Realitas ini menegaskan bahwa sistem kapitalisme adalah sistem yang melahirkan beraneka kezaliman dan kesengsaraan.
Oleh. Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T.
(Kontributor NarasiPost.Com, Dosen, dan Pemerhati Sosial)
NarasiPost.Com-Beragam model kezaliman terus dipertontonkan di negeri ini. Tak terkecuali di dunia pendidikan. Beberapa waktu lalu beredar luas di media sosial terkait UKT beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang sangat mencekik. Protes pun terus dilakukan mahasiwa dari berbagai PTN. Sebelumnya, rakyat dibuat resah dengan kasus pinjaman online (pinjol) yang mendera generasi muda, terutama di kalangan mahasiwa. Padahal, dampak pinjol begitu mengerikan. Mulai dari depresi hingga bunuh diri.
Seperti dilansir dari laman https://www.cnbcindonesia.com/research/20230921091138-128-474304/ngeri-pinjam-uang-online-berujung-maut temuan Satgas Waspada Investasi (SWI), jumlah korban penipuan berkedok investasi di lingkungan Bogor sebanyak 317 orang termasuk 121 orang mahasiswa IPB dengan kerugian sebanyak Rp2,3 miliar. Pun kasus mahasiswa UI, MNZ (19) yang dibunuh oleh AAB (23) untuk melunasi utang di pinjol setelah boncos bermain kripto di kosan korban di Depok pada Rabu (2/8/2023). Naudzubillah!
Fakta di atas bagaikan fenomena gunung es. Ini baru kasus di Perguruan Tinggi, belum mengulik di jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Bahkan biaya pendidikan dikeluhkan pula orang tua di jenjang usia dini, yakni Taman Kanak-Kanak (TK). Artinya, mahalnya biaya pendidikan dirasakan orang tua di hampir semua jenjang pendidikan. Artinya, ada yang eror dalam sistem pendidikan hari ini. Penguasa seakan lepas tanggung jawab sebagai pengayom rakyat. Nirempati!
Sistem Kapitalisme Biangnya
Sistem kapitalisme lahir dari asas yang rusak, yaitu sekularisme. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan (sekuler), meniscayakan beragam regulasi menyengsarakan rakyat. Sebuah kezaliman sistemik. Padahal, jika merujuk pada undang-undang di negeri ini bahwa pendidikan adalah hak seluruh rakyat. Pendidikan adalah kebutuhan dasar rakyat. Namun, mengapa akses pendidikan begitu sulit dijangkau rakyat? Walau sekadar untuk mengecap pendidikan usia dini.
Kapitalisasi di dunia pendidikan terindera sangat nyata. Mahalnya UKT di hampir semua kampus di Indonesia menjadi bukti tak terbantahkan. Diperparah dengan kurikulum nasional MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka). Semua instrumen pendidikan diarahkan untuk menghasilkan cuan. Generasi digiring untuk menjadi entrepreneur. Beberapa mata kuliah pun akhirnya dielaborasi mengikuti arahan MBKM yang sarat dengan kepentingan industri atau pengusaha. Akhirnya kampus berubah haluan menjadi business oriented.
Realitas ini menegaskan bahwa sistem kapitalisme adalah sistem yang melahirkan beraneka kezaliman. Berbagai kebijakan yang ditempuh nyatanya hanya menambah beban rakyat. Misal skema pinjaman online (pinjol) dengan dalih membantu mahasiswa yang kurang mampu. Jeratan pinjol tak pelak membuat problem kian bertambah. Alih-alih meringankan beban si miskin, yang ada sakit mental hingga nekat bunuh diri.
Inilah sistem yang hanya bisa digapai segelintir orang, yakni orang-orang yang berada di pusaran penguasa dan pengusaha. Jurang antara si kaya dan si miskin begitu terbentang luas. Wajar jika muncul anekdot “orang miskin dilarang sekolah”. Pendidikan menjadi komoditas. Rakyat dan penguasa seakan berdagang. Lalu di mana hak pendidikan untuk rakyat? Generasi emas 2045 yang didengung-dengungkan sepertinya hanyalah pemanis demi melanggengkan sistem rusak ini.
Sistem Pendidikan Islam Mencetak Generasi Emas
Kegemilangan sistem pendidikan Islam terukir indah dalam lembaran-lembaran sejarah. Tak dimungkiri generasi emas terlahir dari rahim peradaban Islam. Sebut saja, Labana (Cordoba), ahli matematika dan sastra. Maryam Al-Asturlabi, ahli astronomi. Lubna, ahli bahasa, matematika, dan kaligrafi. Az-Zahrawi, orang pertama yang menemukan teori pembedahan. Abu Bakar Ar-Razi, ilmuwan paling besar di bidang kedokteran dan sederet ilmuwan hebat lainnya.
Kondisi di atas dimungkinkan karena pendidikan dalam Islam merupakan salah satu kebutuhan dasar publik (selain kesehatan dan keamanan) yang wajib dipenuhi negara. Ketika syariat menghukumi wajib, maka negara memaksimalkan semua support system untuk memenuhinya. Di antaranya adalah memastikan pos keuangan di baitulmal mencukupi. Negara mengelola harta kaum muslimin yang ada di baitulmal secara adil. Di mana adil menurut para ulama adalah sesuai dengan syariat Islam.
Instrumen sistem Islam dalam memaksimalkan periayahannya adalah antara lain negara (dalam hal ini penguasa atau khalifah) wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dll. Pun tak kalah penting adalah menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.
Terkait biaya pendidikan, negara akan memungut biaya yang sangat murah bahkan gratis. Hal ini disebabkan karena paradigma pendidikan dalam sistem Islam bahwa ilmu bukan komoditas, tetapi ilmu adalah jiwa kehidupan. Paradigma tersebut melahirkan generasi yang cerdas secara spiritual, yakni faqih fiddin dan menguasai saintek.
Rasulullah saw. bersabda: “Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan”. Hadis ini juga menjadi ruh dan motivasi dahsyat bagi seorang muslim untuk senantiasa menuntut ilmu. Kolaborasi antara penguasa dan rakyat yang dilandasi ketakwaan pada Rabb-Nya, meniscayakan terlahir sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi emas. Jauh dari kezaliman seperti produk sistem hari ini.
Wallahu a’lam bish-showaab. []
Sistem eror melahirkan generasi amoral
Kalau UKT mahal, bgm bisa terwujud Indonesia emas? Jangan-jangan jadi Indonesia cemas.
Betul, Mba. Generasi emas hanyalah utopis. Jualan murah sistem Kapitalisme.