Kebijakan UKT ala Tari Poco-Poco

Kebijakan UKT

Pemerintah ibarat sedang menari poco-poco, mundur untuk menaikkan UKT tetapi tetap maju. Karenanya, kenaikan UKT hanya menunggu waktu.

Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Mendikbud Ristek Nadiem Makarim membatalkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Diwartakan oleh tempo.co.id (28-05-3024), keputusan disampaikan 27 Mei setelah terjadi protes di berbagai kampus terkait kebijakan kenaikan UKT sebelumnya yang sangat tinggi.

Meski dibatalkan, kita tetap tidak bisa bernapas lega. Sebagaimana diberitakan cnnindonesia.com (28-05-2024), presiden mengungkapkan kenaikan akan dimulai tahun depan. Kenaikan UKT hanya ditunda sementara. Mengapa anggaran pendidikan makin besar tetapi biaya sekolah justru kian mahal?

Anggaran Besar, UKT Membengkak

Dalam postur APBN, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20%. Termasuk paling besar di Asia, meski lebih kecil dibanding negara lain seperti Malaysia atau Vietnam. Anggarannya pada 2024 meningkat dari 2023, asalnya Rp503,8 trilliun menjadi Rp665,02 trilliun. Tetapi hanya 5% yang dikelola Kemendikbud Ristek yaitu sebesar Rp98,9 triliun. Jatah pendidikan tinggi Rp38 triliun yang masih harus dibagi-bagi ke banyak pos seperti tunjangan dosen, Kartu Indonesia Pintar (KIP), penelitian, dan pengembangan sarana prasarana.

Lalu kemana uang lainnya mengalir? Porsi terbesar ditransfer ke daerah dan dana desa sebesar 52% yaitu sekitar Rp346 triliun. Berbagai lembaga dan kementerian lainnya turut mendapat aliran dana. Total anggaran sebesar Rp550 triliun tidak dalam kewenangan Kemendikbud Ristek. Karena itulah, perguruan tinggi kelimpungan karena anggaran dari pemerintah sangat minim. Sementara perguruan tinggi juga didorong meningkatkan layanan pendidikan berkualitas dunia.

Keadilan Versi Negara

Dalam rapat dengan anggota DPR 21 Mei yang lalu, pejabat Kemendikbud Ristek, Ir. Suharti, M.A., Ph.D. menyampaikan bahwa pemerintah sudah memberikan bantuan kepada mahasiswa berprestasi yang tidak mampu dalam bentuk Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Jumlahnya meningkat dan pengelolaannya lebih baik.

Pada 2023 jumlah anggaran mencapai Rp11,7 triliun untuk 893.005 mahasiswa. Pada 2024 mencapai Rp13,9 triliun untuk 985.577 mahasiswa. Pengelolaan menggunakan pendekatan majemuk yaitu tidak dipukul rata, melainkan menyesuaikan dengan di mana mahasiswa tinggal dan akreditasi PTN.

Suharti menunjukkan data bahwa persentase mahasiswa yang memperoleh bantuan pada 2024 meningkat yaitu sebesar 29,2%. Mereka berada dalam kelompok UKT jenjang 1-2, sementara pada 2023 hanya 24,4%.

Kelompok UKT 8-9 yang membayar dalam jumlah besar, sangat kecil dibandingkan dengan yang menempati kelompok menengah ke bawah yaitu hanya 3,7% dari keseluruhan populasi mahasiswa baru. Proporsinya menurun dari 2023 yang mencapai 5,9%. Sebagian besar yaitu 67,1% berada pada kelompok menengah (kelompok 3-7).

UKT Meroket: Kapitalisasi Pendidikan

Makin mahalnya biaya pendidikan tinggi tidak mengherankan. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, seluruh perguruan tinggi eks BHMN, termasuk yang telah berubah menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan pemerintah, ditetapkan sebagai perguruan tinggi negeri badan hukum atau PTN BH.

Dengan pemberlakuan UU PTN BH negara makin memangkas anggaran biaya pendidikan tinggi. Sebagai jalan keluar terkait pembiayaan, PTN diberi otonomi mencari sumber dana dengan berbagai cara.

Di dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 pasal 11, pemerintah hanya berkewajiban menyediakan pendanaan untuk pendidikan usia 7 sampai 15 tahun. Dalam pasal 24, pendidikan tinggi dibolehkan mengambil dana dari masyarakat salah satunya melalui skema UKT karena tidak lagi mendapat biaya secara penuh dari pemerintah. Bagi PTN menjadi dilema, UKT naik masyarakat resah, tidak naik perguruan tinggi makin susah.

Beberapa PTN mulai merambah ke lahan bisnis seperti mengelola RS, mal, hingga hotel untuk mulai mencari ceruk lain. Tetapi beban perguruan tinggi bertambah berat karena selain mendidik, harus pula mencari dana.

Biang Keladi Kenaikan UKT

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan, Ubaid Matraji, menyebut status perguruan tinggi menjadi PTN BH adalah awal permasalahannya. Kampus jadi dikomersialisasi, biaya pendidikan makin mencekik. Ketika PTN BH tidak memiliki pendanaan yang cukup, biaya operasional yang dulu ditanggung negara dialihkan ke masyarakat salah satunya dari UKT.

Meski penerima UKT kelompok 1 dan 2 meningkat, tetapi pada sisi lain negara makin mempersempit peluang bagi masyarakat untuk masuk ke dalam kelompok tersebut. Di sinilah terbuka kesempatan memanfaatkan kelompok menengah ke atas oleh perguruan tinggi. Negara merasa sudah berjasa karena tetap menyediakan tempat bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu di kelompok UKTI dan II. Padahal seharusnya penyelenggaraan pendidikan oleh negara tidak boleh diskriminatif.

PTN BH saat ini menerapkan konsep triple helix, pelibatan tiga unsur yaitu pemerintah, lembaga pendidikan, dan industri dalam memberikan layanan pendidikan. Ketika negara makin berlepas tangan, lembaga pendidikan bekerja sama dengan industri atau menjadi bagian dari industri itu sendiri. Alhasil, perguruan tinggi berubah dari lembaga pelayanan menjadi lembaga komersial.

Kondisi ini konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme. Negara sebatas regulator, menyerahkan urusan pemenuhan kebutuhan rakyat kepada pihak lain termasuk dalam pengelolaan PTN. Negara kehilangan daya untuk melayani rakyat karena minimnya sumber pemasukan akibat sumber yang berpotensi memberikan pendanaan besar seperti SDA dialihkan kepada swasta.

Solusi Islam

Islam memandang pendidikan merupakan kebutuhan dasar kolektif yang wajib diselenggarakan negara. Semua lapisan masyarakat harus bisa mengakses pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw.,”Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Al-Bukhari)

Biaya pendidikan bisa didapatkan dari individu, masyarakat, dan negara. Tetapi negara memegang peranan dominan. Tentunya harus ada ketersediaan dana yang memadai, terlebih penyelenggaraan pendidikan membutuhkan biaya besar. Islam mengatur melalui mekanisme sistem ekonomi di mana negara memiliki banyak sumber pemasukan yang tersimpan di baitulmal. Negara bisa memperoleh dari jizyah, kharaj, fai, ganimah, pengelolaan SDA, dan lainnya.

Bila pada kondisi tertentu baitulmal tidak cukup, negara mendorong kaum muslim menginfakkan hartanya. Jika upaya ini belum cukup, kewajiban beralih ke pundak orang-orang kaya di antara kaum muslimin. Ini pun tidak permanen. Ketika negara sudah mampu, negara mengambil alih kembali seluruh tanggung jawabnya. Negara mengusahakan penyelenggaraan pendidikan terbaik karena menyangkut tidak hanya keberlangsungan eksistensi umat Islam, tetapi bagi juga bagi kelangsungan dakwah.

Khatimah

Pemerintah ibarat sedang menari poco-poco, mundur untuk menaikkan UKT tetapi tetap akan maju dengan keputusan ini. Sulit bagi perguruan tinggi bertahan selama tidak ada intervensi negara dalam bentuk suntikan dana yang cukup. Karenanya, kenaikan UKT hanya menunggu waktu.

Islam tidak memandang pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier. Karena itu, Islam akan membuka pintu seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin menuntut ilmu. Sistem Islam memberikan solusi tuntas, menyeluruh dan terintegrasi terhadap persoalan pendidikan mulai dari pendanaan hingga kurikulum. Negara bersungguh-sungguh untuk mencerdaskan rakyat, menjaga fitrahnya, agar seluruh potensinya berkembang sehingga menjadi manusia bermartabat dan bermanfaat.

Wallahu a'lam bishawaab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Novianti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Belajar Kesetiaan dari Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan
Next
Resep Sehat di Balik Tawa
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
5 months ago

Saya kok membayangkan bagaimana nasib mereka yang punya kesempatan belajar tapi tidak punya biaya karena tingginya UKT. Bagaimana generasi bisa mereguk ilmu setinggi-tingginya kalau biayanya saja mahal? Miris deh.

novianti
novianti
Reply to  Sartinah
5 months ago

betul,mba. Yang miskin makin terpinggirkan dan sulit mengakses pintu-pintu yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong mereka berdaya. Yang miskin makin bodoh, yang kaya makin pintar. Celakanya jika yang kaya memanfaatkan yang miskin.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram