Dalam Islam, politik adalah aktivitas mulia karena berkaitan dengan pengurusan umat. Maka Islam akan mampu melahirkan banyak negarawan yang andal di dalamnya.
Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hiruk pikuk pemilihan presiden baru saja berlalu, suara rakyat kembali diburu. Pilkada akan diselenggarakan serentak 27 November mendatang. Rakyat diajak menggunakan haknya dalam pemilihan kepala daerah. Sejumlah nama yang akan masuk dalam bursa calon kepala daerah sudah mulai digadang-gadang partai politik (parpol).
Diwartakan tribunnews.com (15-05-2024) beberapa artis menyatakan siap meramaikan pilkada mendatang. Ada Dessy Ratnasari dari PAN akan mencoba peruntungannya di Pilkada Jabar. Krisdayanti dari PDIP dikabarkan sudah mengambil formulir pencalonan diri untuk Pilkada di Kota Batu. Pesohor Raffi Ahmad tidak ketinggalan, berencana akan mengikuti kontestasi Pilkada Jateng dari partai Golkar.
Hak Berpolitik
Berpolitik adalah hak setiap anak bangsa termasuk para artis, sehingga sah-sah saja mereka mencalonkan diri menjadi pejabat daerah. Sebelumnya beberapa artis sudah menikmati jabatan mulai dari walikota, bupati, hingga gubernur. Diantaranya Rano Karno, Dede Yusuf, Dicky Chandra, Zumi Zola, Deddy Mizwar, dan Pasha Ungu.
Namun, apakah keikutsertaan artis ini didukung oleh kemampuan dan integritas? Apakah saat menjabat benar-benar bisa membantu rakyat?
Pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, berpendapat pencalonan para artis lebih dikarenakan untuk kepentingan suara. Tingginya biaya pencalonan dalam pilkada dengan sistem demokrasi, bukan masalah bagi artis yang umumnya memiliki kekuatan finansial. Dengan bermodal kepopuleran, biaya politik dapat ditekan.
Para artis memiliki nilai jual dibandingkan orang parpol yang kurang dikenal meski berpotensi. Masyarakat awam pun mudah terpukau oleh figuritas bukan pada gagasan. Dalam pandangan Lucius, akhirnya rakyat tetap dirugikan karena nyatanya artis kurang memiliki kemampuan saat menjabat.
Keraguan akan kompetensi para artis wajar mengingat mereka terbiasa bergaya hidup mewah dan serba dilayani. Sementara menjadi pejabat dituntut kepekaan dan ketajaman analisis terhadap persoalan sosial masyarakat. Terlebih jika tidak memiliki jejak kiprah yang mengakar di kalangan grassroot. Tidak ada cara instan untuk menjadi pejabat. Pendidikan politik seharusnya diperoleh melalui belajar dan keterlibatan bertahun-tahun bergelut dengan masyarakat.
Namun, mengapa para artis terkesan memaksakan diri? Ada simbiosis mutualisme dengan parpol. Bagi artis, diusung parpol adalah cara instan untuk mencoba peruntungan dalam dunia politik. Kehadiran artis akan menjadi magnet untuk menarik masyarakat demi mendongkrak suara parpol.
Krisis Politisi dalam Politik
Ramai-ramainya pencalonan artis secara dadakan dalam pilkada, mengonfirmasi kegagalan parpol melakukan pembinaan untuk melahirkan para politisi. Mengusung artis meski minim kompetensi juga menunjukkan tidak adanya pandangan visioner kecuali sebatas meraih kekuasaan. Memang demikian perspektif politik dalam sistem sekuler. Dengan politik yang steril dari agama, meraih dan menjalankan kekuasaan tidak mempertimbangkan halal dan haram, bahkan etika pun sudah tidak dipedulikan.
Jesper Kunde dalam bukunya Corporate Religion mengatakan, saat ini ada semacam kebutuhan terhadap manajemen berbasis spiritual di banyak perusahaan besar di dunia. Semakin banyak orang yang muak dengan praktik bisnis tanpa etika, menjadikan akumulasi kapital sebagai tujuan utama. Demikian juga praktik politik dalam sistem demokrasi, sering mempertontonkan sinetron penuh intrik sampai berjilid-jilid. Sepak terjang para politisinya membuat rakyat mual-mual.
Padahal dalam Islam, politik adalah aktivitas mulia karena berkaitan dengan pengurusan umat. Sebagai agama sempurna, Islam memiliki aturan mulai dari politik, ekonomi, muamalah, pendidikan, kesehatan, peradilan, hubungan dalam hingga dengan luar negeri. Rasulullah mengatur umat dengan semua aturan tersebut secara kaffah yang kemudian dilanjutkan oleh para khalifah sesudahnya.
https://narasipost.com/opini/11/2023/membentuk-politik-indonesia-lebih-baik/
Karena itu Islam tidak bisa dipisahkan dari politik, tidak ada pagar pembatas antara keduanya.Tidak perlu ada pertanyaan ”Adakah tempat bagi agama dalam berpolitik?” Bumi dan seisinya milik Allah yang seharusnya diatur oleh hukum Allah yaitu syariat Islam. Dengan kata lain, ibadah haruslah menjadi etos bagi setiap muslim dalam berpolitik.
Politik ala Rasulullah
Rasulullah saw. adalah seorang politisi sekaligus pemimpin yang holistic (menyeluruh), accepted (diterima), dan proven (terbukti). Sayangnya, kiprah beliau sebagai politisi kurang mendapat perhatian umat. Padahal, beliau tidak hanya pemimpin spiritual, tetapi juga pemimpin politik yang bermartabat. Kepemimpinannya accepted, diakui oleh masyarakat kala itu sehingga diberi gelar al-amin artinya tepercaya. Kehebatan Rasulullah dalam berpolitik terbukti, hanya dalam waktu 10 tahun seluruh Jazirah Arab menjadi wilayah Islam. Daulah Islam, negara yang dipimpin Rasulullah, bisa hadir sebagai kekuatan baru yang disegani bahkan oleh Romawi dan Persia.
Sejak awal, Rasulullah membawa visi Islam sebagai agama yang harus memimpin dunia. Beliau menjamakkan agar visi ini selaras dengan cita-cita banyak orang. Semakin banyak yang terlibat dalam mewujudkannya, semakin besar dampak yang hadir. Beliau mendakwahkan Islam tanpa kenal lelah. Dengan dukungan para sahabat, dakwah sampai kepada kepada para tokoh dan penguasa.
Aktivitas politik Rasulullah dan para sahabat berhadapan dengan penentangan dari tokoh-tokoh Quraisy dan kekuatan besar. Mustahil berbagai tantangan dan rintangan dapat ditaklukkan, kecuali karena Rasulullah melakukan aktivitas politik. Berdakwah dengan langkah-langkah cermat dan penuh strategi serta tentunya semata untuk meninggikan Islam.
Jalan Terbaik
Tirulah perilaku orang sukses. Ini adalah konsep NLP atau Neuro Linguistic Programming, sebuah konsep yang berbasiskan pada premis bahwa setiap manusia memiliki premis yang sama. Segala sesuatu yang dapat dilakukan orang lain, yang lain bisa menirunya.
Anthony Robbins, seorang motivator, menyarankan bila menginginkan kehidupan lebih baik, carilah model dalam kehidupan nyata dengan perilakunya yang dapat diikuti. Orang tersebut menjadi standar atau benchmark dalam mengukur diri sendiri.
Pun penulis, Michael Hart, menempatkan Rasulullah pada peringkat pertama sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia. Berarti seharusnya umat Islam meneladani kiprah Rasulullah termasuk dalam berpolitik. Rasulullah berpolitik sejak diangkat menjadi nabi melalui pembentukan kelompok dakwah yang menyeru kepada Islam. Beliau melaksanakan perintah Allah Swt. dalam surah An-Nahl ayat 125, ”Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.”
Inilah jejak politik terbaik yang bisa diikuti para artis yaitu melakukan dakwah, beramar makruf nahi mungkar. Mereka bisa menjadi jalan hidayah bagi para pengikutnya. Jika berdakwah pada Islam, akan mendapat dua pahala yaitu untuk dirinya dan para pengikutnya. Sebaliknya, apabila menyeru pada kemungkaran, ia berdosa dan menanggung dosa pengikutnya.
Khatimah
Tidak semua orang mendapat kesempatan menjadi artis yang dikagumi banyak orang. Namun, yang paling menakutkan adalah tatkala dipuji manusia dari timur hingga barat, tetapi bukan siapa-siapa di sisi Allah. Jika para artis mau memanfaatkan posisinya dengan cerdas, ia bisa memilih berpolitik dengan politik Islam. Bersama sebuah partai yang mengajak umat pada perubahan hakiki, menanggalkan sistem sekuler dan menerapkan sistem Islam kaffah.
Inilah peran strategis para artis apabila ingin serius berpolitik. Mereka bisa meraih kinerja puncak yang berkelanjutan, menjangkau masa depan bahkan berdimensi akhirat dengan dakwah secara berjemaah untuk menerapkan Islam kaffah. []
Miris ya, politik saat ini tidak jauh-jauh dari urusan kekuasaan sehingga banyak orang saat terjun ke dunia politik hanyalah fokus mengejar kekuasaan. Apalagi terjun ke dunia politik hanya berdasarkan ketenaran, bukan profesionalitas dan kapabilitas.
Padahal tanggung jawabnya berat.
Memahami politik itu penting bagi umat Islam. Tapi makna politik yang berkaitan dengan semua urusan umat. Bukan politik untuk meraih keuntungan melalui kekuasaan dan aji mumpung dengan ketenaran.
Politik sekuler kapitalis yang dipakai. Jadi, wajarlah nyari kekuasaan hanya buat dunia..Padahal semua akan dimintai pertanggungjawabannya
Karena politik hanya dipahami sebatas kekuasaan, bukan kekuasaan untuk mengurus rakyat.
Yup. Rakyat hanya dijadikan keset buat kekuasaan. Sayangnya, belum pada sadar.
Sepakat dengan disampaikan..untuk apa dipuja manusia nyatanya tidak dikenal Allah. Mengerikan
Apalagi jika jadi penumpuk.dosa jariyah. Dakwah Islam kaffah mesti sampai ke para publik figure.