"Semakin terang bahwa PBB tidak akan menyelesaikan konflik antara kaum muslimin Palestina dan Israel. Hal ini kontradiktif dengan tujuan didirikannya PBB, yang katanya untuk menciptakan perdamaian dunia."
Oleh Sofia Ariyani, S.S
(Pemerhati Sosial)
NarasiPost.Com-Sudah 104 tahun Al Aqsa dikuasai zionis Israel, selama itu pula penderitaan umat Islam Palestina berlangsung. Pelecehan, penganiayaan, penghinaan, penistaan, hingga pembantaian. Umat Islam Palestina hari-harinya dihadapkan dengan moncong-moncong senjata, dan dentuman-dentuman rudal. Tak ayal menyisakan puing-puing yang menimbun jasad-jasad syahid. Entah sudah berapa juta nyawa yang melayang.
Serangan itu kembali terjadi saat umat Islam Palestina tengah menunaikan salat tarawih pada Jumat (7/5/2021). Dikutip dari Tribunnews.com, polisi Israel yang dilengkapi dengan perlengkapan antihuru-hara membubarkan paksa jamaah tarawih dan menembakkan peluru berlapis karet.
Rekaman video memperlihatkan, jemaah mencoba mempertahankan diri dengan melemparkan kursi, sepatu, dan batu ke arah Polisi Israel. Kerusuhan yang pecah di Masjid Al Aqsa, merupakan buntut dari upaya Israel mengusir warga Palestina yang tinggal di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur.
Sedikitnya 200 warga Palestina dilaporkan terluka akibat aksi kekerasan yang dilakukan polisi Israel di Masjid Al Aqsa pada Jumat malam itu. (Tribunnews.com, 10/5/2021)
Kebiadaban tentara zionis Israel sontak membuat dunia geram dan mengutuk tindakan brutal tersebut. Solidaritas pun datang dari penjuru dunia, bantuan obat-obatan, makanan, dan sebagainya. Namun, upaya ini tak membuat umat Islam di Palestina membaik. Sejak dulu upaya ini telah dilakukan, akan tetapi tidak membuat rakyat Palestina terbebas dari kebengisan tentara zionis Israel. Apa yang dilakukan penguasa-penguasa muslim pun hanya retorika belaka, tanpa tindakan nyata.
Kecaman-kecaman yang dilakukan banyak negara melalui PBB pun tak membuahkan hasil. PBB sendiri sebagai lembaga dunia tak mampu membuat Israel menghentikan aksinya. Jelas, karena PBB adalah sekutu dekat Israel, yang tidak akan mungkin untuk membantu menurunkan situasi. PBB pulalah yang menggunting pita atas pembagian wilayah Palestina pada 14 Mei 1948, 55 persen atas pendudukan Israel, sementara Arab mendapat 45 persen wilayah Palestina.
Bukan Israel jika tidak berbuat onar. Sudah membagi wilayah Palestina secara sepihak dan semena-mena, namun hal tersebut masih saja belum puas. Pada tahun 1967 perubahan perbatasan wilayah pun terjadi lagi, kali ini memperbesar wilayah perbatasan saat terjadi Perang Enam Hari. Israel mencaplok wilayah-wilayah Tepi Barat, Semenanjung Sinai, Jalur Gaza, Yerusalem Timur, dan sebagian besar Dataran Tinggi Golan Suriah. Maka otomatis wilayah Israel menjadi berlipat. Pada hal tersebut, sesungguhnya Israel telah melanggar resolusi 181.
Sejumlah resolusi yang ditawarkan PBB nyata-nyata tak menyelesaikan konflik dua negara timur tengah ini. Karena resolusi-resolusi tersebut hanya menguntungkan pihak Israel. Hal ini membuat wilayah kaum muslimin semakin berkurang dan wilayah Israel semakin bertambah. Itu artinya penderitaan umat Islam Palestina semakin lama pula.
Semakin terang bahwa PBB tidak akan menyelesaikan konflik antara kaum muslimin Palestina dan Israel. Hal ini kontradiktif dengan tujuan didirikannya PBB, yang katanya untuk menciptakan perdamaian dunia. Faktanya, sejumlah negara di dunia masih ada dalam kondisi perang.
Sebelum berganti nama menjadi PBB atau UN (United Nation), lembaga dunia ini bernama LBB (Liga Bangsa-bangsa) atau LN (League of Nation) yang sebelumnya diketuai oleh Inggris. Setelah pecah Perang Dunia II pada 29 November 1947 yang dimenangkan oleh Amerika, maka lembaga ini beralih ke tangan Amerika. Di tangan Amerika inilah resolusi 181 dicetuskan, dimana akhirnya membagi wilayah Palestina menjadi dua, 55 persen untuk Israel dan 45 persen untuk Arab.
Apa yang diserukan oleh negara-negara dunia melalui PBB tidak akan berdampak apapun bagi rakyat Palestina. Adapun solusi untuk menghentikan konflik berkepanjangan ini, yakni dengan membongkar perjanjian Sykes-Picot pada tahun 1917 dan meleburkan kembali negeri-negeri muslim di bawah kepemimpinan yang satu, Daulah Khilafah Islamiyah. Dengan bersatunya negeri-negeri muslim maka bersatu pula kekuatan kaum muslimin. Dengan demikian akan mudah bagi kaum muslimin untuk memerangi dan menghentikan kebiadaban kaum zionis Israel. Karena solusi praktis atas problem Palestina hanyalah dengan mengirimkan militer di bawah komando khalifah. Hal inilah yang dahulu dilakukan oleh Daulah Khilafah Utsmaniyah. Sultan Abdul Hamid II menolak mentah-mentah rayuan Theodore Hertzl yang ingin membeli tanah Palestina. Kekuatan ideologi Islam yang tertancap pada dada pemimpin umat Islam kala itu menjadi tameng bagi keselamatan kaum Muslimin. Tidak sebagaimana penguasa muslim hari ini, tidak malu bermesraan dengan negara kafir penjajah. Bekerjasama dalam berbagai hal. Bahkan rela menjual negeri demi kepentingannya. Inilah kondisi negeri-negeri muslim yang bersistem pada kapitalisme. Tak ada lagi izzah bagi umat Islam.
Adalah urgen bagi umat Islam untuk kembali pada sistem Islam di bawah institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Dengan satu kepemimpinan di bawah komando khalifah, kekuatan umat Islam akan bersatu menjadi negara yang disegani.
Wallahu a'lam bishshawab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]