HET Naik, Rakyat Kian Tercekik

Het Naik, Rakyat Kian Tercekik

Kenaikan HET yang dilakukan oleh penguasa hari ini justru kian mencekik rakyat dan bukanlah solusi bagi terjangkaunya harga minyak goreng.

Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng milik pemerintah yaitu MinyaKita diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar Rp1.000. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) yang mengungkapkan bahwa Harga Eceran Tertinggi (HET) MinyaKita naik Rp1.000 dari harga Rp14.000 menjadi Rp15.000 per liter.

Ia mengatakan bahwa kenaikan harga ini dilakukan karena untuk biaya produksi tiap kemasan. HET MinyaKita ini termaktub dalam Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (antaranews.com, 06/05/2024).

HET Naik, Beban Rakyat Bertambah

Kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) MinyaKita yang dilakukan oleh pemerintah sejatinya akan kembali menambah beban masyarakat. Bagaimana tidak, minyak goreng merupakan salah satu komoditas utama dalam urusan dapur. Apalagi saat ini harga bahan kebutuhan pokok terpantau terus mengalami kenaikan. Ketika minyak goreng naik, maka mereka pun harus menambah uang pengeluaran untuk bahan makanan agar dapur tetap mengepul. Masih mending ketika rakyat di lapangan mendapatkan minyak goreng dengan harga HET, tetapi kebanyakan dari masyarakat saat ini sulit untuk mendapatkan harga HET. Mereka mendapatkan harga dari para pedagang di atas HET.

Di sisi lain, kenaikan HET MinyaKita juga akan berdampak pada UMKM, yaitu khususnya pedagang kecil, seperti penjual gorengan. Mereka akan sangat merasakan dampak tersebut dikarenakan minyak goreng merupakan salah satu bahan utama untuk penjualan mereka.

Dengan kenaikan HET minyak goreng ini  membuat para pedagang harus mengubah strategi mereka dalam usahanya. Bagaimana mereka harus terus mempertahankan kualitas dagangannya tanpa menaikkan harga jualan mereka. Sebab, ketika terjadi kenaikan harga sudah pasti akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Hal ini berdampak pada pemasukan perekonomian para pedagang. 

Ulah Kapitalisme

Sungguh disayangkan ketika HET MinyaKita kembali naik, padahal negeri ini merupakan salah satu produsen sawit terbesar di dunia. Menurut laporan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) produksi CPO Indonesia pada periode 2022/2023 mencapai 45,5 juta metrik ton (MT). Produksi tersebut ketika digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat sejatinya lebih dari cukup, bahkan negara bisa memberikannya secara gratis kepada rakyatnya.

Namun, akibat ulah kapitalisme negara tidak mampu mengelolanya dengan baik. Pengelolaan diserahkan kepada swasta. Negara hanya bertindak sebagai regulator. Alhasil, semuanya akan dijadikan ladang cuan oleh para korporasi. Sebab prinsip dasar para korporasi yakni mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

Kesalahan tata kelola minyak sawit pun kian terlihat, bagaimana keuntungan ekspor sawit lebih dinikmati oleh Malaysia dan Belanda. Menurut Akademisi dan peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Eugenia Mardanugraha mengungkapkan bahwa nilai ekspor Indonesia ke Belanda menurun, sedangkan nilai ekspor Malaysia ke Belanda meningkat pada tahun 2020 lalu. Padahal diketahui bahwa sawit yang diekspor Malaysia ke Belanda dan kemudian Belanda mengekspor ke negara lainnya merupakan sawit asal Indonesia. Dikatakan bahwa kedua negara tersebut mendapatkan keuntungan besar dari pengelolaan sawit daripada Indonesia (republika.co.id, 23/08/2023).

Di sisi lain, distribusi yang harusnya menjadi kewajiban negara untuk menyalurkannya ke seluruh pelosok negeri dan memastikan bahwa setiap rakyat bisa menjangkau harga kebutuhan pokok termasuk minyak goreng tidak dilakukan oleh negara. Negara hanya berfungsi sebagai regulator yakni menyediakan pasokan. Distribusi dilakukan oleh para mafia dagang. Alhasil, HET tidak dinikmati oleh rakyat, tetapi rakyat harus membayar di atas HET. Begitu juga dengan lemahnya pengawasan negara terhadap pasar yang membuat mafia-mafia dagang bermain kotor, mulai dari kecurangan, melakukan penimbunan barang, dan lainnya. Sungguh fungsi negara sebagai ri'ayah syu'un al-ummah (mengurusi urusan umat) telah dimandulkan oleh sistem kapitalisme.

Kembali pada Islam

Sejatinya hanya Islamlah yang mampu menjadikan para pemimpin amanah dalam kepemimpinannya. Mereka bahkan sangat berhati-hati ketika berkaitan dengan urusan rakyat. Sebab ketika ada rakyat yang terzalimi atas kebijakannya, pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Rasulullah bersabda, "Seorang khalifah adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari).

Kemudian dalam masalah penyediaan minyak goreng, khalifah telah menetapkan kebijakan melalui sistem ekonomi Islam yang berasas pada kesejahteraan rakyat.  Minyak goreng dipandang sebagai komoditas utama di tengah masyarakat. Oleh karena itu, negara wajib untuk menyediakan dan menjamin komoditas tersebut agar rakyat bisa mendapatkannya dengan harga yang ditentukan oleh adanya permintaan dan penawaran di pasar.

Negara tidak boleh mematok harga sebagaimana dalam sistem kapitalisme, tetapi negara melakukan beberapa mekanisme agar kebutuhan pokok tersebut tidak membebani masyarakat. Sebab, mematok harga adalah perbuatan yang dilarang Allah, Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya pernah ada seseorang datang, lalu berkata, "Ya Rasulullah patoklah harga ini." Beliau menjawab, "Tidak justru biarkan saja." Kemudian beliau didatangi oleh laki-laki lain, lalu berkata, "Ya Rasulullah patoklah harga ini, "Beliau menjawab, "Tidak, tetapi Allahlah yang berkah menurunkan dan menaikkan harga." (HR. Abu Dawud)

Khilafah tak akan menetapkan HET. Namun, dalam menjamin terjangkaunya harga ada beberapa mekanisme yang dilakukan oleh khalifah, yakni sebagai berikut:

Pertama, khalifah akan menggenjot produksi sawit. Hal ini dilakukan khalifah dengan cara memberikan perhatian besar pada sektor perkebunan sawit, yaitu negara menyediakan bibit unggul, pupuk, sarana penunjang untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dll.

Kedua, negara akan menyerap hasil panen sawit dari petani untuk dikelola menjadi minyak goreng. Pengelolaan ini dilakukan langsung oleh negara bukan menyerahkannya kepada asing atau swasta. Penyerapan sawit akan sesuai dengan harga permintaan dan penawaran sehingga petani sawit bisa menikmati hasil panen mereka dan cukup memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ketiga, distribusi bahan pokok dilakukan oleh negara dan tidak diserahkan pada asing atau swasta. Negara memastikan bahwa ketersediaan bahan pangan termasuk minyak goreng menyebar ke seluruh pelosok negeri. Ketika ada suatu daerah yang kekurangan pasokan, negara akan segera meminta gubernur atau wali untuk mengirimkan pasokan dari daerahnya.

Hal ini  pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada saat wilayah Hijaz dilanda musim paceklik. Saat itu kondisi Hijaz terpuruk akibat musim paceklik, bahkan Khalifah Umar pun juga ikut merasakan keterpurukan yang dialami oleh rakyatnya. Kala itu, Khalifah Umar mengirimkan surat kepada beberapa gubernur di wilayah  kekhilafahan Islam seperti Gubernur Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa'ad bin Abi waqqash di Irak untuk mengirimkan pasokan pangan dan pakaian ke Hijaz.

Keempat, khalifah akan menunjuk qadhi hisbah untuk mengawasi aktivitas pasar. Ketika ada kecurangan, penimbunan, maupun permainan pasar yang dilakukan oleh oknum-oknum nakal, para qadhi hisbah akan menindak tegas dan memberikan sanksi berat kepada mereka. Tidak diperkenankan ada para korporasi yang bisa memainkan harga. Harga kebutuhan pokok akan berjalan sesuai dengan adanya permintaan dan penawaran di pasar.

Khatimah

Perlu diketahui bahwa kenaikan HET yang dilakukan oleh penguasa hari ini justru kian mencekik rakyat. Begitu juga dengan penetapan HET bukanlah solusi bagi terjangkaunya harga kebutuhan pokok termasuk minyak goreng. Sebab adanya penetapan HET pun kalah dengan keberadaan para korporasi yang memegang kendali pasar bebas. Sistem ekonomi kapitalisme telah membuat penetapan harga bukan lagi karena adanya penawaran dan permintaan di pasar, tetapi telah dimainkan oleh para oligarki atau pengusaha.

Oleh karena itu, benarlah kiranya bahwa kita harus segera kembali pada syariat Islam. Syariat Islam yang diterapkan secara kaffah dalam segala sendi kehidupan umat manusia. Dengan diterapkannya aturan ini dipastikan bahwa rakyat akan sejahtera, sebab dasar kepemimpinan umat yakni kesejahteraan rakyat, bukan bisnis mencari keuntungan pribadi atau kelompok.

Wallahu a'lam bissawaab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Siti Komariah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Memaknai Rezeki
Next
Remaja Islam, Kau Istimewa Pakai Banget!
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Netty al Kayyisa
Netty al Kayyisa
5 months ago

Sempat terpikir ga usah pakai minyak goreng apa ya? Ha ha ha. Tapai tetap saja bukan solusi atas masalah yang ada. Emang iya kalo beras mahal jadi ga usah makan nasi aja gimana? Wkwkwk...

Firda Umayah
Firda Umayah
5 months ago

Abis beras, gula, kini minyak goreng kembali naik. Kado pahit untuk rakyat terus hadir dalam sistem kapitalisme.

Novianti
Novianti
5 months ago

Kata penguasa naiknya 1000 doang.. Pajak naik 1 persen doang. Padahal, dampaknya buat masyarakat kecil kayak dikasih beban ber ton-ton.

Siti Komariah
Siti Komariah
Reply to  Novianti
5 months ago

1000 bagi mereka biasa Mbak. Nah bagi rakyat kecil begitu berharga

Sartinah
Sartinah
5 months ago

Pusing ya jadi rakyat jelata, setiap waktu harus dikejutkan dengan kenaikan harga. Maka benarlah bahwa teror terbesar bagi rakyat adalah kenaikan harga kebutuhan pokok.

Siti Komariah
Siti Komariah
Reply to  Sartinah
5 months ago

Bener Mbak. Gedek banget sih liat kebijakan negeri ini. Padahal banyaknya sawit kita miliki, eh harga kok mahal

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram