Bencana banjir terjadi karena ulah tangan manusia yang tak bertanggung jawab, terlebih adanya pengabaian terhadap syariat.
Oleh. Bunga Padi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Air terus membumbung tinggi
Membawa ranting-ranting kayu hanyut berserakan
Mengempaskan apa saja yang dilewatinya
Seakan ia tak peduli terus membinasakan
Rumah-rumah roboh tenggelam
Kampung menjadi tanah rata
Hewan-hewan ternak menjadi bangkai
Kebun, sawah, ladang, porak-poranda
Serangkaian bait-bait di atas merupakan bagian dari naskah puisi yang berjudul, “Ketika Banjir Melanda” yang telah terbit pada website NarasiPost.Com, 4 Januari 2021. Namun, bagaimana jika banjir itu benar-benar terjadi dan meluluhlantakkan kehidupan 35 kampung yang ada di pedalaman Kalimantan Timur dan melumpuhkan berbagai aktivitas kehidupan di sana? Tentu kondisi yang memilukan.
Banjir Rendam 35 Kampung
Berbicara mengenai persoalan banjir tak pernah ada habisnya. Ia terjadi hampir di seluruh daerah negeri ini, baik di pelosok maupun di perkotaan, termasuk wilayah Kalimantan Timur.
Dilansir dari laman media cnnindonesia.com (16 Mei 2024), banjir melanda 35 kampung yang tersebar di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, sejak Senin hingga Kamis (16/5).
Kepala Basarnas Kaltim, Dody Setiawan menuturkan, banyak rumah penduduk terendam banjir, akses jalan dari Kutai Barat ke Mahakam Ulu tertutup oleh banjir. Air meluap deras di bagian hulu Sungai Mahakam yakni berasal dari Sungai Long Apar, Mahakam Ulu dan Sungai Boh, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Banjir besar ini menggenangi hingga atap rumah.
Dari 50 Kampung yang ada, 35 kampung terendam banjir, di antaranya Long Bagun Ilir, Batoq Kelo, Batu Majang, Long Hurai, Long Melaham, dan lainnya. Adapun di Kecamatan Long Hubung, yakni Datah Bilang Ulu, Datang Bilang Ilir, Mamahak Teboq, Matalibaq, Lutan, Kampong Sirau, dan lainnya. Sementara itu, di Long Apari ada Long Keriong, Long Penaneh, Tiong Ohang, Noha Tifab, dan lainnya.
Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Kaltim, Agus Tianur mengungkap bahwa banjir di Mahakam Ulu lumrah terjadi karena curah hujan tinggi dengan durasi lama. Oleh karenanya, kebutuhan logistik harus disalurkan. Karena besarnya banjir dan luasnya daerah yang terdampak, pihaknya akan meminta BNPB segera mengeluarkan surat penetapan status darurat bencana.
Penyebab Banjir
Sering kita mendengar peribahasa, “Tidak akan ada asap kalau tidak tidak ada api,” demikian juga dengan fenomena banjir yang kerap melanda Mahakam Ulu tidak mungkin terjadi hanya karena hujan, tetapi banyak faktor yang menyebabkannya. Tak dimungkiri, curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan Sungai Mahakam meluap sehingga banjir pun tak terelakkan. Akan tetapi, jika ditelisik lebih dalam, bukan curah hujan penyebabnya, melainkan kondisi hilangnya hamparan hijau hutan Kalimantan karena pembukaan lahan tak terkendali oleh keserakahan tangan kapitalis. Kini alam Kalimantan telah kehilangan keseimbangan, mengalami degradasi, serta kehilangan penopang alamiah yang berasal dari hutan belantara.
Meski ada pihak yang telah mengingatkan untuk tidak mengutak-atik hutan Kalimantan, tetapi tidak digubris. Penguasa berdalih dengan narasi menghindari banjir di Ibu Kota Jakarta, lalu memindahkan ibu kota ke Kalimantan. Alhasil, bukannya menyelesaikan masalah, yang ada justru menambah banyak masalah baru.
Selain itu, maraknya pertambangan batu bara legal maupun ilegal dan perkebunan kelapa sawit menambah dampak buruk dan rusaknya hutan serta lingkungan. Pun pembangunan perumahan dan permukiman di daerah resapan air serta bermunculannya area wisata juga merupakan kesalahan tata kelola yang tidak terencana dengan matang sehingga tak terelakkan hutan mengalami penyusutan.
NASA Menemukan Hutan Kalimantan Menyusut
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) membeberkan hasil temuan satelit NASA yang memotret perbandingan kawasan hutan Kalimantan pada April 2022 dengan kondisi terbaru Februari 2024 yang tadinya kawasan hutan hijau telah mengalami penyusutan hutan, terlebih sejak pembangunan IKN.
Sebelumnya, pihak Walhi, Uli telah memperingatkan soal ancaman deforestasi di IKN karena pembangunan itu berbasis infrastruktur skala besar. Pembukaan hutan secara besar-besaran membuat tutupan lahan hilang fungsi. Alhasil, hutan menjadi gundul, tanah longsor, dan tidak ada pohon penahan air. Selain itu, ketika hilangnya kawasan hutan sama dengan menghilangkan tempat penyerapan karbon yang juga diiringi pelepasan emisi dan bahaya lainnya. Tentu akan sangat berisiko jika kondisi itu terus dibiarkan. Seharusnya pemerintah mempertimbangkan lagi dampak buruk dari eksploitasi hutan Kaltim.
Kapitalisme Akar Masalah
Pembangunan yang berdasarkan paradigma sekularisme liberalisme yang merupakan turunan dari sistem kapitalisme memandang sesuatu itu berdasarkan asas manfaat, bisa menghasilkan cuan, dan kekayaan sebanyak-banyaknya.
Dalam bertindak tidak ada standar baik buruk, halal haram, untung rugi, sehingga mengabaikan dampak buruk yang bisa ditimbulkan dari pembabatan hutan terhadap lingkungan maupun masyarakat. Akibatnya, masyarakat menjadi korban banjir dan kerusakan alam lainnya. Di surah Ar-Rum ayat 41 Allah telah mengingatkan agar manusia tidak berbuat kerusakan.
Hal ini sebagaimana firman-Nya,”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menginginkan mereka agar merasakan sebagian akibat perbuatan mereka, supaya mereka kembali ke jalan yang benar.”
Pandangan Islam
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam dalam pembangunannya tidak kapitalistik dan tidak memandang aspek keuntungan materi semata. Akan tetapi, dalam meriayah umat sesuai kebutuhan rakyat dan mengandung kemaslahatan. Kebijakan pembangunan bersandar kepada hukum syarak bukan memenuhi syahwat para kapitalis. Dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, bila pembangunan atau perluasan wilayah diprediksi akan mendatangkan kerugian dan kerusakan maka akan dilarang.
Hutan di dalam Islam akan dijaga dan dilestarikan agar tetap asri. Hasil hutan boleh diambil sesuai kebutuhan tanpa merusak hutan. Kehidupan harmonis flora dan fauna tetap berlangsung. Jika itu merupakan hutan lindung, tidak diperbolehkan adanya eksploitasi dan pembabatan hutan apa pun alasannya. Pun pertambangan batu bara dan hasil perut bumi lainnya akan dikelola sesuai syariat oleh negara, haram hukumnya dikuasai atau diserahkan kepada korporasi asing maupun aseng. Negara Islam sangat memegang teguh prinsip dalam pengelolaan lahan yang terkategori milik umum.
https://narasipost.com/opini/06/2021/deforestasi-ilegal-kian-marak-banjir-pun-tak-terelak/
Dalam pembangunan infrastruktur, negara sangat memperhatikan dan mempertimbangkan lokasi yang dapat menampung curah hujan berlebih. Negara akan melakukan pengerukan lumpur guna memperdalam sungai dan membuat bendungan. Negara juga akan membuat kanal atau saluran drainase untuk mengalirkan air ke tempat yang lebih aman. Negara juga memfasilitasi air bersih secara cuma-cuma bagi warga, menyediakan penampungan air dan jika ada warga yang kesulitan air akan dibuatkan sumur. Di daerah yang rendah atau rawan banjir tidak akan dibangun permukiman. Air yang menggenang akan dibuatkan saluran untuk mengalihkan ke tempat yang bisa menyerapnya.
Jika terjadi benvana, negara juga akan menyediakan tempat pengungsian lengkap dengan fasilitas seperti tempat tidur, selimut, pakaian, makanan, minuman, MCK, obat-obatan, dan pelayanan kesehatan bagi korban terdampak banjir. Semua diberikan dengan gratis, termasuk yang mengalami gangguan mental, psikologis, traumatik, dan depresi akan mendapatkan rehabilitasi. Kemudian para korban juga akan dikuatkan dari sisi keimanannya bahwa musibah banjir merupakan qada Allah yang harus disikapi dengan hati lapang dan keikhlasan.
Bencana yang kini terjadi menunjukkan bahwa bencana banjir terjadi karena ulah tangan manusia yang tak bertanggung jawab, terlebih adanya pengaturan hukum syariat yang telah diabaikan. Oleh karena itu, adanya musibah banjir hendaknya menjadikan kita introspeksi diri dan wawas diri agar mau diatur dengan Islam secara kaffah. Hanya dengan sistem Islam hutan dengan segala isinya bisa terjaga dan terlindungi sehingga banjir pun enggan bertandang.
Wallahua’lam bishawab. []
#MerakiLiterasiBatch1
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah
Kalimantan seperti bukan cuma terancam oleh banjir ya, tapi juga terancam dikuasai seluruhnya oleh asing dan aseng.
Ho oh semua aset Kalimantan jadi inceran aseng dan asing..ngenes banget...
IKN pindah, tetapi sistem pemerintahan tidak diubah. Mungkinkah banjir Jakarta akan pindah ke Kaltim ? Atau justru akan diderita keduanya?
Sepertinya bakal menderita keduanya, deritanya bertambah-tambah pula. Makin liberal, pergaulan makin rusak, narkoba menjadi2, dst.. miris kan
Banjir, makin tahun makin bertambah daerah yg terimbas banjir.
Seiring hutan kaltim makin rusak, seiring itu pula makin kesini makin meluas daerah yg terdampak banjir. Parah .
Tiap kali ada banjir pasti penyebab utamanya disampaikan akibat curah hujan tinggi. Padahal jelas ada dampak ulah tangan manusia yang selalu berusaha mengurangi lahan serapan air terutama hutan akibat pemikiran pragmatis dalam sistem kapitalisme
Hujan adalah rahmat tapi selalu jadi kambing hitam bila banjir. Efek akidah sekuler.
Haduhhh plis selamatkan Hutan² di kalimantan, dan alam lainnya yang ada di sana :"""))
Hutan kalimantan adalah paru-paru dunia...apa jdnya jika telah rusak. Bakal mengerikan. Astagfirullah.
Bener banget pokoknya beda banget ya antara dunia kapitalis dengan dunia Islam. Sudah terlihat jelas sistem kapitalisme ini yang membuat resah setiap insan dan disegala aspek . Baik banjir maupun yang lainnya. Semua bikin hati masyarakat hancur karena rakyat terabaikan kebutuhannya.
Mantap nih naskahnya Dinda
Kondisi ini semoga makin menyadarkan umat, bahwa hanya sistem Islam yg peduli dg Alam dan segala isinyanya. Sudah saatnya rapatkan barisan dan kencangkan perjuangan agar syariat Allah tegak di bumi ini. Aamiin. Allahu akbar.