Nestapa Pekerja Migran, Dibuang Tanpa Perlindungan

Nestapa Pekerja Migran

Maraknya pekerja migran ilegal hanyalah satu dari banyaknya fakta kegagalan negara dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat.

Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)

NarasiPost.Com-Malang benar nasib pekerja migran asal Indonesia. Demi mencari sesuap nasi di negeri tetangga, mereka harus menghadapi berbagai ketidakadilan. Apalagi jika berangkat bekerja melalui jalur ilegal, sering kali nasibnya lebih buruk. Hal ini sebagaimana dialami oleh 16 PMI ilegal yang dibuang di pulau tak berpenghuni saat hendak kembali ke kampung halaman.

Peristiwa dibuangnya para PMI ilegal tersebut, tentu memantik sebuah tanya. Mengapa banyak PMI yang memilih jalur ilegal hingga mereka sampai diperlakukan tidak manusiawi dan dihadapkan pada ancaman perdagangan orang? Bagaimana seharusnya tanggung jawab negara terhadap rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka?

Alasan Pekerja Migran Memilih Jalur Ilegal

Diberitakan oleh tempo.co (23-5-2024), Lantamal IV Batam berhasil menyelamatkan 16 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal atau nonprosedural di sebuah pulau kosong di Tanjung Acang, Kelurahan Ngenang, Batam, Kepulauan Riau. Belasan pekerja ilegal tersebut ditelantarkan oleh tekong yang membawa mereka dari Malaysia pada Selasa, 21 Mei 2024. Para korban diduga dibuang ke laut oleh sindikat perdagangan orang.

Para pekerja menyebut, mereka tidak mengetahui tekong kapal yang membawa berlayar dari Malaysia melalui jalur gelap karena seluruh ponsel dimatikan. Sebelumnya, para PMI ilegal tersebut diturunkan di tengah laut. Tekong kapal menjanjikan bahwa mereka akan dijemput oleh pihak lainnya. Namun, hingga pagi menjelang, mereka tak kunjung dijemput hingga ditemukan warga dalam kondisi basah kuyup.

Para PMI ilegal tersebut awalnya berangkat ke Malaysia dengan jalur legal menggunakan paspor pelancong yang hanya memiliki waktu 30 hari. Namun, saat tiba di Malaysia mereka justru bekerja di perkebunan sawit. Saat hendak pulang ke Indonesia, mereka pun harus melalui penyeberangan gelap karena tak memiliki surat-surat resmi. Tiap-tiap pekerja bahkan harus membayar 3.500 ringgit Malaysia atau sebesar Rp11 juta kepada tekong.

Salah seorang pekerja migran ilegal bernama Dendi menyebut, banyaknya PMI yang bekerja di Malaysia melalui jalur nonprosedural atau ilegal disebabkan lamanya proses pengurusan. Jika melalui jalur legal dibutuhkan waktu pengurusan satu sampai dua tahun, sedangkan jika melalui jalur ilegal maka mereka bisa langsung bekerja.

Lemahnya Penanganan Mafia

Kasus penelantaran PMI tidak hanya terjadi kali ini. Namun, bisa dikatakan bahwa peristiwa seperti ini terus berulang. Aktivis kemanusiaan di Batam, RD Paschalis Saturnus Esong, merespons penelantaran para PMI tersebut. Menurutnya, maraknya peristiwa penelantaran PMI tidak bisa dianggap sebagai kecelakaan biasa saja. Namun, berulangnya peristiwa tersebut karena penanganan sindikat mafia penyelundupan pekerja migran tidak pernah tuntas hingga akarnya. (tempo.co, 22-5-2024)

Kolonel Laut (P) Joko Santoso, yang merupakan Asintel Danlantamal IV, mengungkapkan bahwa untuk mengatasi penyelundupan PMI harus diselesaikan dari hulu lokasi, yakni asal pekerja migran. Menurutnya, para pekerja yang ingin menjadi PMI seharusnya diberikan edukasi agar tidak masuk dan bekerja secara ilegal.

Berulangnya peristiwa penelantaran PMI sekaligus menunjukkan gagalnya kebijakan perlindungan buruh migran yang tidak berdokumen. Mirisnya, kegagalan kebijakan perlindungan tersebut justru menjadi ladang meraup keuntungan bagi para mafia penyelundupan pekerja. Pemerintah terkesan tidak serius mencari dalang di balik peristiwa ini, seperti siapa pelakunya, pemilik modal, dan pihak-pihak terkait lainnya. Mereka tidak pernah dicari dan dipidanakan secara tuntas sehingga kejahatan serupa seolah tak pernah mati.

Para mafia perdagangan orang masih terus mengganggu Indonesia. Mereka bebas berkeliaran dan meraup banyak untung dari bisnis kotor tersebut. Jika saja negara mampu hadir di garda terdepan sebagai pelindung dan pengurus rakyat, serta hukum bisa bekerja dengan maksimal, niscaya negara bisa mengendalikan penempatan pekerja. Lebih dari itu, peristiwa pembuangan PMI dapat diminimalisasi.

Nestapa Pekerja Migran

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Peribahasa tersebut seolah menggambarkan nasib para pekerja migran asal Indonesia. Bagaimana tidak, berharap mendapat untung dengan bekerja sebagai PMI, tetapi nasib malang yang tidak dibayangkan justru terjadi. Anehnya, meski ketidakadilan sering kali diterima para pekerja migran baik yang legal maupun ilegal, tetapi antusias untuk bekerja di luar negeri tetap saja tinggi.

Meski berpotensi menjadi korban dari sindikat perdagangan orang, tetapi tak menyurutkan rakyat negeri ini untuk mengejar cuan di negeri tetangga. Padahal diskriminasi sering kali mereka terima, apalagi bagi PMI nonprosedural. Ketidakadilan tersebut di antaranya: mereka tidak dapat menuntut kontrak, tidak memiliki hak peningkatan SDM, minimnya realisasi hak-hak buruh, bahkan bisa dibuang dan diambil kembali sesuai kehendak perusahaan. Realitas tersebut membuat PMI tidak bisa menuntut hak apa pun di luar negeri.

Tak Pernah Tuntas

Jika dianalisis lebih mendalam, ada beberapa faktor yang menyebabkan problem pekerja migran tidak pernah tuntas, di antaranya:

Pertama, bergesernya cara pandang manusia dalam kehidupan yang sekuler kapitalistik. Yang mana, mengejar materi sebanyak-banyaknya menjadi prioritas sebagian besar manusia. Demi mewujudkan hal tersebut, banyak orang akhirnya rela bekerja di luar negeri, apalagi dengan tuntutan hidup saat ini yang serba mahal. Kehidupan sekuler ini pun telah mengubah standar kebahagiaan bagi manusia, yakni memiliki materi sebanyak-banyaknya. Berbagai cara pun akhirnya dilakukan untuk mengumpulkan harta demi memenuhi tuntutan gaya hidup, bukan sekadar kebutuhan semata. Salah satu pilihan instan yang dianggap mampu memenuhi tuntutan tersebut adalah bekerja sebagai PMI.

Kedua, mengguritanya kemiskinan. Kemiskinan masih menjadi PR besar yang belum bisa dituntaskan oleh pemerintah. Kemiskinan pula yang menjadi salah satu faktor penyebab sehingga banyak orang rela bekerja ke luar negeri dengan cara ilegal. Sulitnya lapangan pekerjaan di dalam negeri dan iming-iming gaji tinggi di luar negeri membuat rakyat rela menjadi TKI meski sering kali mendapat perlakuan tidak manusiawi.

Ketiga, masih rendahnya pendidikan sebagian masyarakat di negeri ini. Masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan rendah cenderung minim pengetahuan tentang pekerjaan, keterampilan, maupun prosedur ketenagakerjaan sehingga mereka mudah menjadi korban perdagangan manusia.

Keempat, lemahnya penegakan hukum oleh negara. Hukum yang ada selama ini belum mampu memberikan perlindungan maksimal terhadap para pekerja migran, salah satunya adalah UU TPPO 21/2017. Di sisi lain, meski UU diberlakukan, tetapi belum mampu memberikan efek jera bagi para pelaku dan semua pihak yang terlibat dalam mafia perdagangan orang. Lemahnya penegakan hukum berakibat pada terjadinya tawar-menawar hukum antara pelaku dengan pihak berwenang. Akibatnya, mafia perdagangan orang tetap menggurita, sedangkan rakyat tetap menjadi korban.

Jaminan Islam

Permasalahan mendasar maraknya PMI ilegal adalah kemiskinan. Karena itu, untuk mencegah masyarakat menjadi PMI ilegal adalah dengan menuntaskan problem utamanya, yakni kemiskinan. Jika kemiskinan mampu diberantas dengan tuntas maka tidak ada lagi masyarakat yang berbondong-bondong menjadi PMI ilegal karena tuntutan ekonomi. Mereka cukup bekerja di dalam negeri karena ada jaminan dari negara.

Sistem Islam mampu memberi jaminan ketersediaan lapangan kerja. Pasalnya, Islam adalah satu-satunya sistem hidup yang secara sempurna mengatur berbagai urusan dan memberikan penjagaan terbaik pada manusia. Salah satunya adalah melakukan pencegahan dan penanganan terhadap perdagangan manusia. Islam memberikan jaminan terbaik demi terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat termasuk para pekerja.

Beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh negara (Khilafah) dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat dan mencegah rakyat hengkang ke luar negeri karena alasan ekonomi adalah:

Pertama, Khilafah akan memenuhi seluruh kebutuhan dasar setiap individu masyarakat dengan layak. Kebutuhan tersebut berupa sandang, pangan, dan papan, yang dapat diwujudkan dengan memberikan lapangan kerja seluas-luasnya pada seluruh rakyat, utamanya para pencari nafkah.

Sementara itu, untuk kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan keamanan, negara akan memberikannya secara gratis. Hal ini bukan mustahil bagi Khilafah. Pasalnya Khilafah akan mengoptimalkan pengelolaan SDA yang melimpah untuk membiayai berbagai kebutuhan rakyat tersebut.

Semua dilakukan oleh penguasa karena tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat. Rasulullah saw. bersabda dalam riwayat Muttafaqun 'alaih: "Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai (junnah) yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya."

Kedua, selain memudahkan  akses pekerjaan, negara juga akan membekali masyarakat dengan pendidikan yang layak, keterampilan, dan keahlian, demi mewujudkan SDM yang berkualitas. Dengan adanya kemudahan mengakses pekerjaan dan gaji yang layak, tentu membuat rakyat lebih memilih bekerja di dalam negeri daripada menjadi pekerja migran dengan banyak risiko.

Ketiga, negara akan menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku kriminal. Sistem sanksi dalam Islam terbukti sangat efektif dalam mencegah munculnya para pelaku kejahatan. Selain itu, sanksi yang diterapkan pun dipastikan membuat jera para pelaku. Penerapan sanksi berdasarkan hukum Allah dan kebijakan khalifah sebagai pemimpin negara akan mencegah munculnya jual beli hukum. Demikianlah, perlindungan dan jaminan kesejahteraan hanya bisa diwujudkan oleh sistem Islam.

Khatimah

Maraknya pekerja migran ilegal hanyalah satu dari banyaknya fakta kegagalan negara dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Di bawah naungan kapitalisme sekuler, perbudakan modern marak, perdagangan manusia eksis, dan eksploitasi tenaga kerja menjadi hal yang biasa. Satu-satunya jalan melepaskan diri dari nasib buruk karena penerapan sistem kapitalisme adalah dengan kembali pada sistem Ilahi yang terbukti mampu mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat, yakni sistem Islam.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Garuda Terlambat Mengudara, Calon Jemaah Haji Tertunda
Next
Belajar Kesetiaan dari Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

14 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
4 months ago

Astaghfirullah permasalahan kehidupan silih berganti. Kapan akan aman , damai negeri ini?
Ya betul mba hanya sistem Islam yang mengentaskan segala masalah.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Dewi Kusuma
4 months ago

Betul bu, kapitalisme memang telah melahirkan banyak kesengsaraan.

angesti widadi
4 months ago

Sudahlah menderita di negeri sendiri, terancam di jual oleh mafia perdagangan manusia pulak! yaa Allah patah hati saya baca ini.

Sartinah
Sartinah
Reply to  angesti widadi
4 months ago

Nyesek ya mbak, apalagi kalau ada saudara sendiri yang jadi TKI.

Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
4 months ago

Setiap kali mengikuti perkembangan dan membaca PMI rasanya pilu dan ngilu. Berharap pada sistem hari ini makin runyam hidup.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Mimy muthmainnah
4 months ago

Setuju mbak Mimi. Hanya untuk mencari penghidupan yang layak, keamanan dan nyawa mereka harus terancam. Ini bisa dibilang negara telah gagal memberi jaminan.

Atien
Atien
4 months ago

Nestapa pekerja migran akan terus berulang selama masih terbelenggu di sistem yang sekarang.
Harapan untuk hidup layak hanya impian di siang bolong. Saatnya beralih ke sistem Islam yang siap menolong dan memberikan kesejahteraan untuk rakyat.
Barakallah mba@Sartinah

Sartinah
Sartinah
Reply to  Atien
4 months ago

Betul mbak Atien. Satu-satunya harapan untuk sejahtera harus kembali pada sistem Islam.

Aamiin, wa fiik barakallah

Novianti
Novianti
4 months ago

Miris nian. Dapat julukan pahlawan devisa, tetapi minim perlindungan dari negara. Belum.lagi persoalan turunannya di masing-masing keluarga juga kompleks.Stres bekerja, keluarga yang ditinggalkan juga berpotensi bermasalah.

Last edited 4 months ago by Novianti
Sartinah
Sartinah
Reply to  Novianti
4 months ago

Betul mbak. Udah paket lengkap derita rakyat di bawah sistem kapitalisme ya.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
4 months ago

Sedih, miris, nelangsa. Ingin mencari penghidupan yang baik,.malah terlunta-lunta.
Negara tidak mampu memberikan jaminan.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Isty Da'iyah
4 months ago

Betul mbak, miris banget jadi rakyat jelata di sistem kapitalisme ya.

Firda Umayah
Firda Umayah
4 months ago

Benar-benar nelangsa saat masyarakat tidak mendapatkan jaminan kemudahan mencari pekerjaan dalam sistem kapitalisme.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Firda Umayah
4 months ago

Betul mbak. Ini hanya satu kasus dari banyaknya nestapa rakyat negeri ini ya

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram