Segudang "Warisan" Janji yang Menunggu Realisasi

Segudang warisan janji Jokowi

Segudang "warisan" janji yang belum terealisasi sering kali ditinggalkan oleh setiap rezim penguasa, bahkan hingga pemerintahannya berakhir.

Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)

NarasiPost.Com-Pemilihan umum telah usai. Penetapan presiden dan wakil presiden pun sudah dilakukan. Tinggal menghitung bulan, masa pemerintahan Presiden Joko Widodo akan berakhir, tepatnya pada Oktober mendatang. Kemudian akan berganti dengan rezim yang baru di bawah pemerintahan Prabowo. Meski masa pemerintahannya hanya tersisa sekitar enam bulan lagi, tetapi masih banyak program dan janji yang belum diselesaikan oleh Presiden Jokowi. Selain itu, janji meningkatkan pertumbuhan ekonomi pun masih di luar ekspektasi.

Saat kampanye perdananya pada 2014 silam misalnya, Jokowi berjanji menciptakan pertumbuhan ekonomi di atas tujuh persen. Namun realitasnya, pertumbuhan ekonomi negeri ini pada 2014–2015 hanya berada di kisaran 4,12 persen. Pada periode kedua, Presiden Jokowi mulai menurunkan target pertumbuhan ekonominya di RJP JMN 2020–2024 yakni sebesar 5,6–6,2 persen. Sayangnya, hingga kuartal IV 2023 pertumbuhan ekonomi hanya berada di kisaran 5,04 persen. (cnnindonesia.com, 24/4/2024)

Selain itu, masih banyak program-program unggulan Jokowi yang belum terealisasi sepenuhnya di akhir pemerintahannya. Program-program tersebut memang ditargetkan bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi di era pemerintahannya. Lantas, program-program apa saja yang menjadi janji Jokowi dan berpotensi diwariskan pada pemerintahan selanjutnya?

Segudang PR Pemerintah

Ada segudang pekerjaan rumah yang menunggu diselesaikan di sisa-sisa pemerintahan Presiden Jokowi. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur yang menjadi program andalan pemerintah. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Studies (Celios), Nailul Huda, menyebut bahwa masih banyak infrastruktur yang berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN) belum selesai pembangunannya. Selain itu, hasil-hasil dari PSN yang sudah dibangun pun disebut masih tak sesuai harapan. (cnnindonesia.com, 24/4/2024)

Mengutip data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), sepanjang 2016–2023 ada 190 PSN yang sudah diselesaikan, sedangkan 42 proyek ditargetkan rampung pada tahun ini. Selain infrastruktur, PR lainnya yang harus diselesaikan adalah pemerataan akses internet yang dianggap akan mendongkrak ekonomi. Namun, hingga saat ini masih banyak wilayah yang belum dapat mengakses internet secara maksimal. Bisa dikatakan, ini adalah PR dari aspek digital ekonomi.

Selain infrastruktur dan internet, PR lainnya juga menunggu untuk diselesaikan. Di antaranya tingkat kemiskinan yang tinggi, kualitas pendidikan angkatan kerja yang rendah, dan investasi yang berkualitas. Hal ini dikemukakan oleh Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti. Apa yang dikemukakan Esther tersebut bukanlah tanpa alasan.

Sebut saja tentang tingkat kemiskinan yang tinggi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan pada Maret 2015 mencapai 11,22 persen. Sedangkan pada Maret 2023, tingkat kemiskinan sebesar 9,35 persen. Persentase tersebut menunjukkan bahwa selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi, kemiskinan hanya berkurang dua persen. Ini hanyalah data di atas kertas. Bisa jadi jumlah penduduk miskin di lapangan lebih banyak lagi.

Berikutnya lagi tentang rendahnya kualitas pendidikan angkatan kerja. Saat ini, sekitar 80 persen angkatan kerja berpendidikan rendah, sebagaimana disebutkan oleh Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti. Persoalan lainnya, masih menurut Esther, adalah investasi yang masuk di Indonesia juga tidak berbanding lurus dengan penciptaan lapangan pekerjaan. Ini artinya, investasi yang konon dapat meningkatkan ekonomi sekaligus kesejahteraan rakyat ternyata tidak banyak berimbas terhadap nasib rakyat.

Segudang PR tersebut masih harus menjadi fokus pemerintahan Jokowi di akhir-akhir masa jabatannya. Belum lagi, program-program andalan Jokowi seperti infrastruktur, proyek IKN, maupun hilirisasi yang masih membutuhkan waktu cukup panjang untuk menyelesaikannya. Dengan sisa waktu yang singkat, mustahil rasanya semua janji tersebut bisa diselesaikan tepat waktu.

Antara Penambahan Infrastruktur dan Minimnya Kesejahteraan

Sebagaimana diketahui, program andalan pemerintahan Jokowi adalah menggenjot infrastruktur. Di bawah kepemimpinannya, banyak infrastruktur yang telah dan sedang dibangun. Mengutip data BPS, sejak 2014–2020 pemerintah telah membangun jalan sepanjang 30.613 kilometer (5,91 persen dari 548.366 kilometer pada 2020). Selain itu, pemerintah Jokowi juga masif membangun bendungan.

Tercatat ada 12 bendungan yang dibangun. Jika dijumlah keseluruhan ada 30 bendungan. Tak hanya itu, data dari Kementerian PUPR juga mencatat, pemerintah Jokowi telah membangun 1.655 unit pelabuhan pada 2014. Jumlah tersebut pun bertambah pada 2022 menjadi 3.157 unit. Biaya yang digunakan untuk membangun infrastruktur selama sekitar sembilan tahun pemerintahan Jokowi pun sangat besar yakni mencapai Rp2.778 triliun, sebagaimana dikemukakan oleh Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara.

