Bioetanol dalam Desain Energi Global

"Semua kebijakan ini hanya untuk memenuhi permintaan menu makan siang para kapitalis. Kebijakan ini dibuat tanpa memikirkan rakyat dan dampaknya. Alih-alih memudahkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan BBM-nya, adanya justru semakin membebani."

Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pemerintah terus berupaya untuk mengurangi ketergantungan pada minyak berbahan baku fosil. Bila sebelumnya Solar direkayasa menjadi Biosolar, kali ini Pertamax yang mendapat giliran. Pertamax akan dibaur dengan etanol menjadi Bioetanol. Komposisinya‏ terdiri dari 95% Pertamax dan 5% etanol. Dengan komposisi seperti ini, Bioetanol diklaim lebih ramah lingkungan karena tidak sepenuhnya menggunakan bahan bakar fosil.

Rencananya, Pertamina akan memperkenalkan dan menjual Bioetanol pada bulan Juni ini. Tentang harganya, Nicke Widyawati selaku Direktur Utama Pertamina tidak berkenan membocorkannya kepada publik. Namun, dipastikan harganya lebih mahal dari Pertamax. (finance.detik.com, 9/6/2023)

Pernyataan Nicke Widyawati tentu mengundang banyak tanya. Apa itu Bioetanol? Mengapa harganya lebih mahal, sedangkan Bioetanol ini konon bisa dibuat siapa saja dengan teknologi sederhana? Bila harga Bioetanol mahal dan tidak terjangkau masyarakat luas, kebijakan ini dibuat untuk siapa? Bagaimana solusi tuntas mengatasi masalah BBM ini?

Lebih Dekat dengan Bioetanol

Bioetanol adalah bahan bakar cair yang diproduksi melalui fermentasi biomassa dengan bantuan mikroba. Sebagian besar tanaman yang kaya selulosa, seperti tebu, jagung, kedelai, gandum, dan singkong dapat diolah menjadi etanol. Bahan bakar ini juga dapat diperoleh dari limbah kayu dan yang terbaru adalah alga. Sebagai bahan bakar terbarukan, Bioetanol kandungan oksigennya sebesar 35% sehingga berpotensi untuk mengurangi emisi karbon.

Penggunaan Bioetanol pada kendaraan memiliki beberapa keunggulan, yakni angka oktannya tinggi (108) dan titik didihnya rendah. Dengan angka oktan yang tinggi, kinerja mesin semakin efisien. Namun, ada juga kerugian yang ditimbulkan dari pemakaian Bioetanol ini. Karena kerapatan energi volumetriknya rendah, Bioetanol cenderung boros pemakaiannya.

Bioetanol juga berpotensi menimbulkan korosi pada jenis logam tertentu. Pada suhu rendah, Bioetanol murni sulit menguap. Oleh sebab itu, Bioetanol biasanya dicampur dengan bensin untuk mempercepat pemanasan, persis yang dilakukan Pertamina.

Kritik Penggunaan Bioetanol

Penggunaan Bioetanol yang diklaim dapat membantu mengurangi emisi karbon, memiliki beberapa kritik.

Pertama, harga yang relatif lebih mahal dari bahan bakar fosil. Hal ini dipengaruhi oleh faktor biaya produksi dan perhitungan laba. Dikutip dari Tansportenvironment.com (30/6/2022), biaya produksi Bioetanol di Eropa bisa 70% hingga 130% lebih tinggi daripada bensin tergantung pada bahan baku yang digunakan. Adapun harga bahan bakunya bergantung pada luas tanam, hasil panen dan kondisi panen, serta dinamika pasar yang semuanya fluktuatif.

Akan tetapi, mahalnya Bioetanol Indonesia bukan karena tingginya biaya produksi, tetapi kurangnya ketersediaan barang. Dilansir oleh Katadata.co.id (8/6/2023), total kebutuhan selama masa uji coba tahap I di Jakarta dan Jawa Timur sebesar 696 ribu kiloliter per tahun. Namun, pada faktanya total produksi PT Energi Agro Nusantara (Enero) baru 40.000 kiloliter per tahun.

Menilik kasus-kasus sebelumnya, kekurangan ini bisa jadi akan ditutupi dengan impor dari negara penghasil etanol terbesar di dunia, seperti Amerika Serikat, Brasil, dan Prancis. Kemungkinan lainnya adalah menggenjot berdirinya pabrik-pabrik etanol baru yang mampu berproduksi dalam skala besar. Jika ini menjadi pilihan, maka dibutuhkan minimal 20 pabrik yang mampu berproduksi 35 ribu kiloliter per tahun.

Kedua, diperlukan lahan luas. Untuk menghasilkan ratusan ribu kiloliter Bioetanol , tentu dibutuhkan puluhan ribu hektar lahan pertanian. Pembukaan ribuan hektar lahan baru ini dapat menyebabkan deforestasi, pengurangan keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim. Deforestasi dapat mengganggu habitat alami hewan dan tumbuhan di hutan. Tidak itu saja, deforestasi bisa merusak keseimbangan ekosistem bahkan memicu perubahan iklim.

Ketiga, krisis pangan. Bahan baku Bioetanol adalah bahan pangan. Jika ketersediaan bahan pangan menurun karena lebih banyak digunakan untuk produksi Bioetanol, harga makanan bisa naik dan masyarakat yang dirugikan, seperti kritik yang disampaikan oleh Maik Marahrens, juru bicara biofuel senior T&E. Menurutnya, bioenergi lebih buruk untuk iklim, lebih buruk bagi keanekaragaman hayati, dan berkontribusi pada naiknya harga pangan.

Penggunaan Bioetanol telah memberikan beban keuangan yang lebih tinggi kepada rumah tangga di Eropa. Maik Marahrens menyarankan Uni Eropa untuk mengakhiri penggunaan Bioetanol bila berkomitmen menggunakan teknologi yang benar-benar berkelanjutan. (transportenvironment.com, 30/6/2022)

Keempat, petani kecil paling dirugikan. Bila harga bahan pangan naik, petani yang luasan lahannya sempit, tidak akan mendapatkan keuntungan dari peningkatan harga. Penyebabnya adalah mereka tidak akan mampu bersaing dengan korporasi di bidang pertanian.

Bioetanol dalam Desain Energi Sistem Kapitalisme

Paparan di atas kiranya cukup mewakili bahwa Bioetanol bukan solusi dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang tak terbarukan. Bioetanol juga bukan jawaban dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Penggunaan Bioetanol menyisakan problem, untuk apa dan siapa kebijakan ini?

Sistem kapitalisme yang melingkupi negeri ini menyatakan bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan alat pemuasnya terbatas. Akhirnya, ekonomi hanya difokuskan pada penyediaan alat pemuas kebutuhan masyarakat secara makro dengan menaikkan jumlah produksi. Dalam kasus pemenuhan BBM, bahan bakar fosil termasuk energi tak terbarukan. Oleh karena itu, dibutuhkan sumber energi baru terbarukan (renewable energy) yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Bioetanol adalah salah satunya.

Kapitalisme merumuskan langkah penguasaannya atas dunia ke dalam SDGs 2030. Di dalam SDGs terdapat 17 tujuan pembangunan berkelanjutan dengan 169 target yang terukur. Rumusan ini disepakati oleh 193 negara anggota PBB termasuk Indonesia. Penggunaan energi alternatif yang ramah lingkungan menjadi salah satu gol dalam SDGs di poin ke-7. Pada tahun 2030, ada penguatan kerja sama internasional demi terfasilitasinya akses pada teknologi dan riset energi bersih serta energi terbarukan.

Seluruh poin yang tercantum di SDGs diamini dengan terbitnya Perpres Nomor 29 Tahun 2017, kemudian dimutakhirkan dengan Perpres Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dari sinilah, awal munculnya kebijakan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) minimum 23% di tahun 2025 dan 31% di tahun 2050.

Dari sini terbaca jelas untuk siapa kebijakan ini diberlakukan. Semua ini hanya untuk memenuhi permintaan menu makan siang para kapitalis. Kebijakan ini dibuat tanpa memikirkan rakyat dan dampaknya. Alih-alih memudahkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan BBM-nya, adanya justru semakin membebani.

Solusi Islam

Apa yang dilakukan sistem kapitalisme berbeda secara diametral dengan sistem ekonomi Islam. Dalam politik ekonomi Islam, negara diwajibkan memberikan jaminan bagi pemenuhan seluruh kebutuhan pokok setiap individu dan masyarakat. Negara juga menjamin kemungkinan pemenuhan berbagai kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kadar kemampuan individu yang bersangkutan.

Untuk menjamin terlaksananya kewajiban negara tersebut, kepemilikan umum berupa tambang, migas, laut, dan hutan wajib dikelola oleh negara. Pengelolaan sumber daya alam yang terkategori milik umum haram diserahkan kepada swasta dan asing. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan pendapatan negara dan menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat.

Rasulullah saw. telah menjelaskan prinsip ini dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Abbas bahwa masyarakat berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yakni air, padang rumput, dan api. Penjelasan hadis ini di dalam kitab Kepribadian Islam III/466 yang ditulis oleh Taqiyuddin An-Nabhani, setiap benda yang menjadi kebutuhan masyarakat secara luas merupakan milik umum. Dengan begitu, tidak hanya air, api, dan padang rumput, tetapi seluruh sumber daya alam yang menjadi kebutuhan masyarakat secara luas menjadi milik umum, termasuk migas.

Pengelolaan migas wajib dilakukan oleh negara mulai dari eksplorasi sampai distribusinya. Negara akan mengeksploitasi sesuai kebutuhan. Hasilnya didistribusikan kepada rakyat baik secara langsung dengan harga paling murah, bisa mengikuti harga pasar, atau harga yang ditetapkan negara untuk kemaslahatan dan kepentingan rakyat. Di sini negara menjadi pelayan rakyat, bukan melakukan jual beli dengan rakyat. Negara tidak akan berhitung untung dan rugi. Adapun hasil pendapatannya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk ketersediaan layanan publik yang berkualitas di seluruh wilayah Khilafah.

Khatimah

Dari paparan ringkas ini, jelas bahwa syariat Islam merupakan kunci terpenting untuk menyelesaikan seluruh problematik kehidupan. Oleh karena itu, kembali pada syariat Islam dalam naungan Khilafah merupakan sebuah keharusan, agar negeri ini dan seluruh muslim di dunia terbebas dari cengkeraman kapitalisme global yang menyengsarakan. Maha Benar Allah dengan firman-Nya di dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 96,

‏ولو ان اهل القرى ءامنوا وتقوا لفتحنا عليهم بركت من السماء والارض

“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.”

Wallahu a’lam bish shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Penulis Inti NarasiPost.Com
Haifa Eimaan Salah satu Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. pernah memenangkan Challenge bergengsi NarasiPost.Com dalam rubrik cerpen. beliau mahir dalam menulis Opini, medical,Food dan sastra
Previous
Dolar Tidak Lagi Kekar, Saatnya Dinar Dirham Bersinar
Next
Rahasia Sehat Otak Suku Amazon! Bagaimana dengan Muslim?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Bilhaq
R. Bilhaq
10 months ago

lagi lagi untuk kepentingan kapitalis..

Reva Lina
Reva Lina
11 months ago

Yups memang jika di pikirkan kedepannya bioetanol solusi namun juga berdampak dengan menimbulkan masalah, yang berarti itu bukan solusi hakiki. Itulah negara yang berkuasa hanya mementingkan keuntungan semata. Miris sekali!!!

Sartinah
Sartinah
11 months ago

Mencari alternatif energi yang ramah lingkungan, memang harus dilakukan oleh negara. Tetapi seharusnya telah dilakukan penelitian mendalam agar diketahui dampak baik dan buruknya. Lebih dari itu, pemenuhan energi adalah hak rakyat dan kewajiban negara. Karena itu, penyediaan energi harusnya dilakukan demi kemaslahatan rakyat, bukan mencari untung dari jual beli dengan rakyatnya.

Firda Umayah
Firda Umayah
11 months ago

Secara logika, kalau ada klaim Bioetanol adalah solusi tetapi kedepannya akan memberikan dampak buruk yang jauh lebih besar, berarti Bioetanol itu bukan solusi.

Raras
Raras
11 months ago

Benar, bioetanol bukan solusi terbaik karena dampak lain yang mungkin ditimbulkan justru menimbulkan masalah baru

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram