Kebijakan Pajak di Tengah Pandemi, Mencekik Rakyat?

"Ada kecacatan dalam sistem ekonomi kapitalisme, sehingga menjadikan pajak sebagai pemasukan utama. Padahal, di dalam Islam pajak merupakan alternatif paling terakhir jika negara benar-benar paceklik dilanda krisis, sementara kondisi kas di Baitul Mal kosong sama sekali."


Oleh: Sherly Agustina, M.Ag
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-"Jadi kalau toh sekarang ini (PPN sembako) telanjur bocor, apa salahnya kalau saat ini harusnya fokus pandemi dulu dong, sekarang ada yang mendesak ya pandemi dulu, yang perpajakan karena dulu dibiarkan ya kita biarkan dulu sampai pandeminya selesai." (Kwik Kian Gie, Mantan Menteri Ekonomi)

Bergulir wacana kebijakan pajak sembako dan pendidikan, hal ini menuai pro dan kontra di kalangan tokoh, tak terkecuali pejabat. Di antaranya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, beliau meminta kepada Kementerian Keuangan untuk membatalkan rencana mengenakan pajak PPN terhadap sektor sembako dan pendidikan, yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Menurutnya, rencana kebijakan tersebut bertentangan dengan sila ke-5. Ditambah pengenaan pajak PPN, otomatis akan membuat harga sembako maupun pendidikan akan naik tajam. Pada akhirnya akan menaikkan inflasi Indonesia. (Antaranews, 13/6/21)

Selain PPN sembako dan pendidikan, pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah jasa. Salah satunya jasa pelayanan kesehatan medis, khususnya jasa bersalin. Hal itu tertuang dalam draft Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Padahal sebelumnya dalam ayat 3 pasal 4A UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang mengatur jasa pelayanan kesehatan medis tidak dikenakan pajak, dalam RUU KUP pasal tersebut dihapus sehingga dikenakan pajak. (Liputan6.com, 13/6/21)

Rapuhnya Sistem Ekonomi Kapitalisme

Wajar jika rakyat bertanya, mengapa begitu banyak hal terkena pajak bahkan hal yang sangat vital yaitu sembako dan pendidikan? Walaupun ini baru sekadar wacana atau rencana dan ternyata bocor, rakyat merasa tercekik jika kebijakan itu benar dilaksanakan. Sementara bagi pihak asing, tidak dikenai pajak. Dalam kondisi pandemi yang belum berakhir, krisis yang masih mendera, rakyat kecil yang paling menderita.

Banyak korban PHK dan pengangguran di mana-mana, stunting tak dapat dihindari, dan tindak kriminalitas meningkat dengan alasan untuk bisa bertahan hidup. Apa yang akan terjadi jika kebijakan pajak yang masih menjadi wacana tersebut benar-benar dilakukan? Terlebih dilakukan saat pandemi, rakyat semakin tercekik. Kebijakan yang sangat membebani rakyat.

Benar, pemerintah membutuhkan dana untuk pemulihan ekonomi serta membantu rakyat saat pandemi, hingga pemerintah memiliki utang luar negeri ribuan triliun bahkan diprediksi bisa tembus 10 ribu triliun. Dana dari utang pun masih kurang, sehingga pemerintah mencari celah pos pemasukan dari berbagai kantong, di antaranya pajak sembako, pendidikan, dan bersalin.

Namun, tepatkah kebijakan pajak di tengah pandemi dan krisis? Bukankah pada kondisi saat ini yang lebih bertanggung jawab adalah pemerintah? Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini nyatanya tak mampu memberi solusi penyelesaian tepat atasi pandemi dan krisis. Pajak menjadi tulang punggung ekonomi kapitalisme, padahal sebenarnya bukan solusi.

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam. Dari Sabang sampai Merauke memiliki hasil tambang dan bumi. Indonesia memiliki kawasan hutan yang menjadi salah satu paru-paru dunia, kekayaan flora dan fauna, serta berbagai jenis barang tambang. Indonesia juga memiliki cadangan mineral tambang yang sangat besar, seperti minyak bumi, gas alam, emas, dan timah. Hampir semua provinsi memiliki barang tambang dengan berbagai kegunaan.

Sumatera Barat menghasilkan batu bara, belerang, mangan. Kepulauan Bangka Belitung menghasilkan timah yang digunakan sebagai pelapis berbagai jenis logam untuk mencegah terjadinya korosi, juga digunakan dalam perangkat elektronik, penyambung logam, kaca, dan juga perangkat otomotif. Papua menghasilkan batu bara, emas, alumunium, minyak bumi, nikel, marmer, dan tembaga.

Jika semua potensi sumber daya alam tersebut dimiliki oleh umat Islam, bukan oleh asing dan jika dikelola dengan benar sesuai syariah, maka akan mampu menyejahterakan rakyat Indonesia. Sayangnya, SDA negara dimiliki dan dikelola asing sehingga rakyat Indonesia seperti 'babu' di rumahnya sendiri. Akibatnya, pajak menjadi sumber pemasukan keuangan negara.

Sistem Ekonomi Islam Solusi Paripurna

Ada tata kelola yang salah terkait SDA yang sudah Allah beri bagi hamba-Nya, terutama umat Islam. Ada kecacatan dalam sistem ekonomi kapitalisme, sehingga menjadikan pajak sebagai pemasukan utama. Padahal, di dalam Islam pajak merupakan alternatif paling terakhir jika negara benar-benar paceklik dilanda krisis, sementara kondisi kas di Baitul Mal kosong sama sekali.

Pos pemasukan di dalam Islam terdiri dari kepemilikan umum, kepemilikan negara, zakat, fa'i, kharaj, dan jizyah. Semua sudah diatur sesuai dengan pos pengeluaran, zakat misalnya khusus bagi 8 ashnaf yang sudah Allah sebutkan di dalam Al-Qur'an. Kepemilikan umum boleh digunakan oleh seluruh rakyat di dalam negara Islam, kepemilikan negara misalnya khalifah mengambil kebijakan harta fa'i untuk para petani yang sedang membutuhkan bantuan dan modal.

Kepemilikan umum di antaranya, fasilitas umum, barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya, dan benda atau sumber daya yang pembentukan alamiahnya tidak boleh dimiliki oleh individu. Dalam kapitalisme, kepemilikan umum diprivatisasi sehingga hanya dinikmati bagi yang memiliki modal. Maka, kesenjangan menganga lebar, kondisi si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin tak dapat dihindari.

Dalam Islam, kalaupun terjadi kondisi kas negara kosong sementara negara butuh dana untuk rakyat atau terjadi paceklik, maka negara terpaksa menarik pajak, tapi kondisi ini hanya tentatif tidak kontinyu. Kebijakan negara mengambil harta pajak hanya pada para aghniya (kaya) dan muslim saja. Warga negara yang nonmuslim tidak dipungut pajak. Berbeda dengan sistem Kapitalisme yang diterapkan saat ini.

Butuh segera solusi atas semua permasalahan yang terjadi, yaitu diterapkannya aturan Islam agar tata kelola sumber daya alam salah satunya berjalan dengan baik. Dan distribusi merata kepada seluruh rakyat, sehingga tak ada lagi istilah miskin struktural atau sistemik. Lalu, kesejahteraan bisa dirasakan bagi rakyat. Bukankah tugas pemimpin ialah bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya?

Allah Swt. berfirman: "Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata." (TQS. Al Ahzab: 36)

Allahu A'lam bi ash Shawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Covid Sejahtera dalam Naungan Kapitalisme
Next
Realita Narkotika di Alam Kapitalis
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram