Hardiknas ini akan terus menjadi seremonial belaka dan tidak akan mampu mengatasi masalah dunia pendidikan jika masih berpedoman pada sistem kapitalisme.
Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) jatuh pada tanggal 2 Mei 2024. Hampir setiap tahunnya pemerintah mengajak masyarakat Indonesia untuk memperingati Hardiknas sebagai momen penting untuk menyadarkan seluruh elemen masyarakat tentang pentingnya sebuah pendidikan dalam kehidupan ini.
Diwartakan dari Kemdikbud.go.id (22/04/2024), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia telah menetapkan tema peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2024, yakni "Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar".
Peringatan Hardiknas ini diharapkan bukan hanya menjadi seremonial setiap tahunnya, tetapi menjadi evaluasi dan introspeksi terhadap sistem pendidikan di Indonesia saat ini. Tema yang diambil pada Hardiknas tahun ini juga diharapkan bahwa kurikulum baru yakni kurikulum merdeka belajar akan mampu mencetak generasi yang berkualitas.
Lalu, bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia? Mampukah kurikulum merdeka belajar mencetak generasi berkualitas? Bagaimana sistem pendidikan Islam mencetak generasi berkualitas?
Ironi Pendidikan di Indonesia
Pendidikan merupakan instrumen penting dalam kemajuan sebuah negara. Makin baik sistem pendidikan dalam sebuah negeri untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul, maka makin baik pula masa depan negara tersebut. Namun, saat ini kita bisa melihat bahwa dunia pendidikan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Banyak masalah yang harus diselesaikan dalam dunia pendidikan, mulai dari sarana dan prasarana, kesejahteraan guru, minat belajar peserta didik, biaya pendidikan yang sulit dijangkau, moral generasi yang kian terkikis, dan masalah lainnya.
Sejatinya, pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara untuk mendapatkannya dan merupakan amanat UUD 1945 untuk menjamin terpenuhinya pendidikan dasar bagi setiap warga negaranya. Akan tetapi, saat ini banyak anak-anak yang justru putus sekolah. Menurut data Kemendikbudristek, jumlah anak putus sekolah tahun 2023 meningkat dari tahun 2022 lalu. Begitu pula, di tahun 2022 jumlah anak putus sekolah meningkat dibandingkan tahun 2021 (dpr.go.id, 02/11/2023). Meningkatnya angka putus sekolah dipengaruhi banyak faktor, salah satunya faktor ekonomi. Diketahui bahwa biaya pendidikan kian hari kian melejit.
Kemudian, masalah dalam dunia pendidikan lainnya yakni kesejahteraan guru yang sampai saat ini masih menjadi PR besar bagi pemerintah. Pasalnya, besaran gaji seorang guru tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Alhasil, guru tidak fokus untuk mencetak generasi yang berkualitas akibat mereka pun sibuk untuk memikirkan kebutuhan hidup mereka. Belum lagi, nasib para honorer yang tidak jelas. Bagaimana tidak, para honorer hanya mendapatkan gaji sangat minim, yakni sekitar 150-300 per bulan, padahal kerja mereka sama dengan guru PNS.
Di sisi lain, kurikulum pendidikan yang digunakan pun tidak mampu melahirkan generasi yang berkualitas dan memiliki akhlak yang baik, yang ada justru moral generasi di ambang kehancuran. Bagaimana tidak, kita menyaksikan bagaimana generasi muda kita tidak lagi memikirkan solusi apa yang membelit negeri ini, tetapi mereka justru mencari kesenangan mereka sendiri. Alhasil, moral generasi pun di ambang kehancuran, di mana para generasi justru melakukan hal-hal negatif seperti bullying, narkoba, pergaulan bebas, menyontek, minuman keras, tawuran, dan aksi-aksi kekerasan lainnya.
Tidak hanya moral generasi yang rusak, tetapi moral sebagian guru yang digadang-gadang sebagai aktor utama dunia pendidikan pun ikut rusak. Pada sebagian kasus kita dapati bahwa guru tidak bisa menjadi teladan yang baik bagi siswanya, bahkan ada beberapa oknum guru yang merusak generasi yakni dengan menjadi pelaku pelecehan seksual kepada peserta didik.
Kapitalisme Biang Keladi Sengkarut dalam Pendidikan
Sengkarutnya sistem pendidikan sejatinya menggambarkan bahwa sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini telah gagal meriayah urusan rakyat dan mewujudkan sistem pendidikan yang melahirkan generasi yang berkualitas. Solusi-solusi yang diberikan oleh penguasa untuk memperbaiki masalah pendidikan tidak menyentuh akar masalahnya, bahkan yang terjadi solusi tersebut justru menimbulkan masalah baru.
Lihat saja, dalam mengatasi masalah moral generasi, pemerintah terus melakukan perubahan kurikulum pendidikan berulang-ulang dan terakhir dengan penerapan kurikulum merdeka. Diharapkan, penerapan kurikulum merdeka ini akan menciptakan minat belajar peserta didik dan membuat peserta didik mampu mengembangkan kreativitas dan potensi mereka. Dengan kata lain, para peserta didik lebih diarahkan pada kompetensi atau daya saing yang bersifat materi. Namun, kurikulum ini melupakan aspek penting yakni pembinaan agama untuk membentuk akhlak peserta didik dan mental mereka.
Fokus kurikulum merdeka ini hanya pada aspek pembentukan kreativitas dan menciptakan minat belajar siswa, sedangkan aspek agama dikesampingkan. Hal ini kian mengindikasi bahwa kurikulum merdeka ini makin memperkuat adanya sekularisasi dalam dunia pendidikan. Terdapat upaya pemisahan pembentukan kepribadian Islam pada diri peserta didik dari kemampuan penguasaan dan teknologi.
Kurikulum ini lagi-lagi dirancang dengan asas materi, yang mana ilmu hanya digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan materi semata, bukan untuk membangun peradaban bangsa yang mulia dan melahirkan manusia yang berkepribadian Islam. Maka tidak heran banyak dari generasi hari ini jauh dari akhlak mulia, sebab dalam diri mereka minim pembentukan karakter islami. Mereka secara tidak langsung diajarkan untuk memenuhi keinginan-keinginan mereka dengan materi dan bebas melakukan apa pun tanpa memandang syariat Islam lagi. Begitu pula, para intelektual juga justru menjadi agen-agen kapitalis untuk makin memperkuat hegemoni mereka di negeri-negeri muslim.
Islam Mencetak Generasi Berkualitas
Dalam menyelesaikan masalah-masalah di dunia pendidikan saat ini, kita membutuhkan sebuah institusi yang meriayah urusan rakyat secara sempurna. Institusi yang memprioritaskan kesejahteraan rakyat dan menjadikan syarak sebagai standar hukum dalam meriayah urusan rakyat. Institusi ini adalah Khilafah Islamiah.
Islam memandang bahwa pendidikan adalah instrumen penting dalam sebuah peradaban. Tanpa pendidikan, maka manusia tidak akan berkembang dan jauh dari kemajuan sebuah peradaban mulia. Oleh karena itu, Islam menaruh perhatian besar dalam dunia pendidikan.
Dalam Islam setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan gratis sampai ke jenjang yang tinggi, bahkan sampai mereka bisa mendedikasikan ilmu mereka kepada masyarakat. Pendidikan ini dapat diakses oleh setiap masyarakat, baik dia kaya maupun miskin, baik dia muslim maupun nonmuslim. Tidak ada diskriminasi di antara mereka.
Begitu pula dengan sarana dan prasarana pendidikan, tidak ada perbedaan antara di kota dan di desa. Khilafah akan memudahkan setiap warga negaranya untuk menempuh pendidikan tersebut. Kemudian, kesejahteraan guru pun dijamin oleh Khilafah, sehingga guru fokus memberikan pengajaran kepada peserta didik. Semua ini sebagai bentuk tanggung jawab khalifah untuk meriayah urusan rakyat, Rasulullah bersabda, "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
https://narasipost.com/surat-pembaca/01/2021/krisis-kurikulum-pendidikan/
Di sisi lain, untuk melahirkan generasi yang cemerlang dan berkualitas, serta menyiapkan generasi menjadi agent of change, Khilafah Islamiah menggunakan asas akidah Islam sebagai kurikulumnya dalam sistem pendidikannya. Politik pendidikan Islam memiliki tujuan untuk membentuk pola pikir dan pola sikap islami terhadap peserta didiknya.
Tujuan pendidikan yakni membentuk kepribadian Islam serta membekali peserta didik dengan ilmu dan pengetahuan untuk mengarungi kehidupan ini. Oleh karena itu, mata pelajaran disusun berdasarkan asas strategi tersebut, begitu pula dengan metode pembelajaran dirancang untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut. Tidak boleh ada metode pendidikan yang melenceng dari tujuan pendidikan tersebut, apalagi ada ide-ide asing yang masuk ke dalam dunia pendidikan.
Dengan sistem pendidikan yang berbasis pada akidah Islam serta periayahan urusan rakyat yang berlandaskan pada hukum syarak, maka sistem pendidikan akan mampu mencetak generasi yang berkualitas. Mereka akan siap menjadi agent of change yang membawa negara ini menjadi negara yang maju dan adidaya.
Khatimah
Hardiknas ini akan terus menjadi seremonial belaka dan tidak akan mampu mengatasi masalah dunia pendidikan jika masih berpedoman pada sistem kapitalisme. Sebab, sistem ini adalah dalang dari kerusakan dari moral generasi dan sengkarutnya tatanan kehidupan.
Oleh karena itu, sudah saatnya kaum muslim sadar dan ikut memperjuangkan Islam agar kembali ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan Islam, kesejahteraan rakyat akan dicapai dan ketenteraman kehidupan akan diraih. Wallahu A'lam Bissawab. []
Di Indonesia, selalu ada seremonial peringatan hari ini dan itu. Namun faktanya, itu tidak berpengaruh terhadap perbaikan nasib rakyat, termasuk dalam sektor pendidikan.
Hardiknas, simbol pendidikan yang kian menguras (biaya, tenaga, pikiran, dsbnya)
Dalam sistem kapitalisme, banyak sekali perayaan. Seolah memberi perhatian padahal sebatas topeng yang menutup keburukan sistem rusak tsb. Seperti hardiknas, dirayakan tiap tahun, tetapi kondisinya tidak pernah berubah malah makin buruk.
Hardiknas, di tengah sistem pendidikan yang bikin cemas.