Hukum bekerja bagi perempuan adalah mubah atau boleh, tetapi mengurus rumah tangga serta menjadi istri dan ibu adalah kewajiban.
Oleh. Isty Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com & Pemerhati Kebijakan Publik)
NarasiPost.Com-Berbicara peran ibu seakan tidak pernah ada habisnya. Ibu laksana makhluk berkaki dan bertangan seribu, seorang perempuan yang punya banyak peran. Maka pantaslah lewat perannya, akan lahir generasi penerus peradaban.
Karena perempuan punya multi peran, maka tidak heran jika banyak program digulirkan. Sebagaimana seminar perempuan yang dilakukan di Jakarta pada tanggal 30 April 2024. Seminar ini diadakan dalam rangka Hari Kekayaan Intelektual Sedunia yang jatuh pada tanggal 26 April. Seminar ini bertema “Perempuan Berkarya, Indonesia Cemerlang” tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya perlindungan kekayaan intelektual (KI) terlebih bagi seorang perempuan, agar perempuan lebih bisa berkarya dan berinovasi (CNNIndonesia.com, 30/4).
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Perempuan (DJKIP), menyatakan bahwa saat ini perempuan merupakan ujung tombak perekonomian bangsa. Hal ini diperkuat dengan data BPS pada tahun 2021, bahwa sekitar 64,5 persen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dimiliki oleh kaum perempuan. Sehingga perempuan perlu didorong untuk lebih memahami, dan memanfaatkan kekayaan intelektualnya agar bisa memberi nilai tambah pada karya mereka. Sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan inklusif, membuka lapangan kerja, dan mendapatkan kehidupan yang layak (CNN Indonesia 30/4).
Perempuan dan UMKM
Memang tidak dimungkiri, saat ini perempuan diyakini sebagai pelaku penting dan berperan besar di UMKM. Bahkan, pelaku utama dalam keberlanjutan bisnis UMKM dalam negeri. Perempuan yang berdaya secara ekonomi dianggap dapat membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi. Nyatanya ini adalah pandangan Barat atas pemberdayaan ekonomi perempuan yang hanya dilandaskan pada aspek ekonomi semata. Hal ini jika dibiarkan terus-menerus bisa mengabaikan peran perempuan sebagai ibu generasi.
Padahal sejatinya UMKM hanyalah bagian kecil perekonomian. UMKM bukanlah sektor strategis yang bisa dijadikan salah satu penopang ekonomi negara. Contohnya ketika UMKM masuk pasar digital, posisi pelaku UMKM hanyalah memanfaatkan e-commerce, sedangkan penyedia pasar digital tetap ada di tangan para pemilik modal kapitalis yang menguasai teknologinya. Hal ini jelas sebagai bentuk kamuflase negara melepaskan dirinya sebagai penanggung jawab dan pengurus rakyat.
Nyatanya kebijakan negara lebih berpihak pada kepentingan kapitalis. Rakyat disuruh banting tulang mencari kesejahteraan sendiri, menjadi pelaku UMKM, hitung-hitung bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain. Begitulah jorgan pemanis agar masyarakat termotivasi berwirausaha sehingga beban negara menjadi berkurang dengan kemandirian ekonomi rakyat.
Padahal sebagus apa pun UMKM, tidak akan dapat mengentaskan kemiskinan, apalagi menyelamatkan ekonomi negeri, sebab masalah utamanya adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi yang rusak bahkan cacat sejak lahir.
Racun Berbalut Madu
Pemberdayaan perempuan membuat perempuan menjadi mandiri secara finansial. Perempuan dan ibu dijadikan tumbal kesejahteraan, karena dipaksa membiayai hidupnya sendiri. Ibu dipaksa berdaya padahal ini adalah racun berbalut madu sistem kapitalis sekuler. Negara abai akan nasib warga negaranya. Perempuan terpaksa menjadi autopilot karena negara tidak mengurusinya. Bahkan negara juga abai akan nasib generasi penerus yang lahir dari rahimnya.
Di sisi lain, pemberdayaan ekonomi perempuan dan kesetaraan gender juga membuat perempuan terutama kaum ibu diharuskan untuk terjun dalam dunia kerja sebagaimana laki-laki. Perempuan bernama ibu terpaksa menjadi tulang punggung. Kesejahteraan atau kesetaraan gender memaksa perempuan untuk disamakan dengan laki-laki, dan menunaikan tanggung jawab laki-laki. Kesetaraan gender yang mendambakan terwujudnya kesetaraan dalam segala bidang, memaksa perempuan untuk melupakan kodratnya sebagai perempuan.
Hal ini patut diwaspadai karena Barat menganggap tersibukkan para ibu mengelola, membesarkan, dan mengembangkan UMKM-nya akan mengalihkannya dari kajian-kajian ekstrem. Karena jelas sulit membagi konsentrasi terhadap pengembangan bisnis dengan optimalisasi mengurus masalah keumatan. Apalagi acap kali perhatian serius terhadap masalah dakwah akan menyebabkan perempuan makin terikat dengan aturan syariat, yang bisa jadi akan bertentangan dengan tata cara bisnis kapitalistik.
Perempuan dalam Islam
Dalam Islam, Allah Swt. telah menetapkan kewajiban perempuan adalah sebagai istri dan ibu, juga pendidik generasi. Dengan kekayaan intelektualnya (KI), perempuan menjadi pendidik generasi dan tumpuan peradaban yang gemilang. Memaksakan perempuan berperan sebagai pencari nafkah, selain merupakan bentuk eksploitasi perempuan, sejatinya adalah pelanggaran terhadap ketentuan Allah yang meletakkan kewajiban menanggung nafkah hanya pada laki-laki. Pelanggaran aturan Allah akan menjauhkan keberkahan dan rida Allah. Sejahtera tanpa keberkahan Allah adalah malapetaka besar bagi seorang muslimah. Nilai inilah yang tidak akan pernah bisa dipahami oleh mereka yang hidup hanya mengandalkan akal semata, bahkan meminggirkan agama sebatas kehidupan privat.
Meskipun Islam menetapkan kewajiban mencari nafkah hanya pada lelaki. Namun, secara pasti Islam menjamin kesejahteraan perempuan. Dalam pandangan Islam, menyejahterakan perempuan adalah kewajiban negara, agar perempuan optimal menjalankan peran utamanya yaitu sebagai istri, ibu, pengatur rumah tangga, dan pendidik generasi. Dengan begitu perempuan tidak harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap muslim memiliki tanggung jawab sebagaimana telah Allah tetapkan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 233 yang artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.”
Diperkuat dengan sabda Rasulullah yang artinya: “Ketahuilah setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka. Seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya dan ia bertanggung jawab atasnya. Maka setiap dari kalian adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Abu Dawud)
https://narasipost.com/opini/12/2023/umkm-go-global-perempuan-makin-sejahtera/
Di sisi lain, Islam memberikan ruang seluas-luasnya bagi perempuan untuk berkiprah dalam berbagai bidang kehidupan, sepanjang sesuai aturan Islam. Hukum bekerja bagi perempuan adalah mubah atau boleh, tetapi mengurus rumah tangga serta menjadi istri dan ibu adalah kewajiban. Suatu amal yang mubah tidak boleh mengalahkan amal yang wajib. Apabila karena suatu sebab syar'i perempuan tidak mendapatkan nafkah dari suami, misalnya suami meninggal atau sakit atau sebab yang lain, Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjamin nafkah perempuan dan anak-anaknya. Mulai dari mewajibkan walinya hingga ditanggung oleh negara.
Dan yang tidak boleh dilupakan, keterlibatan ibu dan perempuan dalam urusan keumatan atau dakwah yang acap kali disebut radikal atau ekstrem justru menjadi pangkal tersebarnya kemuliaan Islam. Dakwah Islam kaffah bisa menjadi jalan bagi perempuan untuk melepaskan kesengsaraan hidup akibat penerapan ideologi kapitalisme. Melalui dakwah, perempuan akan melakukan tugas terhormat karena berperan dalam mewujud kehidupan Islam ke seluruh alam. Karena kemuliaan ibu dan perempuan akan terwujud sempurna ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah di seluruh aspek kehidupan yakni dalam sebuah sistem pemerintahan Islam.
Wallahu’alam bishawab. []
Narasi pemberdayaan perempuan hanyalah tipuan untuk menarik perempuan dari fitrahnya sebagai pendidik generasi.
Kapitalisme.. mengekploitasi peran perempuan tuk menjadi mesin uang. Hanya Islam yang mampu memuliakan perempuan.
Dalam kapitalisme, perempuan dibohongi dgn narasi pemberdayaan perempuan,.padahl para perempuan ditarik dr fitrahnya sbg ummi warobbatul bait
Perempuan seolah dimanjakan dengan diberi kesempatan luas untuk bekerja. Padahal, mereka sedang dijerumuskan ke dalam jurang. Sakit. Saat beban berat harus ditanggung semua. Jadi tulang punggung ekonomi negara tetapi juga harus menjadi ibu di rumah..
Ho oh ya ..miris banget, ketika tulung rusuk harus berubah peran menjadi tulang punggung....Kejam
Bener, seolah-olah sejahtera padahal capek lahir batin. Kodratnya kalau ada pilihan, perempuan ingin hidup dirumah.
Perempuan di era kapitalisme membuat simalakama. Disatu sisi bekerja sebagai penopang ekonomi keluarga, apabila sang suami tidak bekerja. Sementara kewajiban sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya lebih utama untuk ditunaikan. Ya begitulah adanya. Si benar sekali hanya sistem Islam yang akan memuliakan kaum wanita.
Melejit terus nih Mba Isty
Bener bunda, bagaikan buah simalakama. Kalau tidak berpenghasilan ekonomi pas-pasan. Tapi kalau bekerja banyak yang harus dikorbankan
Racun berbalut madu. Ketika perempuan digiring meninggalkan fungsi utamanya dan menjadi penopang ekonomi..Kapitalisme memang jahat sekali. Kini, saatnya Islam kaffah menggantikannya sistem busuk ala Barat itu agar perempuan terjaga dan terlindungi dari eksploitasi.