Anak bukan sekadar aset negara. Merekalah sesungguhnya pemilik masa depan bagi generasi abad ini. Jika moral generasi hari ini rusak, maka masa depan negara di ambang kehancuran.
Oleh. Eni Imami, S.Si, S.Pd
(Kontributor NarasiPost.Com & Pendidik dan Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Tidak hanya menjadi korban, ternyata anak juga bisa menjadi pelaku kriminal. Kriminalitasnya tidak lagi dipandang kasuistik, karena sudah berulang kali terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa generasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Ada problem serius baik pada keluarga, lingkungan, ataupun negara.
Dilansir dari Antaranews.com (02-05-2024), di Sukabumi seorang pelajar SMP usia 14 tahun menjadi pelaku pembunuhan dan sodomi terhadap bocah laki-laki usia 6 tahun. Bermula dari bermain bersama, kemudian korban pulang ke rumah neneknya. Saat melintas perkebunan yang sepi pelaku menarik dan memaksa korban membuka celana untuk berhubungan sesama jenis. Korban menolak dan lari, namun pelaku mencekik leher korban hingga tak berdaya. Kemudian pelaku melakukan aksi bejatnya. Setelah korban dipastikan tidak bernyawa dan pelaku puas melampiaskan syahwat, jasad korban kemudian dibuang.
Sungguh sangat miris, seorang remaja dapat melakukan kejahatan sekeji itu. Pengamat masalah perempuan, anak, dan generasi, dr. Arum Harjanti mengatakan, kasus-kasus ini menandakan rusaknya fitrah anak. Lantas, siapa yang harus bertanggung jawab?
Tanggung Jawab Bersama
Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi angkat bicara mengenai kasus tersebut. Kepala Seksi Kesiswaan dan Manajemen SMP, Devi Indra Kusumah mengakui kasus tersebut merupakan cerminan dari kurangnya pengawasan dari berbagai pihak. Tak hanya satuan pendidikan namun orang tua dan lingkungan pun turut bertanggung jawab dalam pengawasan perkembangan anak. (Detik.com, 07-05-2024)
Anak adalah anugerah bagi keluarga. Keberadaannya menjadi tanggung jawab orang tua. Tidak hanya kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang harus dipenuhi, tetapi juga kebutuhan naluri dan akal. Ibu memiliki peran utama dan pertama dalam pendidikan putra-putrinya.
https://narasipost.com/opini/08/2023/pendidikan-sekuler-mencetak-generasi-bermental-kriminal/
Namun, tak sedikit orang tua yang merasa sudah menjalankan kewajibannya hanya dengan memenuhi sandang, pangan, dan papan. Sementara itu, ia sibuk bekerja mengejar materi. Termasuk maraknya kaum ibu bekerja, baik karena keterpaksaan karena kemiskinan atau terseret arus kesetaraan gender. Akibatnya pemenuhan naluri dan pendidikan anak di rumah terabaikan.
Di sekolah, anak mendapat pendidikan dengan kurikulum yang minim nilai agama. Mereka diajarkan mengejar prestasi kompetisi akademik dan nonakademik. Namun, minim bimbingan akhlak dan ketakwaan. Alhasil, pendidikan yang ia dapatkan tidak mampu menjadi tameng diri dari tindak kriminal. Hal ini tampak pada anak usia sekolah yang gemar tawuran atau balap motor liar.
Kondisi ini diperparah dengan merebaknya kerusakan moral di masyarakat. Paham kebebasan menjadikan individu bebas melakukan apa pun, termasuk hal yang membahayakan moral generasi, seperti merebaknya pornografi dan pornoaksi. Masyarakat pun makin permisif dan mengabaikan fungsi kontrol sosial. Anak remaja nongkrong di pinggir jalan hingga tengah malam, merokok, main game online, bahkan melakukan seks bebas sudah tak asing lagi. Padahal anak merupakan bagian dari masyarakat dan aset masa depan .
Demikian halnya media, konten kriminal mudah mereka akses melalui gadgetnya. Kriminal dalam bentuk animasi game online maupun kriminalitas yang sesungguhnya mudah dijumpai di situs-situs online. Akibat banyak mengakses, hal itu dianggap biasa bukan tindak kejahatan yang harus dihindari dan dibenci. Justru menjadi inspirasi kemudian ditiru dalam kehidupan.
Di sisi lain, sanksi pelanggaran aturan yang dilakukan oleh anak tidak menjerakan. Jika pelaku berusia kurang dari 18 tahun diberi sanksi berbeda dengan orang dewasa. Berupa pembinaan, pelatihan, dikembalikan kepada orang tuanya, sedangkan pidana penjara dikatakan sebagai upaya terakhir yang boleh diambil agar anak mempertanggungjawabkan perbuatannya. Akibatnya anak-anak pelaku kriminal makin marak karena tidak ada efek jera.
Dengan demikian, anak menjadi pelaku kriminal bukan disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan banyak faktor. Namun, intinya adalah sekularisme yang telah menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan. Sistem ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, semua lepas dari aturan agama. Oleh karena itu, semua bertanggung jawab atas anak menjadi pelaku kriminal. Orang tua, masyarakat, termasuk lembaga pendidikan, dan yang utama negara.
Islam Menjaga Anak dari Kriminalitas
Anak bukan sekadar aset negara. Merekalah sesungguhnya pemilik masa depan bagi generasi abad ini. Jika moral generasi hari ini rusak, maka masa depan negara di ambang kehancuran. Islam sangat besar perhatiannya terhadap perlindungan anak-anak yang meliputi fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi, dan lainnya. Hal ini dijabarkan dalam bentuk memenuhi semua hak-haknya, menjamin kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga nama baik dan martabatnya, menjaga kesehatannya, serta menghindarkan dari kekerasan, dan lain-lain.
Dalam Islam, terdapat tiga pihak yang berkewajiban menjaga moral anak.
Pertama, keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan ibu harus bersinergi mendidik, mengasuh, dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Orang tua tidak boleh menyibukkan diri dengan bekerja dan mengabaikan pendidikan anak-anaknya di rumah.
Kedua, lingkungan. Dalam hal ini, masyarakat berperan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat adalah pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat akan terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar.
Ketiga, negara sebagai pengurus utama. Negara wajib memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi setiap anak. Penerapan sistem pendidikan Islam berkualitas dan bebas biaya akan mengakomodasi setiap anak dapat bersekolah hingga jenjang pendidikan tinggi. Sistem pendidikan Islam mampu membentuk generasi berkepribadian Islam dan berakhlak mulia.
Dengan sinergi antara keluarga, masyarakat, dan negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah, hak anak dapat terpenuhi baik sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan naluri dan akal. Dengan demikian, anak akan terjaga dari perilaku kriminal. Kehidupan berjalan aman dan akan membawa berkah bagi kita semua. Wallahua'lam bissawab. []
Kerusakan sistem telah merusak fitrah manusia baik anak, remaja, maupun orang dewasa. Sudah saatnya masyarakat sadar dan kembali kepada sistem Islam.
Sedihhh lihat anak sebagai pelaku kejahatan yang dimana mereka juga korban dari sistem yang ada saat ini:"")
Sistem sekuler Kapitalisme telah membunuh fitrah manusia. Sistem rusak ini pun telah membuat berbagai penyimpangan seksual tumbuh subur. Wajib banget membumihanguskan sistem ini
Miris ya. Masih anak-anak sudah jadi penjahat dengan tingkat kejahatan semacam itu. Jika ditelisik, pasti bukan kesalahan anak dan orang tua sepenuhnya. Faktor tayangan medsos, ortu yang tidak paham cara mendidik, juga lingkungan. Seharusnya imi sudah jadi warning yang segera ditindaklanjuti pemangku kebijakan.