Setop Euforia, Gencatan Senjata Bukan Solusi Palestina

Sebuah keharusan bagi kaum muslimin memahami duduk persoalan Palestina, sehingga mampu menentukan sikap yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan Palestina yang juga merupakan permasalahan kaum muslimin.


Oleh. Yeni Marliani

NarasiPost.Com-Pasca sebelas hari pertempuran Palestina dengan Israel, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), pada Sabtu (22/5/2021) mengatakan permusuhan telah dihentikan dengan gencatan senjata.

Berbagai pemimpin dunia Islam ber-euforia. Antara lain, Mesir sebagai penggagasnya, Sudan, Maroko, Bahrain, bahkan Uni Emirat Arab (UEA), melalui Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed Bin Zayed Al-Nayhan menyatakan kesiapannya untuk mempertahankan gencatan senjata serta mengurangi eskalasi dan mencapai perdamaian. (aceh.tribunnews.com, 23/5/21)

Uni Eropa pun mendukung penuh. Sebab sebelumnya telah menyarankan untuk gencatan senjata. Josep Borrel, Kepala Kebijakan Luar negeri Uni Eropa menyatakan gencatan senjata akan menghentikan kekerasan terhadap warga sipil dan memberikan akses kemanusiaan ke Gaza. (cnnindonesia.com, 19/5/21)

Tak dipungkiri, gencatan senjata tidak menjamin berakhirnya pendudukan Israel di Palestina. Kejahatan Israel terhadap Palestina, telah terjadi sejak pendudukannya tahun 1948. Artinya selama itu pula telah terjadi penyerangan dan gencatan senjata yang berulang. Maka, kemungkinan besar gencatan senjata kali ini pun tak berarti apa-apa, apalagi setelahnya semua pihak mengusulkan untuk solusi dua negara, dialog dan resolusi PBB. Bukankah hal itu tetap mengakui eksistensi Yahudi penjajah di Palestina?

Melihat hal ini, sebuah keharusan bagi kaum muslimin memahami duduk persoalan Palestina, sehingga mampu menentukan sikap yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan Palestina yang juga merupakan permasalahan kaum muslimin.

Palestina Tanah yang Dijanjikan

Israel alias Ya'kub as merupakan anak dari Ishak as putra Ibrahim as. Ya'kub as memiliki anak Yusuf as, seiring berjalannya waktu, Yusuf menjadi bendahara Mesir. Karena paceklik, Yusuf mengundang Ya'kub as sekeluarga ke Mesir, sehingga pupulasi anak keturunan Israel membesar di Mesir.

Berubahnya politik di Mesir, bani Israel dijadikan budak oleh Fir'aun. Hingga Musa as memimpin bani Israel dan meninggalkan Mesir mengembara di padang Sinai menuju tanah yang dijanjikan, jika mereka taat kepada Allah. Namun saat mereka diperintahkan untuk memasuki Filistin (Palestina) mereka menolak (QS. 5:24).

Selama berganti-ganti kepemimpinan, selama itu pula bangsa Yahudi mengalami penghancuran, pengusiran dari Palestina bahkan terdiaspora ke seluruh penjuru imperium Romawi hingga ke semenanjung Arabia.

Tanah Palestina Milik Kaum Muslimin

Palestina telah berada di bawah kekuasaan Islam sejak dibebaskan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ra. dari penjajahan Romawi. Safruniyus kala itu langsung menyerahkan kunci Al Quds kepada khalifah Umar dalam perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian ‘Umariyah.

Karena penghianatan sekte Drusiah yang mengaku Islam tapi ajarannya sesat. Akhirnya tentara Salib berhasil menguasai Yerussalem. Penjajahan ini berlangsung hingga Salahuddin al Ayyubi membebaskannya kembali.

Awal Penjajahan Palestina

Seiring dengan munculnya sekularisme, nasionalisme dan kapitalisme. Mulailah kemajuan teknologi modern di Eropa, yang selanjutnya menjadi semangat kolonialisme/imperialisme. Kekhilafahan Ustmani mencoba membendung arus kolonialisme tersebut, namun menghadapi kegagalan. Pada akhirnya khilafah mulai lemah dan dirongrong nasionalisme.

Seiring dengan lemahnya kekhilafahan, beberapa elite Yahudi bekerja sama dengan negara-negara imperialis, terutama Inggris. Mengetahui kekhilafahan Ustmani tengah terlilit utang yang besar, pemuka Yahudi, Theodor Herzl, menawarkan bantuan keuangan yang tidak sedikit. Namun, Sultan Abdul Hamid II menolak mentah-mentah tawaran tersebut.

Kemenangan sekutu pada PD-I menjadikan Inggris memiliki kontrol atas Palestina. Melalui deklarasi Balfour, Inggris menyatakan akan memperkokoh permukiman Yahudi di Palestina dengan membantu pembentukan tanah air Yahudi.

Setelah runtuhnya khilafah Usmaniyah, berganti nasionalisme dan sekularisme, maka tidak ada lagi ikatan antarumat Islam sedunia yang saling peduli. Tidak ada pula junnah (pelindung) bagi kaum muslimin.

Palestina kian memanas, orang-orang Yahudi terus menerus masuk ke Palestina. Pada akhirnya PBB merekomendasikan pemecahan Palestina menjadi dua negara, yakni Arab & Israel. Resolusi Inilah yang menjadi cikal bakal pendudukan Israel di Palestina hingga kini.

Maka menghentikan kejahatan Israel tak akan pernah mampu jika solusi yang diusung negeri-negeri kaum muslimin adalah gencatan senjata yang berujung perdamaian dengan solusi dua negara. Sebab jelas tak menghilangkan eksistensi Yahudi di Palestina.

Memang terkesan indah, solusi yang ditawarkan adalah perdamaian. Namun, sejatinya hal tersebut menunjukkan kebodohan dan kelemahan. Sebab tak mengenal mana lawan, mana kawan. Juga tak mengerti, ke mana harus membela, ke mana harus murka.

Penyelesaian tuntas masalah Palestinahanyalah dengan mewujudkan kekuasaan Islam yang berlandaskan akidah dan syariat Islam, yakni Khilafah Islam yang mengikuti manhaj kenabian.

Sebab Khilafahlah satu-satunya pelindung umat yang hakiki, dengannya akan terhimpun kekuatan besar yang berasal dari penyatuan negeri-negeri muslim di dunia melalui satu komando jihad, tentara, dan armada perang terbaik akan mampu mengalahkan Israel dan mengembalikan Palestina ke tangan kaum muslimin.

Sikap Kita sebagai Seorang Muslim

Setelah memahami duduk persoalan Palestina, sudah semestinya seluruh kaum muslimin di dunia, termasuk kita di dalamnya, memiliki sikap yang benar.

Kita harus memberikan perhatian terhadap permasalahan yang menimpa Palestina dan bersatu bahu-membahu mengembalikannya sebagai tanah kaum Muslimin. Bukan
malah membaginya dengan penjajah, apalagi memandang kedudukan tanah Palestina seperti di tahun 1967 ataupun tahun 1948. Sebab hal itu sama saja, masih membiarkan keberadaan Yahudi penjajah di tanah Palestina.

Sultan Abdul Hamid II patut diteladani, beliau menolak segala bentuk penyerahan tanah Palestina kepada kaum kafir meskipun hanya sejengkal. Oleh karena itu, adanya gencatan senjata di Palestina, belum saatnya kita ber-euforia, sebab solusi nyata belum tercipta, yakni tegaknya khilafah, yang akan menjadi solusi permasalahan Palestina juga seluruh kaum muslimin di dunia.

Wallahu a'lam bishowab[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
PPN Naik, Rakyat Kembali Menjadi Korban
Next
Peluhmu Jadi Saksi di Akhirat Nanti
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram