Akibat kapitalisme, hidup rakyat jadi serba dilematis. Di satu sisi rakyat butuh penghasilan untuk hidup, di sisi lain aktivitas tambang ini bisa merusak lingkungan
Oleh. Harne Tsabbita
(Kontributor NarasiPost.Com & Aktivis Muslimah Solok)
NarasiPost.Com-Siapa yang tidak mengenal Provinsi Sumatra Barat. Provinsi yang terletak di bagian sepanjang pesisir barat tengah pulau Sumatra hingga ke sisi timur di dataran tinggi Bukit Barisan dan beberapa pulau di lepas pantai ini terkenal dengan wilayahnya yang indah dan kaya akan sumber daya alam. Sejak zaman penjajahan Belanda dahulu kala Sumatra Barat telah diminati untuk dikeruk kekayaan alamnya termasuk dari sisi tambang emas.
Sumatra Barat sendiri telah menyumbang sekitar 3,58% dari total cadangan emas di Indonesia. Adapun daerah di Solok Selatan, Dharmasraya, Sijunjung, dan Sawahlunto dikenal sebagai daerah yang mengandung emas. Hingga kini banyak dari masyarakat yang melakukan penambangan di daerah tersebut. Meski aktivitas penambangan itu terbilang ilegal, namun sepertinya tidak menyurutkan semangat para penambang emas di sana.
Di Solok Selatan, misalnya, sudah berulang kali memakan korban akibat terjadi longsor pada galian tambang emas tersebut. Belum lagi karena dianggap penambangan ilegal, tidak jarang kepolisian setempat melakukan razia hingga penangkapan terhadap para penambang di sana. Akan tetapi masyarakat belum merasa jera dan masih kembali mengeruk tanah pinggiran Sungai Batanghari bahkan menyentuh hutan lindung.
Menurut data WALHI Sumbar, kegiatan menambang emas di Kabupaten Solok Selatan terdapat di beberapa titik yaitu aliran Sungai Batanghari yakni wilayah administrasi Koto Parik Gadang Diateh (KPGD), aliran Batang Bangko yakni wilayah administrasi Kecamatan Sungai Pagu, serta di tambang Pamong dan Panggualan Kecamatan Sangir, termasuk di Kecamatan Sangir Batanghari. Liputan6.com (23/12/23).
Adapun tambang emas ini terletak pada wilayah konsensi PT Andalas Merapi Timber (PT AMT) yang memegang izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) hingga 2020. Namun, perusahaan tersebut telah berhenti beroperasi sejak 2012. Luas izin tersebut sebesar 28.840 hektare masuk kelompok Hutan Batang Hari Hulu hingga Batang Sangir.
Tambang emas ilegal ini menggunakan berbagai metode. Mulai dari manjahe (mendulang), mendompeng (mesin PK), dengan kapal dan alat berat. Akan tetapi tidak diketahui secara pasti berapa banyak emas yang terkandung di sepanjang aliran Sungai Batanghari itu. Sebab emas tersebut tercampur dengan pasir yang larut karena arus sungai, berasal dari sumber-sumber emas primer.
Solok Selatan terletak di Barat Sumatra Barat sehingga membuat lokasinya berdekatan dengan sistem Sesar Besar Sumatra. Adanya sesar tersebut mengindikasikan sebagai mekanisme sumber terbentuknya mineralisasi emas. Berdasarkan penelitian dari Toreno, tipe mineralisasi yang berkembang di Solok Selatan adalah tipe epithermal sulfidasi rendah. Hal ini disimpulkan dari data geologi yang ada dan didukung dengan data mineral sulfida, tekstur serta ubahan hidrothermal. Serta, terdapat batuan intrusi yang terdiri dari batuan jenis granit dan granodiorit berumur kapur sebagai batuan pembawa mineral.
Dampak Tambang Terhadap Lingkungan
Kegiatan tambang emas dilakukan dengan sistem tambang terbuka. Kegiatan tambang terbuka secara umum terdiri atas pembersihan lahan, pengupasan tanah penutup, pembongkaran, pemilihan, pemuatan, pengangkutan, pengecilan ukuran, pencucian/pemurnian, pemasaran, dan reklamasi.
Dampak negatif dari tambang emas dengan sistem tambang terbuka ini terutama diakibatkan oleh degradasi lingkungan, perubahan geologi lingkungan antara lain kondisi estetika, topografi, kemiringan lereng, elevasi ketinggian, tersingkapnya batuan dasar, erosi, sedimentasi, kualitas dan kuantitas air tanah, penurunan produktivitas tanah, gangguan terhadap flora dan fauna, perubahan iklim mikro, serta berbagai permasalahan sosial ekonomi.
Aktivitas tambang emas di Solok Selatan ini jelas telah mengancam keberadaan hutan lindung dan meningkatkan pendangkalan (sedimentasi) Sungai Batanghari serta anak sungai dari sungai terpanjang di Sumatra ini. Di Sungai Batanghari, aktivitas tambang telah menggerus sempadan sungai hingga ke hutan hingga berjarak seratusan meter dan membuat lubang dengan kedalaman mencapai belasan meter. Hal ini juga mengakibatkan topografi dan bentuk Sungai Batanghari pun berubah.
Belum lagi lumpur bekas galian ekskavator ataupun air bercampur lumpur dari pompa air bertenaga diesel membuat air sungai menjadi keruh. Kekeruhan air di Sungai Batanghari sudah sangat mengkhawatirkan. Terdapat nilai turbiditas hingga 762 NTU, di mana angka tersebut telah melampaui batas kekeruhan air yang diatur 5 hingga 25 NTU. Kondisi seperti ini akan membuat sedimentasi sungai di bagian hilir akan semakin meningkat. Sehingga memungkinkan terjadinya risiko banjir pun cukup besar.
Selain itu, kekeruhan air juga sangat memengaruhi kehidupan ikan di dalam air sungai tersebut. Padahal tidak sedikit masyarakat yang hidup dari hasil tangkapan ikan di sungai ini. Begitupun dengan aktivitas memasukkan ekskavator dari pemukiman ke dalam hutan lindung juga merusak pohon-pohon yang tutupannya masih rapat. Bahkan ini juga akan memengaruhi kontur tanah pada hutan lindung yang dilalui.
Pada lokasi penambangan emas terjadi ketidakstabilan struktur tanah akibat proses penambangan. Seperti pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat dalam proses penambangan. Hal ini menyebabkan pori-pori tanah semakin kecil (ruang pori berkurang) sehingga porositas yang kecil akan menyebabkan aerasi tanah tidak baik dan pada akhirnya akan menyulitkan pertumbuhan akar tanaman. Hal ini pun berkaitan dengan deforestasi yang justru mengakibatkan bencana banjir dan longsor.
Adanya aktivitas pertambangan dan kegiatan eksploitasi hutan yang dilakukan secara mekanis sepanjang aliran sungai, telah berdampak terhadap berubahnya alur sungai, erosi di tepian sungai, pendangkalan atau sedimentasi yang tinggi di sepanjang aliran DAS Batang Hari terutama sebelah hilir. Perubahan alur dan arah arus Batang Hari ini mengakibatkan air sungai dengan cepat naik pada saat musim hujan datang, sebaliknya cepat surut saat musim kemarau. Wikipedia
Solok Selatan Rawan Bencana
Wilayah Kabupaten Solok Selatan terletak pada ketinggian 350-430 meter di atas permukaan laut. Memiliki topografi yang bervariasi antara dataran lembah bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung yang merupakan rangkaian dari Bukit Barisan yang membujur dari utara ke selatan. Secara topografis 60% dari wilayah Solok Selatan berada pada kemiringan di atas 40% yang tergolong sangat curam dan rawan terhadap bahaya longsor.
Secara geologis, Kabupaten Solok Selatan berada pada Sistem Patahan Besar Sumatra, dikenal dengan Patahan Semangko yang masih aktif sampai sekarang. Zona tumbukan lempeng Samudra Hindia dan Lempeng Benua Eurasia ini masih aktif, dengan laju pergerakan 7 cm/tahun. Jika terjadi pergerakan yang cukup besar, akan berpotensi menimbulkan gempa bumi.
Kabupaten Solok Selatan tidak memiliki gunung berapi. Namun, posisinya terletak di antara dua gunung berapi yang masih aktif, yang berada di luar kabupaten dan berbatasan langsung dengannya, yaitu Gunung Talang di Kabupaten Solok dan Gunung Kerinci di Kabupaten Kerinci. Tentu saja jika terjadi aktivitas vulkanik dan seismik kedua gunung berapi tersebut akan berdampak langsung terhadap aktivitas masyarakat di Kabupaten Solok Selatan. Scribd.com (18/3/18)
Untuk itulah aktivitas penambangan yang dilakukan masyarakat di sana, jika tidak ada pengaturan dan pengelolaan dari negara memungkinkan akan memperparah kondisi yang ada.
Kapitalisme Menjadikan Rakyat Hidup Dilematis
Tidak dinafikan, aktivitas penambangan di Solok Selatan mayoritas adalah penambangan rakyat secara individu. Namun, ini bisa menimbulkan bencana yang lebih besar jika pemerintah abai dalam tanggung jawabnya menjaga urusan rakyat. Aktivitas penambangan yang dilakukan rakyat ini di dorong karena tuntutan kehidupan. Sekalipun nyawa taruhannya sebab pelaksanaan tambang yang tidak sesuai standar.
Apa yang kita saksikan dari berulangnya kasus longsor di tambang rakyat ini yang memakan korban, menunjukkan betapa mirisnya kondisi umat hari ini. Rakyat dibiarkan bertaruh nyawa. Namun, negara tetap abai memenuhi kebutuhan rakyatnya. Di sisi lain justru memudah-mudahkan bagi pihak asing untuk mengeruk kekayaan alam di negara ini.
Memang, tambang ini tergolong ilegal. Akan tetapi problem dasar pertambangan rakyat ini bukan terletak pada legal atau ilegalnya. Melainkan ini sebagai bentuk upaya rakyat untuk bisa bertahan hidup di tengah kondisi ekonomi yang semakin hari semakin mencekik.
Di sisi lain, akibat kelalaian negara dalam pemenuhan kebutuhan rakyat akhirnya rakyat mengolah tambang ini tanpa mempertimbangkan penjagaan lingkungan agar tetap lestari. Bukan karena tidak tahu akan hal itu, melainkan karena memang tuntutan hidup yang harus selalu dipenuhi setiap saat. Tidak etis, jika pemerintah berdalih bahwa aktivitas tambang tersebut tidak memiliki izin namun tidak ada upaya memberikan lapangan pekerjaan lainnya. Bahkan tidak jarang justru ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memanfaatkan kondisi seperti ini.
Inilah wajah kapitalisme. Sistem ini hanya mementingkan segelintir pemodal besar dengan kemudahan regulasi bagi mereka sehingga bisa dengan mudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Menjadikan kekayaan hanya bisa dinikmati oleh para konglomerat, sementara rakyat tetap hidup melarat.
Inilah paradoks kegiatan pertambangan di negeri ini. Rakyat bertaruh nyawa, sementara oligarki melenggang mulus menikmati sumber daya alam sepuasnya. Padahal sejatinya kewajiban bagi negara menyiapkan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyatnya dan bertanggung jawab mensejahterakan rakyat. Jika tambang tersebut adalah sumber mencari nafkah, harusnya negara memudahkan rakyat untuk menjalankan kewajiban dan kebutuhannya.
Akibat sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini, hidup rakyat jadi serba dilematis. Di satu sisi rakyat butuh penghasilan untuk hidup, di sisi lain aktivitas tambang ini bisa merusak lingkungan. Bekerja bertaruh nyawa, tidak kerja pun bertaruh nyawa. Lantas bagaimana solusi Islam?
Pengaturan Tambang dalam Islam
Islam menempatkan kekayaan alam sebagai harta kepemilikan umum. Negara bertanggung jawab mengelolanya untuk kemakmuran rakyat. Benar, dalam pelaksanaan aktivitas penambangan dibutuhkan standar kerja yang jelas demi menjaga keamanan para pekerja. Akan tetapi butuh peran negara untuk bisa mewujudkan hal ini. Negara tidak boleh berdiam diri justru negara harus mengelolanya dan mengembalikan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.
Untuk itu, haram hukumnya jika kekayaan alam dikuasai oleh segelintir orang. Haram pula bagi negara jika menyerahkannya kepada individu baik swasta maupun asing. Sebagaimana diindikasikan dalam hadis Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal, yakni air, rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah). Rasulullah saw. juga bersabda, “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah).
Begitupun tentang tambang, sebagaimana hadis Rasulullah ﷺdari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah ﷺ dan meminta beliau ﷺ agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi ﷺ pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hamal r.a. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah ﷺ mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (HR. Abu Dawud dan At-Timidzi).
Hadis ini adalah dalil bahwa barang tambang yang depositnya melimpah adalah milik umum dan tidak boleh dimiliki oleh individu. Ini karena dalam hadis tersebut, beliau ﷺ menarik kembali tambang garam yang beliau berikan pada Abyadh bin Hammal r.a. setelah beliau ﷺ mengetahui bahwa tambang garam tersebut depositnya melimpah sehingga tambang garam tersebut tidak boleh dimiliki oleh individu dan merupakan milik kaum muslim.
https://narasipost.com/opini/05/2024/emas-kita-dicuri-mengapa-bisa-terjadi/
Ini berlaku bukan untuk garam saja—seperti dalam hadis di atas—melainkan berlaku pula untuk seluruh barang tambang. Karena larangan tersebut berdasarkan ilat yang disebutkan dengan jelas dalam hadis tersebut, yakni “layaknya air yang mengalir”. Walhasil, semua barang tambang yang jumlah depositnya “layaknya air yang mengalir” melimpah, tidak boleh dimiliki oleh individu (privatisasi).
Imam Ibnu Qudamah berkata, “Adapun barang tambang yang melimpah, seperti garam, minyak bumi, air, apakah boleh orang menampakkan kepemilikannya? Jawabannya ada dua riwayat dan yang lebih kuat adalah tidak boleh memilikinya.” (Ibnu Qudamah. Al-Mughni. 12/131)
Di sisi lain, Nabi ﷺ pernah bersabda:
لاَ حِمَى إِلاَّ للهِ وَرَسُوْلِهِ
“Tidak ada siapa pun yang berhak memproteksi (barang atau lahan), kecuali hak Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ahmad).
Berdasarkan hadis “Hima” di atas, negara diberikan hak untuk melakukan proteksi. Tentu karena adanya pertimbangan kemaslahatan tertentu, misalnya demi menjaga dampak lingkungan, dan kemudaratan lainnya. Artinya, negara mempunyai otoritas penuh untuk mengatur, mengelola, termasuk mengizinkan atau tidak, individu atau kelompok untuk memanfaatkan tambang atau pertambangan ini.
Pertimbangan negara melakukan proteksi bukan demi kepentingan pribadi khalifah, pejabat atau wali; tetapi demi kemaslahatan publik. Sebab itulah apa yang terjadi di Solok Selatan, jika penambangan itu justru akan mengancam keselamatan masyarakat banyak, boleh saja bagi negara untuk melarangnya. Dan negara memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan lain yang layak sehingga kebutuhan mereka tetap terjamin untuk terpenuhi.
Adapun dalam Khilafah Islam, negara tidak akan membiarkan asing menguasai sumber daya alam di negeri-negeri kaum muslimin termasuk apa yang terjadi seperti di Indonesia hari ini. Tambang emas Freeport misalnya, maka itu akan dikelola oleh negara dan jika itu terwujud sebenarnya sudah cukup bagi masyarakat Indonesia, sehingga tidak memerlukan penggalian tambang di wilayah lainnya apalagi jika itu jelas mengancam ruang hidup masyarakat.
Semakin nyata bagi kita, bahwa Islam satu-satunya solusi hakiki bagi kehidupan kita. Sudah saatnya kita beralih kepada sistem Islam dalam naungan Khilafah Rasyidah 'ala minhaj an-nubuwwah. Wallahu alam bi ash-shawab []
Miris jadi rakyat jelata di negeri ini. Andai negara membuka lapangan pekerjaan secara mudah dan luas, gak ada rakyat yang bertaruh nyawa demi bertahan hidup.
Sistem kapitalis benar-benar membuat hati miris.
Naskah bagus, barakalah Mbak
Memang benar. Sistem kapitalisme membuat rakyat terpaksa mengambil risiko agar bisa memenuhi kebutuhan perut, dll. Kejam sekali sistem ini.
Rakyat harus berjuang masing-masing bahkan hingga bertaruh nyawa.. Tidak hanya itu, kerusakan alam menjadi ancaman berikutnya. Ya Allah, jahat nian ya sistrm kapitalisme ini.