Zakat dalam perspektif Islam tidak diperkenankan untuk pemberdayaan ekonomi rakyat dengan pinjaman bergilir, pembinaan keagamaan, dan berbagai pemberdayaan lainnya.
Oleh. Morin Ike Nurwulan, SE.
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Islam Kaffah)
NarasiPost.Com-Menarik untuk diperhatikan, apa yang disampaikan oleh Bupati Bandung, Dadang Supriatna, yang mengajak para ASN dan non-ASN di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung, untuk menunaikan zakat, infak dan sedekah di Gedung Korpri Kabupaten Bandung pada senin (18/3/2024).
Menurutnya, zakat, infak dan sedekah memiliki peran krusial dalam menciptakan keadilan sosial dan mengurangi kesenjangan ekonomi di masyarakat. "Potensi zakat di Kabupaten Bandung seperti 'raksasa yang sedang tidur'. Apabila kita mampu membangunkannya, maka ia akan menjadi sumber daya besar untuk peningkatan kesejahteraan umat", kata Bupati Bandung (balebandung.com).
Lalu, berapa sih potensi zakat di Indonesia dan khususnya di Kabupaten Bandung, sehingga bisa berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat?
Sebagai negara dengan mayoritas muslim di dunia, potensi zakat di Indonesia tentu akan sangat besar, mencapai Rp327 triliun per tahun. Angka potensial ini hampir menyamai anggaran pemerintah untuk program perlindungan sosial tahun 2022 yang mencapai Rp431,5 triliun. Dari mustahik kurang lebih 10.7 juta orang. Sedangkan berdasarkan catatan Baznas Kabupaten Bandung, update penerimaan Baznas per 1-31 Desember 2023, total penerimaan zakat mencapai Rp1,1 miliar.
Dengan potensi zakat yang sangat besar tersebut, tidak heran jika pemerintah melalui Baznas dan lembaga sejenisnya, menjadikan zakat sebagai solusi peningkatan kesejahteraan rakyat. Sesungguhnya, zakat bukanlah instrumen untuk menyejahterakan masyarakat. Zakat termasuk ibadah yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam dan pengaturannya bersifat tauqify (apa adanya).
Pengaturan zakat sudah sangat jelas disampaikan dalam Al-Qur’an dan hadis. Sehingga tidak boleh ada yang aktivitas pengurangan ataupun penambahan, termasuk kecurangan dalam pendistribusian serta peruntukannya. Apalagi diatur oleh kepentingan kapitalis yang sudah jelas dibuat oleh manusia. Sebagaimana firman Allah Swt.
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)
Penting untuk diingat pula, syariat zakat fitrah dan zakat lainnya, seperti zakat mal, zakat pertanian dan perdagangan, bukanlah solusi untuk mengentaskan kemiskinan dan tidak boleh dijadikan sebagai solusi kemiskinan. Sebab zakat tersebut hanya pemenuhan akan kebutuhan yang sifatnya jangka pendek bagi para mustahiknya. Sedangkan pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan adalah tugas negara.
Oleh sebab itu, ketika pemerintah sekarang menjadikan penerimaan harta zakat sebagai bumper kebijakan kapitalistiknya yang memiskinkan. Maka, tentu salah besar bagi umat jika menyambut gembira hal ini serta menjadikannya jalan meraih kemaslahatan.
https://narasipost.com/syiar/04/2024/perbudakan-dengan-zakat-wajib-dihapuskan/
Terlebih dengan dalih bahwa zakat memiliki dimensi sosial, lantas menjadikan zakat sebagai sumber pemasukan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan, sementara sistem ekonomi kapitalisme masih diterapkan. Potensi sumber daya alam yang seharusnya dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan malah diberikan kepada segelintir pemodal lokal dan asing, bahkan negara berlepas diri dari melayani rakyat.
Negara malah berfokus pada hal yang bukan solusi dan diam pada solusi yang pasti. Untuk penyelesaian masalah kesejahteraan ini sebetulnya Indonesia memiliki potensi besar, salah satunya dengan mengelola sumber daya alam yang dimiliki.
Zakat dalam Perspektif Islam
Islam telah menetapkan bahwa negaralah yang memiliki berkewajiban untuk mengelola sumber daya alam yang termasuk harta kepemilikan umum, seperti air, hutan, dan tambang, serta hasil yang didapat akan dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu umat. Pengembalian dapat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan mereka, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan jaminan lapangan pekerjaan.
Namun, negara yang mampu menjalankan fungsi ini secara sempurna hanyalah negara Islam (Khilafah), bukan negara kapitalis, sosialis, atau demokrasi. Negara tidak diperkenankan menggunakan harta zakat untuk pemberdayaan ekonomi rakyat dengan pinjaman bergilir, pembinaan keagamaan, dan berbagai pemberdayaan lainnya.
Hal ini dikarenakan negaralah yang bertanggung jawab penuh untuk menyejahterakan rakyatnya dengan mekanisme pendanaan yang telah ditetapkan syariat Islam. Zakat memang menjadi salah satu sumber pendanaan untuk pengentasan kemiskinan, tetapi ada mekanisme lain yang harus negara lakukan, yaitu mengelola kekayaan sumber daya alam secara mandiri tanpa melibatkan investasi dari asing, apalagi menyerahkan pengelolaannya kepada asing sebagaimana yang dilakukan negara saat ini.
Oleh sebab itu, zakat dalam sistem kapitalisme tidak akan bisa menyolusi permasalahan kemiskinan dan atau peningkatan kesejahteraan. Keberadaannya hanya bentuk lepas tangan negara dalam pengurusan umat dan menjadi alat untuk menutupi buruknya pengelolaan negara demokrasi kapitalistik.
Maka, bukan sesuatu yang mustahil, jika masyarakat akan sejahtera ketika Islam diterapkan. Sepanjang masa penerapan syariat Islam, akan didapati para khalifah yang menerapkan seluruh aturan syariat, termasuk melaksanakan amanah untuk mengurusi seluruh problem masyarakat dan tidak membiarkan rakyat terpuruk dalam kesulitan hidup.
Masyarakat tidak perlu pusing memikirkan cara untuk memenuhi kebutuhan pokoknya karena setiap kebutuhan sudah dijamin negara. Jadi, tidak perlu diragukan lagi, apabila sistem Islam diterapkan secara komprehensif akan dapat menyejahterakan masyarakat. Serta yang akan mendapatkan kebaikannya bukanlah hanya umat muslim tapi seluruh warga negara yang tergabung didalamnya.
Wallaahu a'lam bishawab.[]
Giliran zakat saja, dilirik untuk mengentaskan kemiskinan. Namun untuk kekayaan alam yang ada malah tidak diurus dan cenderung diserahkan ke asing, swasta, dan diprivatisasi oleh segelintir orang.