"Masih dominannya dolar AS meski telah dilakukan upaya dedolarisasi oleh beberapa negara menunjukkan bahwa tidak mudah menggulingkan dolar AS dari singgasananya. Hal ini tidak terlepas dari posisi geopolitik AS sebagai negara adidaya dunia. Dedolarisasi akan efektif jika berlaku masif dan dalam skala luas."
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Selama ini, dolar Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai mata uang nomor satu di dunia. Dolar AS menjadi standar bagi mata uang lainnya dan bahkan menjadi mata uang cadangan internasional yang utama. Selama ini, dolar AS menjadi mata uang yang paling banyak digunakan dalam transaksi internasional. Namun, masa-masa kejayaan dolar AS sepertinya tidak berlangsung lama.
Dahulu, sebelum dolar AS merajai dunia, mata uang yang paling berkuasa adalah poundsterling, karena luasnya dominasi kolonialisme Inggris. Namun, seiring dengan berkurangnya wilayah jajahan Inggris (dekolonisasi Inggris), sinar poundsterling pun sirna.
Adapun dolar AS, kini beberapa pihak memprediksi bahwa akhir kejayaannya makin dekat. Salah satunya adalah bankir ternama di Rusia, Andrei Kostin. Dia mendasarkan analisisnya pada menguatnya yuan. CEO VTB Bank ini mengungkapkan, krisis yang kini terjadi telah membawa perubahan besar terhadap ekonomi dunia. Cina disebut-sebut menempati posisi ekonomi teratas.
Kostin mengatakan kepada Reuters (11/6/2023), "Era sejarah panjang dominasi dolar Amerika akan segera berakhir. Saya pikir waktunya telah tiba ketika Cina secara bertahap akan menghapus pembatasan mata uang." Kondisi ini, menurut Kostin, laksana perang panas yang lebih berbahaya dari perang dingin, karena AS dan Uni Eropa tidak bisa lagi mengancam Rusia agar menggunakan dolar.
Kini, banyak negara di dunia mengubah transaksi internasionalnya, yaitu untuk sementara waktu tidak menggunakan dolar AS maupun euro. Kesempatan ini dimanfaatkan Cina untuk membatasi dan menghapus penggunaan dolar AS di negaranya.
Saat ini, Cina tengah membuat kebijakan agar Yuan bisa dikonversi ke mata uang lain, atau melakukan transaksi antarmata uang dengan negara lain. Menurut Kostin, Cina menyadari, dirinya tidak akan menjadi kekuatan ekonomi dunia nomor satu jika masih mempertahankan yuan sebagai mata uang yang tidak bisa dikonversi (CNNIndonesia.com, 11-6-2023).
Dedolarisasi
Sementara itu, bankir ternama AS, JPMorgan menyebut bahwa tanda-tanda dedolarisasi tengah berlangsung dalam ekonomi global. Dedolarisasi adalah upaya penggantian dolar AS sebagai mata uang dalam transaksi internasional untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Kelompok negara BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan gencar melakukan dedolarisasi.
Indonesia juga sudah melakukan dedolarisasi sejak 2018. Indonesia melakukan local currency settlement (LCS) yaitu transaksi bilateral dengan mata uang masing-masing negara dengan Malaysia dan Thailand (CNBCIndonesia.com, 6-5-2023). Menteri Keuangan, Sri Mulyani menilai dedolarisasi akan berdampak secara global, bukan hanya terhadap Amerika Serikat. Menurutnya, dedolarisasi dipicu oleh fragmentasi geopolitik global (Katadata.co.id, 22-5-2023).
Meski berbagai upaya dedolarisasi dilakukan oleh sebagian negara di dunia, tetapi nyatanya hingga hari ini dolar AS masih menjadi raja mata uang dunia. Memang betul bahwa tingkat penggunaan dolar dalam transaksi keuangan internasional mengalami penurunan, tetapi hingga kini dolar AS masih menjadi mata uang yang paling banyak digunakan. Walhasil, meski tidak lagi kekar, dolar AS masih merupakan yang terkuat.
Data IMF menyebutkan bahwa share cadangan devisa global berdenominasi dolar AS memang turun dari 71% pada 2000 menjadi 58% pada 2022. Namun, share dolar AS tetap yang terbesar jika dibandingkan dengan euro yang hanya 20% atau yuan yang hanya 2% (CNBCIndonesia.com, 26-5-2023).
Padahal, berkuasanya dolar AS berdampak buruk pada ekonomi dunia. Sistem fiat money yang mengambang bebas telah menjadikan mata uang dunia tidak stabil dan rentan terhadap krisis global. Masih dominannya dolar AS meski telah dilakukan upaya dedolarisasi oleh beberapa negara menunjukkan bahwa tidak mudah menggulingkan dolar AS dari singgasananya. Hal ini tidak terlepas dari posisi geopolitik AS sebagai negara adidaya dunia. Dedolarisasi akan efektif jika berlaku masif dan dalam skala luas.
Dinar Dirham
Sesungguhnya negeri-negeri muslim terbentang dari Nusantara, India, Pakistan, Timur Tengah, sebagian Cina, negara-negara Stan (Asia Tengah), Sudan, Mesir, Maroko, Bosnia, hingga Spanyol di Eropa. Jumlah muslim di bumi mencapai dua miliar penduduk yang tersebar di lebih dari 50 negara. Jika semua negeri ini sepakat meninggalkan dolar AS dan menggunakan mata uang Islam yaitu dinar (emas) dan dirham (perak), keperkasaan dolar akan goyah dan bisa saja tumbang.
Namun, perlu diingat bahwa aksi serentak negeri-negeri muslim untuk melakukan dedolarisasi tidak akan pernah terwujud ketika mereka masih tersekat-sekat oleh nasionalisme. Dunia Islam akan bisa berpengaruh pada ekonomi global jika mereka bersatu dalam satu institusi politik global, yaitu Daulah Khilafah Islamiah. Kita lihat, Eropa saja bersatu dalam Uni Eropa, lima negara BRICS juga merasa perlu bersatu. Walhasil, dunia Islam juga harus bersatu secara politis agar bisa menjadi negara adidaya mengungguli AS.
Dengan bersatu dalam satu negara Khilafah, dunia Islam akan menerapkan mata uang dinar dirham yang terbukti stabil. Hal ini akan mengurangi penggunaan dolar AS secara drastis dan memunculkan raksasa ekonomi baru yaitu Khilafah. Ini bukan hal yang mustahil bagi Khilafah, karena dulu sudah pernah terealisasi. Sebelum era fiat money sebagai konsekuensi penghapusan perjanjian Bretton Woods pada 15 Agustus 1971, emas menjadi standar mata uang dunia. Barulah ketika Bretton Woods dihapuskan, dolar menjadi raja mata uang dunia.
Walhasil, dinar dan dirham akan bisa bersinar menggantikan dolar AS sebagai raja mata uang dunia asalkan dunia Islam bersatu dalam institusi Khilafah. Insyaallah hal ini tidak akan lama lagi terwujud asalkan kita istikamah mendakwahkannya. Ketika Khilafah tegak, janji Allah dalam QS. An-Nur: 55 akan terwujud. Allah Swt. berfirman, "Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kalian yang beriman dan beramal saleh bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa."
Wallahua'lam bi ash-shawab.[]
Baca judulnya aja udh nendang, apalagi isinya... Mantap
Yups aksi serentak negeri-negeri muslim untuk melakukan dedolarisasi tidak akan pernah terwujud ketika mereka masih tersekat-sekat oleh nasionalisme. Itulah sebabnya haruslah hendaknya kita saat ini menerapkan sistem Islam secara menyeluruh agar bisa menghadapi setiap permasalahan yang ada.
Sudah jadi rahasia umum jika mata uang dengan standar kertas sangat mudah mengalami fluktuatif dan rawan krisis. Upaya dedolarisasi juga tidak akan berdampak signifikan jika kapitalisme masih didekap dan diagungkan. Karenanya butuh institusi negara yakni Khilafah untuk mengganti dolar dengan dinar dan dirham.
Benar, memang butuh kesatuan negeri-negeri muslim untuk bersatu dalam Daulah Islam agar dolar bisa tergantikan dengan dinar dirham.
Selama negeri-negeri Islam belum bersatu, maka akan sulit menjadikan Dinar dan dirham sebagai mata uang. Semoga janji Allah segera terwujud. Aamiin.
Setuju, dedolarisasi tak akan pernah berhasil manakala dunia masih dikuasai oleh AS, tetapi akan efektif jika negeri2 Islam bersatu dalam kesatuan politiknya yaitu Khilafah dengan uang dinar dan dirham sebagai mata uang dunia.
Dolar AS turun drastis, Dinar dan dirham melejit
Nasionalisme hanya membuat upaya dedolarisasi tidak akan maksimal