Sistem kapitalisme menjadikan perusahaan hanya mengejar keuntungan materi di atas segalanya, akibatnya buruh masih jauh dari kata sejahtera.
Oleh. Ni’mah Fadeli
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tanggal 1 Mei telah disepakati dunia untuk diperingati sebagai Hari Buruh. Namun, apakah buruh sudah sejahtera? Tak dimungkiri bahwa keberadaan buruh makin membengkak seiring dengan berkembangnya jumlah perusahaan. Beraneka macam pabrik tersebar di seluruh negeri, dari yang skalanya kecil hingga yang luar biasa besar. Menjadi buruh juga menjadi semacam solusi bagi sebagian besar masyarakat selepas lulus sekolah menengah untuk meraih kesejahteraan. Biaya kuliah yang tak murah menjadikan banyak dari anak muda terkendala untuk meneruskan pendidikan dan memilih menjadi buruh demi segera mendapat penghasilan meski hingga saat ini nasib buruh masih jauh dari kata sejahtera.
Belum lagi bayangan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang selalu mengintai para buruh atau pekerja. Pada tahun 2023, sebanyak 69 persen perusahaan yang 67 persennya adalah perusahaan besar tak lagi melakukan perekrutan. Menurut Laporan Talent Acquisition Insights 2024 oleh Mercer Indonesia, hal ini dilakukan agar tak terjadi PHK pada para pekerja. Laporan juga mengungkap bahwa pada tahun 2023 sebanyak 23 persen perusahaan telah melakukan PHK. (cnnindonesia.com, 26/04/2024).
https://narasipost.com/opini/04/2023/badai-phk-kian-menyengsarakan-di-mana-peran-negara/
Kasus yang menimpa perusahaan juga akan berimbas langsung pada pekerja. Seperti kasus korupsi yang terjadi pada PT Timah Tbk periode 2015-2022 yang merugikan negara sekitar Rp271 triliun sehingga mengakibatkan penyitaan terhadap lima smelter. Menurut Ketua Departemen Hukum Acara Universitas Indonesia, Junaedi Saibih, tentu hal ini dapat mengakibatkan gelombang PHK yang besar karena tidak adanya produksi pada smelter yang disita. Salah satu smelter, yaitu PT Refined Bangka Tin (RBT) telah melakukan PHK terhadap semua pekerja outsourcing yang berjumlah 400 orang dan masih akan berlanjut dengan PHK pada 200 karyawan tetap. Jika ditotal dengan empat smelter lain, PHK akan menimpa ribuan orang pekerja. (inews.id, 28/04/2024).
Buruh Dipandang Sebagai Faktor Produksi
Dengan tiadanya perekrutan pekerja baru ditambah PHK yang masih terus terjadi maka sudah dapat ditebak problem klasik yang bakal terjadi adalah bertambahnya jumlah pengangguran. Sistem kapitalisme yang merajai dunia saat ini memang menjadikan keuntungan materi di atas segalanya, akibatnya buruh sejahtera hanya menjadi wacana. Di bawah sistem kapitalisme, perusahaan hanya mengejar keuntungan sebanyak mungkin dan tak memikirkan kesejahteraan buruh.
Dalam sistem kapitalisme, buruh hanya dipandang sebagai salah satu faktor produksi. Perusahaan akan selalu mengharap keuntungan tinggi sehingga biaya produksi akan ditekan seminimal mungkin. Upah yang tak sesuai UMR, menahan THR, mudah melakukan PHK, menambah jam kerja buruh tanpa mempertimbangkan faktor kesehatannya, meminimalkan jumlah pekerja agar tak menambah biaya produksi sehingga enggan melakukan rekrutmen dan seterusnya mudah sekali dilakukan perusahaan dalam mencapai targetnya.
Sementara itu, negara tidak melindungi rakyatnya dengan maksimal, tetapi justru memberi peluang besar agar perusahaan atau para kapitalis melancarkan aksinya demi menggapai sebanyak-banyaknya keuntungan. Kebijakan yang diambil negara selalu lebih berpihak pada perusahaan sehingga posisi pekerja sangatlah sulit. Mencari pekerjaan baru bagai mencari jarum di tumpukan jerami sehingga buruh pun tetap bertahan dengan pekerjaan yang ada dengan segala risiko yang harus diterima.
Buruh Sejahtera Butuh Peran Negara
“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin rakyat banyak, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari).
Seorang pemimpin dalam sistem Islam tak akan mengambil kebijakan yang menyengsarakan rakyat karena menyadari bahwa kelak akan ada pengadilan Allah yang meminta pertanggungjawaban atas seluruh rakyat yang dipimpinnya tanpa terkecuali.
Setiap rakyat, entah itu kaya atau miskin, di desa maupun di kota, pemilik perusahaan maupun pekerja akan mendapat pengurusan yang sama dari negara. Negara bertanggung jawab untuk memastikan kebutuhan dasar setiap rakyat terpenuhi.
Negara di dalam sistem Islam (Khilafah) akan menciptakan sebanyak-banyaknya lapangan pekerjaan sehingga para lelaki tak kesulitan dalam melakukan kewajibannya menafkahi keluarga. Negara juga memastikan setiap rakyat mendapat fasilitas pendidikan, kesehatan, maupun keamanan yang dapat diakses dengan gratis. Rakyat pun bisa fokus bekerja dan beribadah dengan maksimal tanpa dipusingkan dengan tingginya biaya pendidikan atau kesehatan seperti saat ini.
Dalam hubungan perusahaan dan buruh maka negara akan memastikan kedua pihak menjalankan kewajibannya dengan baik dan benar. Harus ada akad yang jelas terkait deskripsi pekerjaan, jam kerja, upah, fasilitas, dan seterusnya yang disetujui kedua belah pihak. Jika terjadi perselisihan antara perusahaan dan pekerja, negara wajib menjadi penengah yang adil sesuai syariat Islam dan tidak memihak.
Nestapa yang hari ini dialami para buruh tidak akan terjadi jika negara benar-benar menjalankan fungsinya sebagai ra’in atau pengurus rakyat. Kesejahteraan bukanlah sebuah mimpi dan keadilan akan dirasakan oleh seluruh masyarakat ketika Islam telah dijalankan dalam setiap sendi kehidupan.
Wallahua’lam bishawab.[]
#MerakiLiterasiBatch1
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah
Nasib buruh menderita akibat abainya negara. Ya bener juga tuh
setiap tahun diperingati tapi nasib buruh tak beranjak dari jadi lebih baik. Seharusnya para buruh menyadari bahwa kapitalisme hanya memberikan harapan palsu. Kesejahteraan tak mungkin terwujud dalam siste rusak dan merusak ini.
Tak hanya buruh yang ingin sejahtera. Seluruh rakyat harus sejahtera dan itu tugas negara. Hari ini negara melepas tanggung jawabnya dan mengalihkan pada pihak lain salah satunya perusahaan.