PP KEK Lido, Kick Out Capitalism!

"Banyak keuntungan yang dimiliki para pengusaha kapitalis dalam megaproyek KEK Lido City. Megaproyek KEK Lido City adalah praktik nyata korporatokrasi yang mengarah ke perusahaan-perusahaan besar yang menguasai bahkan yang mengendalikan pemerintahan"


Oleh. Rita Handayani
(Penulis dan Pemerhati Publik)

NarasiPost.Com-Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata MNC Lido City yang dimiliki oleh PT. MNC Land Tbk (KPIG) --melalui anak perusahaannya PT.MNC Land Lido-- secara resmi telah mendapat status sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata. Demikianlah caption di IG milik Taipan Hari Tanoesoedibjo yang merupakan presiden dan CEO dari MNC grup, selepas dari terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2021 yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Juni 2021.

Pemberian hak istimewa sebagai KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) ini menghasilkan terbebasnya dari berbagai pajak. Dalam hal ini Hari Tanoesoedibjo merinci apa saja keuntungan yang akan didapat oleh para pengusaha kapitalis dan investor di kawasan tersebut, yaitu insentif pajak berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Penghasilan (PPh) Badan, cukai, hingga bea masuk impor, serta berbagai keuntungan bagi investor terkait lalu lintas barang, keimigrasian, ketenagakerjaan, pertanahan dan tata ruang, perizinan berusaha, dan/atau fasilitas serta kemudahan lainnya. (cnnindonesia.com, 18/06/2021)

Trubus Rahadiansyah, Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti menduga ada kongkalikong dalam penunjukan MNC Lido City ini sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan ada persekongkolan yang tujuannya memberikan privilege tersendiri, serta ada konspirasi kolusi, karena pemilik Lido memiliki kaitan erat dengan pemerintah. Hary Tanoesoedibjo, pemilik MNC grup adalah seorang pengusaha, politisi, dan menteri. Sedangkan anaknya, Angela Tanoe, saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. (Tirto.id, 17/2/2021)

Jelas kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak) bagi para pengusaha kapital termasuk di dalamnya seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) milik MNC Lido Hari Tanoe ini sangat kontradiktif dengan kebijakan terhadap rakyat yang ditetapkan beberapa waktu lalu, yakni, sudah masuknya RUU terkait pajak sekolah, sembako dan kesehatan di DPR. Tentu hal tersebut hanya tinggal menunggu waktu saja untuk bisa melaksanakannya.

Memang, dalam paradigma sistem kapitalis, pajak merupakan tulang punggung bagi pemasukan kas negara dan pembangunan bangsa. Terutama sejak terjadinya reformasi birokrasi perpajakan pada tahun 1983, telah terjadi pergeseran, sumber pemasukan negara Indonesia dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), yakni hasil dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), kekayaan negara, dana pemerintah, hibah, denda administrasi, hasil dari pelayanan pemerintah, dan penerimaan lain yang diatur dalam undang-undang, bergeser menjadi penerimaan pajak seperti, PPH (Pajak Penghasilan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai/dari barang yang dikonsumsi), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea materai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) serta dari utang. Sehingga, fenomena yang terjadi saat ini yakni akan diberlakukannya regulasi sembako (beras, ikan, sayur, dan lain sebagainya), pendidikan, serta kesehatan yang dulu tidak ada pajaknya, sekarang akan dikenai pajak PPN. Tentu hal tersebut adalah bentuk upaya pemerintah untuk memperluas pemasukan dari sektor pajak.

Sedangkan di sisi lain, ada tren di dunia bahwa investor asing akan lebih memilih negara-negara yang penetapan pajaknya lebih rendah. Sebagaimana, pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, yang dikutip dari laman kontan.co.id (29/4/2021), beliau mengatakan, "Tarif pajak rendah itu bertujuan untuk menarik dana para investor asing". Demikanlah negara kapitalis akan memanjakan investor atau para pemilik modal besar dengan berbagai fasilitas pengurangan pajak, seperti membebaskan atau memberikan diskon pajak. Seperti halnya yang terjadi dalam megaproyek KEK Lido MNC.

Inilah wajah ketidakadilan yang sangat menzalimi rakyat, yang dipertontonkan oleh para regulator di negara yang bersistem kapitalis. Selain itu keberpihakan penguasa lebih kepada pengusaha, ini menunjukan bahwa megaproyek KEK Lido City adalah praktik nyata korporatokrasi yang mengarah ke perusahaan-perusahaan besar yang menguasai bahkan yang mengendalikan pemerintahan. Juga, tercium aroma bagi-bagi kekuasaan yang merupakan akses dari sistem demokrasi, yakni, simbiosis mutualisme, hubungan timbal balik yang menguntungkan antara pengusaha dengan penguasa. Sehingga pemerintahan demokrasi dijalankan harus dengan roda oligarki. Bahkan oligarki ini mampu menekan untuk membuat aturan yang memudahkan bisnis mereka.

Situasi ini merupakan wujud pembangunan dalam paradigma dari sistem kapitalis, yaitu pembangunan dilakukan bukan untuk rakyat kelas bawah, tetapi demi kepentingan rakyat kelas atas. Dengan kata lain, para pengusaha yang bermodal kapital. Kejomplangan dalam penetapan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang membuahkan ketidakadilan dan kezaliman kepada sebagian besar rakyatnya adalah konsekuensi dari diterapkannya aturan kapitalisme.

Jelas, sangat berbeda dengan paradigma sistem Islam. Gambaran pandangan mendasar Islam dalam pembangunan adalah fokus untuk kemaslahatan seluruh umat, tidak akan terbagi dengan kepentingan bisnis pengusaha swasta maupun asing. Karena sistem pemerintahan dalam Islam tidak akan bisa dikontaminasi dengan politik transaksional. Membuat negara mampu benar-benar menjadi pengurus kepentingan rakyat sebagaimana yang telah diamanahkan dalam Islam.

Politik tansaksional dalam demokrasi nyatanya menjadikan kepedulian penguasa pada rakyat hanya sebatas retorika belaka. Pembangunan yang dilakukan negara hanya untuk menunjang investasi. Sedangkan dalih demi menyerap tenaga kerja dan kesejahteraan rakyat hanya ilusi. Karena, faktanya rakyat semakin menderita dan tidak tersejahterakan, angka pengangguran pun semikn pasang bukan surut.

Islam meniscayakan terjadinya pembangunan benar-benar untuk kemaslahatan rakyat. Kepemimpinan dalam Islam akan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Dalam institusi khilafah, khalifah sebagai pemimpin seluruh umat, akan mengambil peran untuk mengurus seluruh kepentingan umat. Hal tersebut telah termaktub dalam hadis Nabi Saw.

"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya. "
(HR.Al-Bukhari)

Maka negara wajib untuk melakukan pembangunan untuk kepentingan masyarakat, seperti, membangun infrastruktur yang baik, bagus, merata hingga ke pelosok negeri. Bukan atas dasar demi investasi, melainkan atas dasar kebutuhan rakyat. Sehingga kebutuhan rakyat akan hal lainnya pun turut diperhatikan, misalnya keseimbangan ekologi dan keberlangsungan mata pencaharian rakyat, bukan malah menutup mata pencaharian rakyat seperti saat ini akibat digenjotnya pembangunan tempat pariwisata. Bahkan tidak memperhatikan keseimbangan alam. Akibat lanjutannya, marak terjadi bencana alam yang melanda negeri.

Negara khilafah juga berkewajiban untuk memenuhi kesejahteraan rakyat dengan pembangunan sarana dan prasarana untuk memperlancar distribusi barang dan jasa juga pemenuhan kebutuhan rakyat. Hal ini hanya akan terjadi ketika pembangunan infrastruktur bagus dan merata ke seluruh daerah hingga ke pelosok negeri. Tentu, hal itu membutuhkan anggaran yang besar dan itu mudah bagi daulah khilafah. Sumber pemasukan khilafah bukanlah dari investor asing, utang ataupun pungutan pajak dari rakyat atas konsumsi dan penggunaan barang-barang kebutuhan pokok. Tapi dari Baitul Mal yang bersumber dari pengelolaan SDA, barang tambang, zakat, fai', jizyah, kharaj, usyur, ghanimah, harta warisan orang yang tidak memiliki ahli waris, harta shuf'ah, waqaf, harta yang ditinggal lari oleh pemiliknya, dan harta orang murtad.

Keharaman swasta dan asing dalam menguasai Sumber Daya Alam (SDA), menjadikan negara bersistem Islam mandiri dalam proses pembangunan hingga mampu menyejahterakan rakyatnya dalam hitungan per individu secara nyata, tidak hanya sekadar data. Kemandiriannya dalam ekonomi membuat daulah khilafah tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun. Demikanlah dalam catatan sejarah peradaban dunia. Peradaban Islam belasan abad berada di garda depan dalam kemajuan semua hal, salah satunya dalam buku The Miracle of Islam Science, 2nd Edition. Dr Kasem Ajram (1992), menjelaskan pesatnya pembangunan infrastruktur transportasi, jalan--yang dilakukan pada zaman kekhalifahan Islam. Seperti di kota Baghdad, jalan-jalannya sudah dilapisi aspal sejak abad ke-8 M pada masa Khalifah Al-Mansur tahun 762 M. Sebagai perbandingan, dalam catatan sejarah transportasi dunia negara-negara Eropa baru memulai pembangunan jalan pada abad ke-18 M. Peradaban Barat baru mengenal jalan beraspal tahun 1824 M. Di Amerika, jalan-jalan baru mulai diaspal tahun 1872. Ini menunjukkan peradaban Islam lebih dulu maju ketimbang peradaban Barat. (Republika.co.Id, 3/9/2019)

Untuk itu, bagaiman bisa kita berharap kepada kapitalisme untuk kesejahteraan umat? sistem rusak yang hanya mampu menimbulkan kesenjangan dan kerusakan. Hanya kembali kepada Islam, kesejahteraan secara nyata akan bisa kita rasakan. Dan syariat Islam hanya akan bisa diterapkan secara kafah dalam institusi khilafah. Untuk itu, kebangkitan khilafah harus diperjuangkan oleh seluruh umat demi kemaslahatan bersama dunia hingga akhirat. It's time kick out capitalism and come back to caliphate!
Wallahu'alam bishshawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Marital Rape Praktik Aturan Syara’?
Next
Ketika Penguasa Enggan Dikritik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram