Investasi saham adalah aktivitas lumrah dalam sistem kapitalisme. Aktivitas ini bahkan menjadi gaya hidup masyarakat karena iming-iming keuntungan besar.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com- Saham dan pasar saham menjadi bagian tak terpisahkan dalam sistem kapitalisme. Perdagangan saham pun menjadi bisnis nan menggiurkan karena menjanjikan keuntungan berlipat ganda dalam waktu singkat. Ratusan juta hingga miliaran rupiah dana terus mengalir dari bisnis spekulasi tersebut. Banyak orang yang akhirnya mempertaruhkan hartanya dengan membeli saham demi mereguk keuntungan besar.
Dikutip dari laman berita liputan6.com (22-6-2024), baru-baru ini aksi pembelian saham BBRI juga dilakukan oleh sejumlah jajaran Direksi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Berdasarkan data keterbukaan informasi (20-6-2024), beberapa direksi sampai mengeluarkan kocek ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk membeli saham BBRI. Beberapa nama dari jajaran direksi yang ikut memborong saham BBRI yaitu Direktur Utama BRI, Sunarso; Direktur Bisnis Konsumer BRI, Handayani; dan Direktur Commercial, Small, and Medium Business BRI, Amam Sukriyanto.
Selain mereka, jajaran direksi lain dari bank pelat merah tersebut juga ikut membeli untuk menambah kepemilikan sahamnya. Mereka adalah Direktur Keuangan BRI, Viviana Dyah Ayu; Direktur TI, Arga M. Nugraha; Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto; dan Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari. Lantas, mengapa para direksi dari bank pelat merah tersebut ramai-ramai melakukan aksi borong saham? Bagaimana sejatinya proses muamalah atau jual beli saham saat ini? Bagaimana pula pandangan Islam tentang bisnis jual beli saham?
Potensi Kenaikan Harga Saham
Maraknya aksi borong saham ternyata bukan tanpa alasan. Hal ini disebabkan adanya indikasi kenaikan harga saham yang lebih besar setelah memperhitungkan berbagai risiko bisnis. Prospek kenaikan harga saham BBRI juga dipaparkan oleh Analis RHB Sekuritas, Andrey Wijaya dan David Chong dalam sebuah risetnya. Andrey dan David menyebut jika bank pelat merah, BBRI, telah mengalami pencapaian kinerja yang menarik yang mana pertumbuhan di sektor perbankan tersebut disebut paling cepat dan menjadi yang tertinggi di antara perbankan Big Caps lainnya.
Mengutip data laporan keuangan, sepanjang empat bulan pertama tahun 2024, bank pelat merah tersebut tercatat telah berhasil meningkatkan pertumbuhan laba tercepat. Untuk kinerja Januari–April (4M24), perolehan laba BBRI tercatat meningkat 4,5 persen secara year on year/yoy (tahunan). Peningkatan tersebut juga didorong oleh pertumbuhan pinjaman yang kuat yakni sebesar 12 persen yoy serta efektivitas biaya kredit. Perolehan laba sebesar 4,5 persen (selama empat bulan pertama) atau setara 28 persen untuk sepanjang tahun, juga sejalan dengan harapan para analis untuk mempertahankannya. (cnbcindonesia.com, 12-6-2024)
Potensi menarik inilah yang membuat RHB Sekuritas mempertahankan dan merekomendasikan Buy, bukan Sell. Potensi kenaikan tersebut bahkan ditargetkan bisa mencapai Rp6.300/saham atau sebesar 40 persen. Setali tiga uang dengan RHB Sekuritas, sebanyak 33 analis lainnya juga sepakat untuk merekomendasikan Buy/Beli saham berdasarkan kesepakatan Bloomberg.
Rekomendasi dari para analis pula yang membuat jajaran Direksi BRI memanfaatkannya dengan memborong saham BBRI. Aksi borong saham tersebut tentu memiliki satu harapan bahwa harga saham tersebut akan melonjak dan pada akhirnya akan berbuah keuntungan.
Fakta Perdagangan Saham di Bursa Saham
Aktivitas muamalah sejatinya selalu terjadi dalam setiap masa. Namun, saat kaum muslim hidup dalam sistem kapitalisme, segala aktivitas dilakukan tanpa timbangan syariat, termasuk aktivitas ekonominya. Salah satu muamalah yang jauh dari timbangan syariat adalah aktivitas jual beli saham.
Sebagai informasi, dalam pasar modal ada beberapa instrumen yang diperdagangkan, mulai dari saham, obligasi, surat-surat berharga, dan instrumen turunan lainnya (seperti reksa dana, opsi, dll.). Pasar modal sendiri merupakan tempat bagi perusahaan untuk mendapatkan modal secara umum.
Ada beberapa pelaku yang terkait dengan pasar modal, yaitu emiten (badan usaha/PT), perantara emisi, badan pelaksana pasar modal, bursa efek, perantara perdagangan efek, dan investor (pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk efek dengan membeli atau menjual kembali efek tersebut).
https://narasipost.com/opini/02/2024/bahaya-investasi-saham/
Jual beli saham dan surat-surat berharga lainnya dilakukan di sebuah tempat bernama bursa efek. Secara umum, "bursa" bermakna tempat perdagangan, sedang "efek" merupakan surat-surat berharga yang diperdagangkan. Proses jual beli atau perdagangan efek di pasar modal sendiri dilakukan melalui dua tahapan, yaitu tahapan pasar perdana dan pasar sekunder.
Pasar perdana merupakan proses penjualan saham oleh emiten kepada para investor. Proses ini dilakukan pada saat terjadi penawaran umum perdana. Dari proses penjualan saham di pasar perdana inilah pihak emiten memperoleh dana yang dibutuhkan.
Setelah pasar perdana berakhir kemudian akan beralih pada pasar sekunder, di mana para investor yang sudah membeli saham dari emiten akan menjual kembali saham tersebut kepada investor lainnya. Hal ini dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga saham ataupun demi menghindari kerugian. Proses transaksi yang dilakukan pun tidak secara langsung dalam bursa, melainkan melalui pihak perantara.
Saham sendiri merupakan surat berharga yang menjadi bukti penyertaan modal pada perusahaan yang telah menerbitkannya. Namun, saham tidaklah berdiri sendiri. Ada beberapa aktivitas yang berkaitan secara langsung dengan saham, yaitu pasar saham sebagai tempat dilakukannya aktivitas jual beli saham dan perseroan terbatas (PT) sebagai pihak yang menerbitkan saham tersebut. Inilah rutinitas yang terjadi setiap harinya di bursa efek.
Hukum Jual Beli Saham dalam Islam
Aktivitas perdagangan seharusnya dilakukan dengan mempertimbangkan banyak faktor, bukan semata-mata berburu keuntungan. Terkait perdagangan saham, misalnya, ada beberapa hukum yang menyertainya. Jika perdagangan saham dilakukan oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang haram (seperti riba, miras, judi, pornografi, dan yang sejenisnya), maka memperdagangkannya adalah haram. Para ahli fikih pun tidak memiliki perbedaan terkait hal ini.
Sementara itu, memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang halal, hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Sebagian ulama membolehkannya dengan syarat dapat terpenuhinya rukun dan syarat jual beli, seperti saham yang dijual sudah sah dimiliki, saat terjadi akad harga sahamnya sudah fixed, dan tidak ada garar. Namun, sebagian ulama tetap mengharamkannya meski sebuah perusahaan bergerak dalam bidang usaha yang halal.
Hal ini karena keharamannya tidak semata terletak pada terpenuhinya syarat dan rukun jual beli. Namun, ada hal yang lebih mendasar dari itu yaitu karena perusahaan atau badan usaha yang mengeluarkan saham tersebut tidak sah dalam pandangan Islam. Salah satu ulama yang tetap mengharamkannya adalah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani. Ada beberapa alasan terkait tidak sahnya sebuah PT, yaitu tidak terpenuhinya akad syirkah dalam Islam, tidak adanya unsur badan (pengelola), adanya perseroan terbatas (PT) yang bersifat permanen yang nyata bertentangan dengan Islam.
Jika dikaji secara mendalam, aktivitas jual beli saham sejatinya memiliki dampak buruk bagi sebuah negara. Pada aktivitas jual beli di pasar sekunder misalnya, ada beberapa bahaya yang mengancam, utamanya dalam bidang ekonomi.
Pertama, serupa perjudian. Perjudian adalah aktivitas yang di dalamnya hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Harus dipahami bahwa dalam perjudian tidak mungkin semua orang yang berjudi akan mendapat kemenangan, kecuali jika tren grafik harga sahamnya selalu menunjukkan kenaikan. Sayangnya hal itu adalah sesuatu yang nyaris mustahil terjadi. Ini pula yang terjadi dalam jual beli saham.
Kedua, adanya potensi penjajahan ekonomi. Dengan dalih investasi, para investor akan menyedot dan menguasai SDA negeri-negeri muslim melalui bursa saham. Satu hal yang harus diingat bahwa investasi dalam bursa saham bukanlah investasi sesungguhnya atau riil. Tidak ada niat bagi para investor untuk memiliki atau mengelola perusahaan, apalagi membangun dan mengembangkannya.
Satu-satunya tujuan para investor adalah mendapatkan laba atau keuntungan dalam jumlah besar ketika terjadi lonjakan harga saham, tentu saja dengan waktu yang singkat. Andaipun terjadi lonjakan harga, itu bukanlah hal yang alami. Ada rekayasa pasar modal sedemikian rupa agar lonjakan harga terjadi. Dari uraian tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa jual beli saham di pasar modal adalah haram, walaupun bidang usaha yang dihasilkan adalah halal.
Muamalah dalam Islam
Aktivitas muamalah yang menabrak rambu-rambu syariat tentu tidak ada dalam sistem Islam. Hal ini terjadi karena perbuatan seorang muslim sejatinya selalu terikat hukum syariat, baik dalam skala individu, masyarakat, maupun negara, termasuk dalam muamalah. Muamalah yang sejalan dengan syariat Islam telah diterapkan selama berabad-abad yang lalu oleh Rasulullah saw. dan dilanjutkan para khalifah setelahnya.
Dalam naungan Khilafah, berbagai muamalah jelas dilakukan berdasarkan timbangan syariat, yaitu selalu merujuk pada halal dan haram. Setiap pedagang diperintahkan untuk mengetahui hukum-hukum muamalah sebelum melakukan aktivitas perdagangan. Hal ini dilakukan agar umat tidak terjerumus dalam akad-akad batil dan dosa riba. Khalifah Umar bin Khaththab pun pernah melarang pada pedagang di mana pun masuk dan berdagang ke pasar kaum muslim jika mereka tidak memahami hukum-hukum muamalah.
Bagi siapa pun yang melakukan aktivitas perdagangan dengan cara yang haram maka Allah mengancamnya dengan tegas dan akan memasukkan mereka ke dalam neraka. Peringatan tersebut tertuang dalam hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Ahmad,
وَلَا يَكْسِبُ عَبْدٌ مَالًا مِنْ حَرَامٍ، فَيُنْفِقَ مِنْه فَيُبَارَكَ لَهُ فِيهِ، وَلَا يَتَصَدَّقُ بِهِ فَيُقْبَلَ مِنْهُ، وَلَا يَتْرُكُ خَلْفَ ظَهْرِهِ إِلَّا كَانَ زَادَهُ إِلَى النَّارِ
Artinya: "Tidaklah seorang hamba mencari harta yang haram, lalu membelanjakannya lantas ia diberkahi, tidaklah ia bersedekah lantas diterima darinya, dan tidaklah ia meninggalkan di belakang punggungnya (mewariskan harta itu) melainkan akan menambahnya ke neraka."
Khatimah
Investasi saham adalah aktivitas lumrah dalam sistem kapitalisme. Aktivitas ini bahkan menjadi gaya hidup masyarakat karena iming-iming keuntungan besar. Namun, berdagang dengan sesuatu yang diharamkan bukanlah karakter seorang muslim. Selain akan terperosok dalam dosa riba, kerugian nonmateri yang diperoleh jauh lebih besar. Bagi seorang muslim, bisnis atau usaha apa pun yang akan dijalankan seharusnya berpikir lebih dahulu tentang kehalalannya. Sebesar apa pun keuntungan yang diperoleh dari bisnis haram sejatinya hanya akan mengantarkan pelakunya pada kebinasaan. Saatnya umat muslim kembali pada muamalah syar'i yang dengannya akan mengantarkan manusia pada keberkahan di dunia dan akhirat.
Wallahua'lam bishawab.[]
#MerakiLiterasiBatch2
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah
Jazakillah atas tulisannya. Jadi makin tahu apa itu bursa efek dan serba-serbinya
Para kapitalis itu ga sabar nunggu bunga dari bank, lanjut main saham karena keuntungannya diperoleh dengan jangka waktu yang lebih cepat. Itulah karakter kapitalis, tidak pernah puas dan selalu lapar pada dunia. Ngeri ya jika melihat dari kaca mata Islam, tumpukan harta itu jadi beban berat di punggung-punggung mereka.
Betul mbak, memang seperti itu karakter para kapitalis.