Pembunuhan Berulang, Kapitalisme Gagal Memberi Rasa Aman

Pembunuhan Berulang

Dalam Islam, menghilangkan nyawa (pembunuhan) adalah perkara yang besar dan wajib mendapat perhatian serius dari negara.

Oleh. Rizki Ika Sahana
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kasus pembunuhan hingga mutilasi kerap terdengar dan mengemuka di tengah kehidupan yang serba sulit. Kejahatan sadis lagi mengerikan ini menjadi menu harian yang terus memakan korban.

Belum lama kita disuguhi peristiwa mayat wanita yang ditemukan dalam boks kontainer, wanita dalam koper, kini muncul kasus paling mutakhir yang lebih tragis, yakni pembunuhan dan mutilasi Ciamis. Suami membunuh, memutilasi hingga menawarkan potongan daging istrinya kepada warga sekitar (detik.com, 5-5-2024). Subhanallah!

Penyebab Maraknya Pembunuhan

Apa sebenarnya yang terjadi hingga kasus-kasus serupa terus berulang? Sakit hati, stres, depresi hingga gangguan jiwa sering kali menjadi penyebabnya. Dipicu masalah asmara misalnya, atau tekanan finansial, plus buntunya jalan keluar, membuat sebagian orang berbuat nekat di luar akal sehat.

Ditambah, sulitnya mengakses layanan mental recovery di samping harganya yang tidak murah, lingkungan yang cenderung abai sehingga minim deteksi dini, serta tindakan hukum yang tebang pilih lagi tak membuat jera, menambah daftar panjang kesemrawutan upaya mengakhiri kejahatan pembunuhan yang terus mengalami peningkatan dalam angka, modus, dan tingkat kekejaman.

Semua itu berlangsung dalam kehidupan yang diliputi suasana sekuler lagi liberal. Halal haram tak lagi dikenal sebagai tolok ukur dalam berbuat. Rasa takut kepada Sang Pencipta karena melanggar aturan-Nya tercabut. Rasa menyesal dan khawatir terhadap hari perhitungan dan penghisaban sama sekali tak membekas dalam jiwa. Semua karena perbuatan manusia semata untuk meraih kepentingan dan keuntungan, didasari oleh hawa nafsu, serta jauh dari nilai-nilai agama. Lingkungan dan masyarakat sekitar pun kurang peduli, bahkan cenderung individualis.

https://narasipost.com/opini/08/2022/karena-setiap-nyawa-begitu-berharga/

Kondisi ini diperparah dengan penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang berpihak kepada pemodal besar lagi abai terhadap rakyat sehingga melahirkan kesenjangan dan problem turunannya. Mental health salah satunya. Penerapan sistem sosial yang melahirkan individualisme dan liberalisme juga punya andil. Termasuk sistem sanksi yang seringkali ompong tak memberikan keadilan, membuat problem kriminalitas, termasuk di dalamnya pembunuhan tak kunjung tuntas.

Sungguh, nyawa begitu tak berharga dalam kepemimpinan sistem kapitalisme karena dengan mudah darah tertumpah. Tak ada penjagaan dan jaminan yang memenuhi rasa aman.

Islam Menyolusi Maraknya Pembunuhan

Dalam Islam, nyawa satu manusia bahkan lebih berharga dibandingkan dunia dan seisinya sehingga menghilangkan nyawa (pembunuhan) adalah perkara yang besar dan wajib mendapat perhatian serius dari negara.

Rasulullah saw. bersabda, “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai dan disahihkan Al-Albani).

Oleh karenanya, Islam memelihara nyawa manusia dengan serangkaian upaya preventif dan kuratif.

Upaya preventif terhadap terjadinya pembunuhan dilakukan dengan menerapkan sistem pendidikan Islam yang akan melahirkan SDM ber-syakhshiyah (kepribadian) Islam yang takut kepada Rabb-nya sehingga menjadikan halal haram sebagai standar hidupnya. Selain itu, pemimpin Islam akan menerapkan sistem sosial berlandaskan syariat Islam yang akan menggulung individualisme dan liberalisme yang bercokol di tengah umat.

Secara kuratif, pemimpin akan merealisasikan penyelenggaraan sistem sanksi yang memberi efek pencegahan sekaligus efek jera terhadap pelaku. Ini tampak dari hukuman kisas bagi pelaku pembunuhan, yakni nyawa dibayar nyawa. Kecuali jika ahli waris korban memaafkan, pelaku pembunuhan wajib membayar diat 100 ekor unta yang 40 ekor di antaranya sedang bunting.

Tak lupa, negara juga menyiapkan fasilitas layanan kesehatan mental/jiwa yang memadai dan mudah diakses oleh siapa saja untuk menghindari gangguan jiwa yang berpotensi membahayakan diri dan orang lain.

Lalu dari mana pembiayaan atas semua itu? Yakni dari kas baitulmal yang sumber pendapatannya melimpah ruah. Di antaranya berasal dari harta fai, ganimah, kharaj, jizyah, hasil pengelolaan SDA, dan sebagainya. SDA yang terkategori harta milik umum, misalnya, akan dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat, termasuk membiayai kebutuhan infrastruktur dan layanan kesehatan mental, bukan dikuasakan kepada perorangan lokal apalagi asing atas nama privatisasi.

Semua itu bisa terwujud manakala negara mengadopsi sistem ekonomi Islam, bukan sistem ekonomi kapitalisme yang nyata memihak oligarki sekaligus menyengsarakan publik.

Sistem Islam Menjaga Nyawa

Dengan itu semua, jelas Islam mengutamakan nyawa serta menjaganya dengan seksama. Islam juga menjaminnya dengan segala mekanisme yang menutup setiap celah kejahatan yang akan merenggutnya.

Oleh karenanya, jika kita ingin segera mengakhiri bencana pembunuhan yang marak terjadi hari ini, hal yang pertama harus dilakukan adalah mencabut cara pandang sekularisme dari benak masyarakat, kemudian menggantinya dengan cara pandang Islam. Selanjutnya, menjadikan syariat Islam sebagai sistem aturan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sebagaimana dahulu saat Islam berjaya di bawah kepemimpinan para khalifah selama belasan abad lamanya. Bukan hal yang mustahil untuk mewujudkannya kembali sebab ia merupakan janji Allah (wa'dullaah) sekaligus kabar gembira (bisyarah) Nabi yang mulia.

Nabi bersabda, "Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah 'ala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai minhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah taala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah taala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw. diam.” (HR. Ahmad).

Wallahua'lam bishawab. []

#MerakiLiterasiBatch1
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rizki Ika Sahana Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Emas Sebagai Mata Uang dan Investasi
Next
UU Desa, Politik Transaksional dan Benalu Demokrasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Netty al Kayyisa
Netty al Kayyisa
5 months ago

Di negeri konoha harga nyawa sdh seperi harga kacang goreng ajah. Obral murah. Astaghfirullah...

Arum indah
Arum indah
5 months ago

Ngeri bgt memang zaman skrg,
Salah sedikit, nyawa lgsg terancam

Novianti
Novianti
5 months ago

Manusia makin sadis. Nyawa orang lain dianggap tidak berharga. Saya membayangkan kasus Ciamis saja, sudah mual. Mirisnya lagi, korban dibunuh saat mau ke pengajian. Astaghfirullah.

Siti Komariah
Siti Komariah
5 months ago

Ngeri memang melihat nyawa seakan tiada harganya. Sungguh kapitalisme sekuler penyebab dari segala kerusakan kehidupan.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram