Para kapital selalu menimbang sesuatunya dengan kacamata bisnis dan cuan. Tak peduli apakah itu penyelenggaraan dana haji atau dana umat.
Oleh. Bunga Padi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Seorang nenek bernama Jamik asal Tuban mendadak viral menghiasi berbagai laman media sosial di tanah air. Diketahui, si nenek tengah kebingungan lantaran terpisah dari rombongan jemaah haji yang diikutinya saat berada di area Masjid Nabawi. Namun, beruntung sang nenek malang itu telah ditemukan oleh petugas PPIH Arab Saudi, kemudian membawanya ke tempat yang aman.
Kasi Perlindungan Jamaah (Linjam) PPIH Arab Saudi, Ahmad Hanafi dalam penelusurannya mengumpulkan informasi dan mengungkapkan, bahwa si nenek tersebut terduga berangkat haji menggunakan visa nonhaji. Sebab namanya tidak terdata di Kementerian Agama RI (Kemenag) sebagai jemaah haji reguler 2024. Namun begitu, pihaknya akan membantu si nenek untuk bertemu dan berkumpul kembali dengan rombongannya. (tvonenews.com, 28-5-2024)
Wajib Memiliki Visa Haji
Apa yang terjadi dengan Nenek Jamik menjadi kekhawatiran bagi banyak kalangan. Mengingat pihak otoritas Arab Saudi menerapkan razia dan pemeriksaan ketat terkait kepemilikan visa haji kepada setiap warga yang hendak masuk ke Makkah maupun Madinah. Setiap bus rombongan jemaah akan diperiksa satu per satu oleh polisi di perbatasan. Bagi calon jemaah yang tidak dapat menunjukkan visa haji akan diturunkan dan diproses. Selain itu, santer kabar yang beredar bahwa pihak askar juga melakukan pemeriksaan hingga ke kamar-kamar hotel. Sehingga bagi mereka yang tidak mengantongi visa haji akan di deportasi keluar Arab Saudi.
Bahkan, saat ini ada informasi 8 bus jemaah tanpa visa haji yang telah diamankan di Kawasan Jirona yang menjadi tempat miqat. Terkait peristiwa itu, Ali Machzumi selaku Kepala Daker Madinah Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi membenarkan soal pemeriksaan itu yang memang sudah menjadi kebijakan yang ditetapkan Arab Saudi. Sedangkan polisi yang gencar memblokade para jemaah tanpa visa haji untuk masuk ke Makkah Ali tak menapik. Oleh karenanya ia berpesan agar warga Indonesia tidak pergi berhaji kecuali menggunakan visa haji. (disway.id, 29-5-2024)
Ibadah Haji yang Dirindukan
Menunaikan ibadah haji ke tanah suci merupakan idaman tertinggi bagi setiap orang beriman. Meski akan menempuh perjalanan yang jauh ribuan kilo meter dan melelahkan tetapi tak akan menghalangi seseorang untuk menunaikannya. Pun besarnya biaya yang harus dikeluarkan tak akan menyurutkan cita-cita mereka untuk bersimpuh di Padang Arafah. Seseorang akan rela bersabar menahan segala keinginan dari berbelanja, bahkan terkadang menahan lapar demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah agar bisa membayar ongkos naik haji nantinya. Semua dilakukan atas dorongan keimanan dan sebagai bentuk ketaatan dan ketakwaan kepada Sang Maha Pencipta, yakni Allah Taala.
Ibadah haji merupakan bagian dari rukun Islam yang wajib dilaksanakan terutama bagi mereka yang mampu secara finansial, fisik, mempunyai bekal, dan kesanggupan melaksanakannya. Pada zamannya, Nabi Adam a.s. beserta keluarganya lebih dahulu melaksanakan ritual haji di Kota Makkah dan Madinah Al-Munawarah. Yang kemudian rangkaian haji dan umrah berlanjut kepada ke kekasih Allah, Muhammad saw. turun temurun hingga umatnya kini.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw. bertutur, “Barang siapa mengerjakan ibadah haji karena Allah, kemudian tidak menyukai melakukan perbuatan kotor dan fasik, niscaya ia akan akan kembali sebagaimana ia dilahirkan oleh ibunya.”
Pada dalil lainya di Al-Qur’an surah Al-Imran ayat 97 Allah Swt. berfirman yang artinya, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang mampu mengadakan perjalanan ke baitullah.” Berangkat dari dalil-dalil itulah yang menjadi sandaran kuat seseorang untuk berkunjung ke dua tanah haram dan melaksanakan seluruh rangkaian ritual haji.
Dampak Kebijakan Kapitalistik Sekuler
Namun sayangnya, terkadang keinginan berhaji menjadi dilema tersendiri, sebab harus berhadapan dengan berbagai situasi/kendala yang tidak mendukung. Keinginan untuk mewujudkan beribadah haji tidaklah semudah membalik telapak tangan. Lagi-lagi umat harus berbenturan dengan birokrasi dan pemberlakuan aturan-aturan yang ada di negeri ini. Serta kebijakan-kebijakan dari pihak otoritas Arab Saudi sebagai penyelenggara haji.
Realitas, kebijakan kapitalistik sekuler terus mendera umat. Umat Islam yang hendak pergi berhaji benar-benar dihadapkan pada sebuah kondisi dan kendala yang memprihatinkan sekaligus menyedihkan. Di mana biaya haji yang makin mahal, pembatasan kuota jumlah jemaah haji, masa tunggu yang sangat lama, visa yang sulit keluar dari pihak kedutaan Arab Saudi, munculnya praktik travel abal-abal dan oknum-oknum penipuan joki paspor, visa, dan beragam masalah teknis lainnya.
Berbagai persoalan terus membelit seputar haji yang hingga sekarang menjadi PR besar bagi pemerintah bagaimana cara mengatasi dan menuntaskan. Sehingga pelayanan ibadah haji bisa dilaksanakan dengan mudah dan dinikmati umat muslim Indonesia. Apatah lagi Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia dan jemaah terbanyak bila musim haji tiba. Seyogianya pemerintah memberikan perhatian memfasilitasi, dan memudahkan warganya beribadah haji apa pun caranya. Bukan sebaliknya mempersulit dan menaikkan ongkos haji.
Perih nian kehidupan di bawah aturan negara yang menerapkan kapitalisme sekularisme. Rakyat adalah mereka yang selalu menjadi korban keserakahan sistem busuk ini. Bagi para kapital selalu menimbang sesuatunya dengan kacamata bisnis dan bernilai cuan. Tak peduli apakah itu penyelenggaraan dana haji atau dana umat. Selama mendatangkan manfaat dan menguntungkan mereka akan menguasainya dan mengatur strategi. Dalam permainan pasar sekuler semua bisa dieksploitasi. Mulai dari bisnis tiket pesawat, pembuatan paspor/visa, transportasi, perhotelan, penyedia katering, jasa pendorong kereta, dan masih banyak yang lainnya. Perkara tersebut kontras dengan periayahan ibadah haji di dalam negara Islam, yang lebih mengutamakan hak-hak warganya dan memuluskan niat mereka pergi haji.
Islam Memudahkan Beribadah
Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin adalah pengurus, ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.” (HR. Muslim)
Dalam Islam, seorang pemimpin negara menyadari betul bahwa tugasnya adalah mengayomi, mengurus, melindungi, dan meriayah setiap warganya dengan sebaik-baiknya. Terlebih perihal yang menyangkut ranah ketaatan. Maka sudah sepatutnya memberikan perhatian lebih besar dan pelayanan yang memadai. Dalam hal ini Khalifah atau kepala negara akan bekerja sungguh-sungguh melayani kebutuhan umat.
Seorang pemimpin, dia tidak akan menjadikan rakyatnya sebagai lahan basah, memeras, menipu, atau menjadikannya tumbal untuk memperoleh kekayaan pribadi atau kelompok. Khalifah akan bekerja semata niat mencari keridaan Allah dan menjalankan titah amanah umat yang telah diembankan di pundaknya. Khalifah menyadari betul kepemimpinannya kelak akan dihisab di Al-Mizan.
Dalam rangka memudahkan pelayanan haji bagi seluruh warganya ke tanah suci. Khalifah akan melakukan terobosan-terobosan di antaranya :
Pertama, Khalifah akan mencari orang yang bisa dipercaya, mempunyai syakhsiyah Islamiah, dan berkompeten di bidangnya lalu diberi amanah untuk mengelola dana haji dan pelaksanaan ibadah haji sebaik-baiknya.
Kedua, Jika negara dalam keadaan pailit dan harus menetapkan ongkos untuk penyelenggaraan haji (akomodasi), maka kisaran jumlah biaya yang diperlukan akan disesuaikan dengan jarak wilayah tempat tinggal masing-masing dengan tanah haram.
Ketiga, khalifah dengan teliti memperhatikan akan kebutuhan haji dan umrah bagi warganya. Akan meninjau kendala atau keterbatasan pemukiman haji. Mempertimbangkan kemampuan calon jemaah haji. Lalu memetakan yang berhak lebih dahulu berangkat. Khalifah akan mengatur sedemikian bijak dan adil terkait kuota. Serta memprioritaskan yang umurnya lebih tua tetapi masih mampu dan memenuhi syarat untuk melaksanakan ritual haji, maka akan disegerakan berangkat lebih awal. Pada akhirnya umat secara bertahap, bergantian dan bergiliran akan pergi ke tanah suci dan merasakan ibadah haji atau umrah.
Keempat, karena tempat untuk beribadah haji masih merupakan wilayah negara Islam, maka tidak perlu adanya visa bagi seseorang untuk memasuki wilayah tersebut. Semua calon jemaah haji dan umrah dari seluruh penjuru dunia bebas masuk ke tanah haram tanpa perlu selembar visa. Kemungkinan lainya hanya akan menunjukkan kartu identitas sebagai tanda pengenal asal daerah masing-masing. Selain itu, tidak adanya sekat-sekat atau perbedaan antara Arab dan non-Arab, penduduk asli atau bukan. Semua mendapatkan perlakuan sama dan adil.
Kelima, negara menyelenggarakan haji atau umrah dengan biaya yang sangat murah dan menyenangkan bagi calon jemaah haji dan umrah. Negara juga akan menyiapkan sarana dan prasarana untuk kelancaran para jemaah seperti makanan, minuman, ketersediaan air bersih, MCK, tempat-tempat singgah yang nyaman. Termasuk menyediakan air bersih dengan pelayanan sebaik-baiknya. Sebagaimana yang telah dilakukan istri Khalifah Harun Ar-Rasyid membangun jalur air bersih yang disalurkan dari Irak hingga Hijaz yang kemudian terkenal dengan nama ”Mata Air Zubaidah”.
Begitu pula dalam pelayanan transportasi. Pada masa Khalifah Sultan Abdul Hamid II telah menyediakan dan membangun sarana transportasi kereta api yang menghubungkan Damaskus hingga ke stasiun rel kereta api di Madinah untuk mengangkut jemaah haji. Hingga kini sisa peninggalan jalur kereta itu masih ada. Yang dahulu tersohor dengan nama, “Hijaz railway” Semua pelayanan tidak hanya dibebankan bagi kedua penguasa tanah suci, tetapi juga dipikul oleh Khalifah. Sehingga urusan haji dan meriayah umat menjadi mudah dan ringan.
Keenam, bilamana situasi sedang terjadi wabah atau pandemi, pelaksanaan ibadah akan tetap diupayakan. Hanya saja melalui serangkaian protokol ketat, pemeriksaan kesehatan, mendapat suplai makanan makanan dan vitamin, jaminan sanitasi, pemberian vaksin, menyediakan obat-obatan, menghadirkan dokter dan perawat, serta fasilitas kesehatan yang memadai dan sarana prasana lengkap.
Khatimah
Sungguh mengaggumkan konsep periayahan di dalam Islam. Apa yang dilakukan merupakan bentuk manifestasi keimanan yang kokoh dan kepedulian yang tinggi kepada sesama saudara. Merasakan pergi ke tanah suci dan sepulangnya menjadi haji yang mabrur bukankah sesuatu yang utopis. Semua bisa diwujudkan dan sejarah emas kejayaan peradaban Islam di masa lampau telah membuktikannya.
Pada akhirnya, dengan menegakkan kembali hukum-hukum syariah dalam bingkai Khilafah Rasyidah maka ibadah haji murah dengan pelayanan terbaik akan mampu kita peroleh. Daripada itu, dengan Islam sebagai landasan kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara maka seluruh problematika umat seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, sistem sosial, sanksi hukum, muamalah, politik, dll. akan teratasi secara komprehensif. Sehingga keberkahan hidup dapat diraih dan Islam sebagai rahmatan lil alamin pun terwujud.
Wallahu a’lam bishawaab. []
Ribet amat zaman kapitalisme ini ya mbak, mau ibadah saja ruwet amat birokrasinya
Iya bener, harus berbenah pake aturan Islam baru mudah dari semua sisi. Namun begitu sebagai org yang yakin akan pertolongan Allah, jangan berputus asa ya utk tetap ikhtiar dan berdoa semoga segera ke tanah suci. Aamiin
Dalam sistem kapitalisme memang semua urusan dibikin ribet, termasuk pelaksanaan ibadah haji. Kalau gak ribet dan sulit, bukan kapitalisme namanya.
Betul sekali. Dalam kapitalisme klo ada yg sulit kenapa harus ada yg mudah. Hidup dlm cengkeraman kapitalisme memuakkan memang
Mau ibadah ajaa urusannya ribeett bangeetttt bikin beteee duluan. Belum lagi ditambah uang haji di korupsi, dipake buat kepentingan lain, dll..mengcapeeeee yaa rabb :")
Sudah lagunya kapitalisme klo gak korupsi DEMAM mereka. Jd biar gak demam Dana Umat wajib di EmbaT