Tidak adanya anggaran THR bagi pegawai honorer, kepala desa, dan perangkat desa merupakan salah satu bentuk kezaliman pemerintah terhadap rakyatnya.
Oleh. Hadi Kartini
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bulan Ramadan adalah bulan yang ditunggu-tunggu umat muslim untuk beribadah kepada Allah Swt. di mana pada bulan ini, semua amal ibadah pahalanya akan dilipatgandakan. Dan bulan ini juga sangat dinantikan pekerja/pegawai, baik itu pegawai pemerintah atau pegawai swasta. Karena salah satu berkah di bulan Ramadan adalah pekerja/pegawai mendapatkan penghasilan tambahan berupa tunjangan hari raya (THR). THR merupakan bonus yang diberikan kepada pekerja dalam rangka menyambut lebaran Idulfitri.
Menteri Keuangan (MenKeu), Sri Mulyani, mencatat anggaran untuk membayar tunjangan hari raya (THR) Lebaran Idulfitri 2024 bagi aparatur sipil negara (ASN/PNS) pusat maupun daerah mencapai Rp48,7 triliun. THR PNS tersebut dibayarkan paling cepat pada H -10 Lebaran Idulfitri.
Sri Mulyani mengatakan, alokasi anggaran untuk pembayaran THR Lebaran tahun ini mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp38,8 triliun meliputi komponen gaji pokok dan tunjangan kinerja 50 persen. Mengingat, adanya peningkatan nilai pencairan THR menjadi 100 persen di tahun ini (liputan6.com, 15/3/24)
THR Tidak Merata
Begitu besar anggaran untuk THR yang dikeluarkan pemerintah, ternyata tidak semua pegawai mendapatkannya. Hanya ASN/PNS saja yang berhak mendapatkan THR. Sedangkan pegawai honorer tidak mendapatkan THR karena dinilai tidak tercantum dalam undang-undang sebagai yang berhak mendapatkan THR. Seperti pernyataan dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Pemerintah memastikan perangkat desa dan honorer tidak mendapatkan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 tahun ini. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menjelaskan perangkat desa termasuk kepala desa, tidak termasuk aparatur sipil negara atau ASN sebagaimana yang diatur undang-undang. Oleh sebab itu, pemerintah tidak menganggarkan THR untuk kelompok tersebut (Antara.com, 15/3/24).
Hal ini sangat mengherankan karena ASN, tenaga honorer, perangkat desa, dan kepala desa sama-sama bekerja di instansi pemerintah. Yang seharusnya sama-sama mendapatkan THR. Apalagi untuk pegawai honorer, seharusnya menjadi prioritas pemerintah dalam memberikan tunjangan.
Seperti kita ketahui, bahwa pegawai honorer untuk gaji bulanan saja mereka sangat jauh sekali dari kata layak. Padahal, mereka mengabdi tidak hanya setahun dua tahun, tetapi banyak dari mereka bekerja sudah bertahun-tahun. Dan pekerjaan yang mereka lakukan juga tidak jauh berbeda dengan ASN, yang berbeda hanya statusnya saja.
Melihat pengabdian yang dilakukan pegawai honorer, tidak pantas rasanya apabila mereka tidak mendapatkan tunjangan hari raya. Padahal untuk menyambut Lebaran Idulfitri tentu membutuhkan biaya tambahan. Dan sudah menjadi tradisi, menjelang hari-hari besar seperti Lebaran, semua harga mengalami kenaikan.
Bagaimana mereka memenuhi biaya tersebut, jika THR yang dinantikan tak kunjung datang? Apalagi pegawai honorer yang sudah berkeluarga. Mereka tidak bisa memasak makanan yang berbeda dari hari biasanya, tidak bisa membelikan baju lebaran untuk anak-anak mereka, dan keperluan Lebaran lainnya. Jika hanya mengandalkan gaji bulanan saja.
Nasib ASN lebih beruntung dibandingkan dengan pegawai honorer. Mereka mendapatkan gaji bulanan yang memadai, tunjangan hari raya, dan gaji ke-13. Mereka bisa mempergunakan itu semua untuk keperluan Lebaran dan sebagian lagi bisa ditabung. Tetapi pemerintah malah pilih kasih, hanya memberikan tunjangan hari raya hanya untuk ASN saja. Yang jelas-jelas mempunyai gaji bulanan yang lumayan.
THR Bentuk Tanggung Jawab Pemerintah
Tidak adanya anggaran THR bagi pegawai honorer, kepala desa, dan perangkat desa merupakan salah satu bentuk kezaliman pemerintah terhadap rakyatnya. Seharusnya pemerintah menjamin kesejahteraan rakyatnya. Paling tidak untuk hari besar seperti Lebaran Idulfitri. Memberikan tunjangan kepada seluruh pegawai pemerintah baik ASN maupun pegawai honorer, supaya bisa dipergunakan untuk keperluan menyambut Lebaran.
Serta menstabilkan harga-harga di pasaran sehingga rakyat mudah mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan harga terjangkau. Dengan keadaan seperti ini, hari raya Idulfitri yang seharusnya disambut dengan suka cita, tetapi dengan keterbatasan ekonomi, kegembiraan itu terasa tidak sempurna.
Sudah menjadi tanggung jawab pemerintah menjadikan rakyatnya hidup sejahtera. Salah satu bentuk tanggung jawab ini adalah dengan memberikan tunjangan hari raya. Pembagian THR seharusnya tidak menjadi beban bagi negara. Dan bisa diberikan secara merata kepada seluruh pekerja atau pegawai. Karena itu adalah hak para pekerja. Apalagi, Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan dianugerahi tanah air yang subur. Yang menjadi sumber pendapatan negara, bisa dibagikan dan dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.
Perayaan Idulfitri dalam Islam
Hari raya Idulfitri merupakan momen bahagia bagi seluruh umat muslim, harus disambut dengan gembira dan penuh sukacita. Ini dinyatakan dalam hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Muttafaq Alaih, "Bagi yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan, kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-nya". Hari raya Idulfitri pertama kali dirayakan pada tahun ke-2 Hijriah bersamaan dengan turunnya perintah berpuasa dan zakat fitrah.
Pada masa Rasulullah saw. perayaan Idulfitri dilakukan dengan suasana penuh gembira dan suka cita. Pada masa itu Nabi saw. tidak melarang nyanyian dari anak kecil bahkan membiarkannya. Menghadirkan suasana gembira kepada setiap keluarga termasuk pasangan hidup, yang membuatnya bahagia selama itu mubah. Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana membahagiakan Aisyah dengan membiarkan istrinya menikmati nyayian dari budak perempuan kecil sembari menempelkan pipinya kepada pipi Rasulullah saw. Selalu memperhatikan rambu-rambu syariat untuk melakukan kesenangan dan hiburan dalam perayaan hari raya.
Untuk tradisi makan, minum, bersenang senang, serta bersuka cita tidak hanya dimiliki oleh orang yang berada saja. Untuk itu Allah Swt. mensyariatkan kepada umat muslim untuk mengeluarkan zakat fitrah kepada fakir dan miskin. Agar di hari raya semua umat muslim bisa merasakan kegembiraan, baik itu orang yang berkecukupan atau pun fakir dan miskin.
Pada masa kekhilafahan, hari raya dirayakan menurut kebijakan Khalifah yang tentunya tidak melanggar syariat. Pada masa kekhilafahan Abasiyah hari raya dirayakan selama tiga hari. Dan pada masa khilafah Ustmani lebih meriah lagi. Perayaannya mulai dilakukan lima belas hari sebelum hari raya. Pada hari raya, khalifah mengadakan jamuan makan untuk rakyatnya.
https://narasipost.com/opini/04/2022/rakyat-bukan-sekadar-butuh-thr-tetapi-butuh-sejahtera/
Dan orang-orang berkecukupan juga mengadakan jamuan-jamuan makan di rumah mereka masing-masing. Saling mendoakan, mempererat silaturahmi, memberikan hadiah-hadiah, dan memberikan uang kepada anak-anak kecil. Itu semua dilakukan adalah perwujudan dari rasa syukur dan kebahagiaan pada hari raya Idulfitri.
Tidak ada rakyat yang tidak bahagia di hari tersebut karena negara mengambil peran dalam membahagiakan rakyatnya dengan aturan-aturan yang sesuai syariat. Juga merupakan bukti bahwa pada masa kekhalifahan semua rakyat hidup makmur dan sejahtera sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah kepada rakyatnya.
Negara menjamin hidup masyarakat yang berada dalam naungan negara Islam (khilafah) hidup sejahtera. Ini bisa diwujudkan dengan harta-harta milik umum serta dari pendapatan negara lainnya yang memang ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat umum.
Wallahu'alam bissawab. []
Halal kan benci sama kezaliman
Kasian betul jadi honorer. Andai bisa memilih pasi mereka ingin jadi PNS juga. Inilah kazaliman penguasa di bawah sistem kapitalisme yang memberikan gaji hanya berdasar status meski pekerjaannya sama.
Sejak dahulu, dalam sistem sekuler memang tidak ada jaminan THR bagi pegawai honorer. Padahal, seharusnya tidak ada perbedaan antara ASN dan honorer dalam mendapatkan jaminan kesejahteraan.