Barat terus mendorong agar perempuan keluar rumah dan berkiprah seperti laki-laki. Namun, apakah ini akan menjamin kesejahteraan mereka?
Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Negeri-negeri Barat terus mengampanyekan ide kesetaraan gender. Tujuannya, tak lain agar para perempuan keluar rumah dan berkiprah sebagaimana laki-laki. Namun, apakah ini akan menjamin kesejahteraan dan kemuliaan mereka?
Sebagaimana diberitakan oleh suara.com, (2/5/2024), Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo mengenalkan tokoh kesetaraan gender Tanah Air, Ibu Kartini. Ia juga menyatakan pentingnya peran kaum perempuan dalam bisnis pariwisata. Hal ini ia sampaikan di hadapan sekitar 40 negara partisipan dalam The 2nd UN Tourism Regional Conference on the Empowerment of Women in Tourism in Asia and The Pacific yang diselenggarakan di Kabupaten Badung, Bali, Kamis (2/5/2024).
Senada dengan Wamenparekraf Angela, Harry Hwang selaku Director of the Regional Department for Asia and the Pacific UN Tourism menyatakan bahwa UN Tourism adalah badan khusus Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) dengan misi mempromosikan pariwisata. Dalam Konferensi Pariwisata PBB Kedua tentang Pemberdayaan Perempuan di Asia dan Pasifik itu, ia pun mengharapkan agar diskusi yang mereka gelar dapat menginspirasi seluruh kaum perempuan.
Pemberdayaan Perempuan, Agenda Global
Kesetaraan gender memang digaungkan secara global di bawah komando Amerika melalui PBB. Mereka terus mengampanyekan ide kesetaraan gender ini dengan berbagai cara dan di setiap bidang, termasuk pariwisata, di setiap negeri jajahannya. Perlu dipahami bahwa bagaimanapun, Barat selaku penjajah akan terus menjajah, baik dengan terang-terangan secara fisik maupun dengan berbagai siasat licik, terutama di negeri-negeri musim.
Pariwisata merupakan sektor yang subur untuk menampung pekerja perempuan. Hal ini karena wujud perempuan itu menarik, serta berpeluang untuk dieksploitasi kecantikannya. Selain itu, perempuan juga dimanfaatkan tenaganya karena dipandang bisa bekerja lebih rajin dan teliti, bahkan bisa dibayar dengan upah yang lebih murah.
Di samping itu, negeri-negeri Barat yang notabene negara industri, mereka membutuhkan pekerja atau karyawan yang banyak dan bisa dibayar murah. Hal itu agar perusahaan atau industri mereka tetap berproduksi dan terus menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, Barat menciptakan berbagai ide yang salah satunya adalah kesetaraan gender agar para perempuan, termasuk para ibu, meninggalkan rumah-rumah mereka dengan dalih pemberdayaan perempuan untuk menyokong perekonomian.
Para perempuan itu sejatinya justru sedang diperdaya dan dieksploitasi keberadaannya. Mereka dipak dari rumah-rumah mereka untuk bekerja sebagaimana laki-laki mencari nafkah. Mereka diiming-imingi agar bekerja atas nama kesetaraan gender dan untuk mendapat penghasilan. Dampaknya, para perempuan itu keluar dari fitrahnya yang harusnya berada di dalam rumah.
Walhasil, banyak perempuan yang justru mengundang fitnah, terperosok dalam pergaulan bebas, bahkan tidak sedikit yang mengenyampingkan tugas utama sebagai ibu, yaitu sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya, pencetak generasi unggul, dan sebagai pengurus rumah. Akhirnya, dengan banyaknya perempuan, termasuk para ibu, yang bekerja di luar rumah maka justru banyak pula lahir generasi-generasi yang kering dari pengasuhan.
Dampak Penerapan Sistem Kapitalisme
Jamak diketahui bahwa perempuan dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme hanya dihargai jika menghasilkan materi atau bisa menyokong perekonomian. Mereka dipandang tinggi jika berkiprah sebagaimana laki-laki mencari nafkah. Sejatinya para perempuan itu telah dijadikan tumbal atas gagalnya pemerintah yang menerapkan sistem kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Mirisnya, negara kemudian memperdaya para perempuan untuk menggerakkan roda perekonomian.
Negara muslim yang menerapkan sistem kapitalisme juga menjadi lemah dan tidak berdaulat. Negara tersebut hanya mengekor pada arahan Barat, termasuk harus mendukung untuk mengembangkan sektor nonstrategis seperti pariwisata dengan menggiring para perempuan berkiprah di dalamnya. Sedangkan sektor pariwisata hanya akan membahayakan nasib anak-anak dan generasi bangsa, baik karena ditinggal ibu bekerja, maupun dampak buruk pariwisata yang lebih berpotensi menjadikan rendahnya nilai budaya.
https://narasipost.com/opini/11/2022/pariwisata-antara-fakta-dan-harapan/
Dengan menjamurnya tempat pariwisata, tak heran terbentuk generasi yang hedonis, materialistis, suka bersenang-senang, dan cenderung malas. Jika para perempuan telah keluar dari fitrah dan generasinya sudah rusak, bagaimana mungkin negeri ini bisa bangkit dari keterpurukan?
Sektor pariwisata digaungkan, tetapi mirisnya, sektor strategis seperti sumber daya alam (SDA) yang melimpah justru dibiarkan, bahkan negara kapitalis ini melegalkan SDA dikuasai oleh penjajah, aseng dan asing. Inilah salah satu buruknya dampak negara yang menerapkan sistem kapitalisme yang tercakup di dalamnya demokrasi, sekularisme, liberalisme, feminisme, kesetaraan gender, dan lain-lain. Semua paham itu tentu bertentangan dengan syariat Islam.
Sistem Islam Mengatur Perempuan
Ideologi Islam memiliki sistem ekonomi yang tangguh dan mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya, termasuk para perempuan melalui aturan-aturannya. Pada dasarnya, hukum perempuan bekerja di luar rumah itu mubah atau boleh, tetapi harus memenuhi berbagai persyaratan. Di antaranya adalah mendapat izin ayah atau suami, menutup aurat, tidak ikhtilat dan tabaruj, juga tidak meninggalkan kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengurus rumah.
Di dalam sistem Islam, perempuan tidak dipaksa bekerja di luar rumah. Ini karena segala kebutuhan perempuan sudah ditanggung oleh setidaknya empat orang, yakni bapaknya, suaminya, saudara laki-lakinya, dan anak laki-lakinya. Jika empat jalur itu tidak mampu atau sudah tidak ada semua, maka akan ditanggung oleh negara.
Berkenaan dengan itu, jika negara memakai ideologi Islam, tentu akan menerapkan sistem ekonomi Islam, bukan kapitalisme. Dalam sistem Islam, SDA haram hukumnya dikelola oleh swasta, baik lokal maupun asing. Hal ini karena SDA merupakan sumber pemasukan utama negara dan berlimpah jumlahnya. Ideologi Islam memosisikan SDA sebagai kekayaan milik rakyat yang wajib dikelola negara untuk kemaslahatan umat. Hal ini akan membuka banyak lapangan kerja bagi para laki-laki di sektor perindustrian sehingga mereka mampu menafkahi keluarganya dengan layak. Rasulullah saw. bersabda,
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Dengan paradigma Islam yang sangat menghormati perempuan, tentu tidak ada lagi yang terpaksa keluar rumah untuk menjajakan tenaganya atau kecantikannya demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Perempuan hanya akan berkiprah sesuai dengan fitrahnya dan tidak akan tersesat dalam pemikiran yang menyimpang dari syariat, sebagaimana ide kesetaraan gender. Sungguh, Islam menjadikan perempuan sejahtera dan mulia, bukan diukur dari jumlah materi yang dimiliki atau yang dihasilkannya, tetapi dari ketakwaannya kepada Tuhannya, Allah Swt.
Wallahua'lam bishawab. []
#MerakiLiterasiBatch1
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah