jika yang murtad adalah sekelompok orang, tentunya ini akan menimbulkan keresahan di tengah-tengah umat. Maka Departemen Keamanan dalam Negeri melakukan surat-menyurat atau negosiasi dengan kelompok ini dalam rangka menasihati agar kembali kepada Islam. Jika mereka menolak, maka mereka diperangi.
Jika jumlah kepolisian mencukupi untuk menyelesaikan masalah ini, maka cukup dengan kepolisian yang ada. Jika tidak mencukupi dan dibutuhkan kekuatan militer yang lebih besar, maka Departemen Keamanan dalam Negeri harus menyampaikan kepada khalifah.
Demikian pula tentang bugat. Jika sekelompok orang yang bugat tidak bersenjata, hanya sebatas pengrusakan, penghancuran, demonstrasi, menimbulkan kekacauan, maka Departemen Keamanan dalam Negeri mencukupkan dengan kepolisian yang ada. Sementara jika bersenjata, menduduki sebuah tempat dan tidak cukup hanya dengan kepolisian saja yang menyelesaikan, maka Departemen Keamanan dalam Negeri meminta kepada khalifah untuk mengirim pasukan untuk memerangi mereka dengan perang yang tidak menghancurkan tetapi perang yang bersifat mendidik.
2. Al Hirabah (perompakan)
Yang termasuk dalam perompakan adalah pembegalan di jalan untuk merampas harta milik orang hingga membunuh. Untuk kasus seperti ini, Departemen Keamanan dalam Negeri mengirimkan satuan kepolisian untuk mengusir dan menjatuhi hukuman berupa hukuman mati, penyaliban, hingga diasingkan ke suatu tempat. Hal ini sesuai dengan firman Allah surah Al-Maidah ayat 33:
إِنَّمَا جَزَٰٓؤُاْ ٱلَّذِينَ يُحَارِبُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَسۡعَوۡنَ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوٓاْ أَوۡ يُصَلَّبُوٓاْ أَوۡ تُقَطَّعَ أَيۡدِيهِمۡ وَأَرۡجُلُهُم مِّنۡ خِلَٰفٍ أَوۡ يُنفَوۡاْ مِنَ ٱلۡأَرۡضِۚ ذَٰلِكَ لَهُمۡ خِزۡيٞ فِي ٱلدُّنۡيَاۖ وَلَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ٣٣
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”
3. Penyerangan terhadap harta (mencuri, merampas, merampok, penggelapan dana), jiwa (pemukulan, pencideraan, pembunuhan), dan kehormatan (pemerkosaan, qadzaf)
Dalam kasus semacam ini, keamanan dalam negeri dengan satuan kepolisian yang dimiliki akan mewaspadai, menjaga, dan melakukan patroli untuk mencegah kejahatan ini terjadi. Jika terjadi tindak kriminal semacam ini, maka Departemen Keamanan dalam Negeri menerapkan hukuman sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh qadhi sesuai dengan ketetapan syariat, yaitu memotong tangan jika mencuri sudah sampai nisab, memenjarakan jika pelanggaran ringan, hingga kisas terhadap kejahatan yang dilakukan.
Khatimah
Dengan mekanisme ini, keamanan di dalam Daulah Islam bukan sesuatu yang mahal. Keamanan dalam negeri bukan suatu impian, tetapi bisa menjadi kenyataan dengan tugas dan fungsi yang jelas, mekanisme kerja yang cepat dan profesional, tidak sekadar pencitraan. Wallahu a'lam bishawab.[]
Masyaallah, kepolisian dalam Islam benar-benar berfungsi sebagai pengayom dan penjaga keamanan dalam negeri.