Memang benar, infrastruktur menjadi salah satu faktor penentu kemajuan suatu bangsa. Kemajuan infrastruktur di sistem ini bahkan dianggap menjadi tolok ukur kesejahteraan. Kalkulasinya, jika negara menggenjot infrastruktur maka akan memajukan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan. Jika ekonomi maju dan meningkat maka secara otomatis akan meningkatkan taraf hidup bagi masyarakat. Namun pertanyaannya, benarkah infrastruktur yang terus digenjot berkorelasi dengan kemudahan yang dirasakan rakyat?

Realitasnya, pembangunan infrastruktur yang konon akan sejalan dengan kesejahteraan rakyat sering kali menyisakan polemik di tengah masyarakat. Sebut saja tentang polemik pembebasan lahan. Proyek-proyek yang dilakukan pemerintah mau tidak mau harus mengambil lahan milik rakyat. Sayangnya, proses ini sering kali menyisakan nestapa, misalnya terjadi penggusuran rumah dan lahan milik warga, maupun kompensasi yang tidak sesuai dengan harga pasaran.

Akibatnya banyak rakyat yang menganggur karena lahannya dialihfungsikan menjadi lahan proyek nasional. Polemik pembebasan lahan bahkan nyaris mewarnai di setiap pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh negara. Demi alasan pertumbuhan ekonomi, rakyat harus merelakan tanah-tanah miliknya baik secara sukarela ataupun terpaksa. Akhirnya banyak rakyat di negeri ini yang beralih pekerjaan di tengah membeludaknya pengangguran. Bukankah hal ini menunjukkan bahwa rakyat semakin susah? Jika pengangguran menggurita, bagaimana bisa dikatakan sejahtera meski pembangunan jorjoran?

Prinsip pembangunan seperti ini tentu menyisakan sebuah tanya. Mengapa pertumbuhan ekonomi yang diklaim demi kesejahteraan rakyat, justru harus dimulai dengan tangisan warga yang wilayahnya terdampak? Jika demikian, alasan pembangunan infrastruktur yang diklaim akan menciptakan lapangan pekerjaan dan mewujudkan kesejahteraan hanyalah isapan jempol semata.

Prinsip Pembangunan infrastruktur ala Kapitalisme

Dalam sistem kapitalisme, pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada pusat (sentra ekonomi). Kondisi ini membuat wilayah pelosok kurang mendapat perhatian dari negara. Lihat saja betapa banyak sekolah, jembatan, dan jalan yang rusak di beberapa wilayah, tetapi tidak mendapat prioritas dalam pembangunan. Hal ini tentu tak mengherankan jika melihat logika kapitalisme dalam pembangunan.

Dalam sistem kapitalisme, negara menyerahkan seluruh urusan publik kepada swasta. Hal ini menjadikan kepedulian negara pada urusan rakyat hanyalah sekadarnya saja. Infrastruktur yang terus digenjot dengan dalih mewujudkan kesejahteraan rakyat, ternyata hanyalah membuka akses investasi selebar-lebarnya bagi para korporat. Padahal prinsip para korporat dalam melaksanakan pembangunan adalah untuk meraup keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur yang disponsori oleh korporasi tidak mungkin mendatangkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat.

Penguasa Amanah dalam Islam

Menunaikan amanah adalah tanggung jawab penguasa (khalifah). Tugas utama seorang pemimpin dalam Islam adalah menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan dan mengurusi urusan rakyat. Jika tidak melakukan kedua hal tersebut maka kekuasaan yang digenggam tidaklah ada artinya. Rasulullah saw. bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari:

رَعِيَّتِهِ عَنْ وَمَسْئُولٌ رَاعٍ الإِمَامُ

Artinya: "Imam adalah raa'in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya."

Terkait tanggung jawabnya terhadap rakyat, maka khalifah wajib memenuhi seluruh kebutuhan asasi setiap warganya mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara juga wajib membangun infrastruktur yang bermaslahat untuk rakyat. Pasalnya, infrastruktur dalam Islam merupakan prasarana yang dibuat untuk memudahkan mobilitas masyarakat dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Ini artinya, membangun infrastruktur adalah bagian dari tanggung jawab negara dalam mengurusi rakyatnya.

Meski demikian, pembangunan infrastruktur dalam sistem Islam tidak asal banyak dan jorjoran. Namun, di bawah parameter Islam dan syariatnya, terdapat mekanisme prioritas dalam membangun infrastruktur yang besar. Pembangunan infrastruktur pun akan menyebar dari pusat ekonomi hingga ke pelosok. Di sisi lain, infrastruktur dikategorikan sebagai aset milik umum, baik jalan raya maupun fasilitas umum lainnya. Karena itu, siapa pun boleh memanfaatkannya tanpa harus mengeluarkan biaya.

https://narasipost.com/opini/08/2021/kapitalisme-tak-memberi-solusi-islam-kafah-mulai-diminati/

Pembangunan infrastruktur demi kemaslahatan rakyat pernah dilakukan para khalifah pada era kejayaan Islam. Salah satunya sebagaimana dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Mengutip buku Ekonomi Makro Islam, disebutkan bahwa Khalifah Umar pernah membangun kanal dari Fustat ke Laut Merah. Pembangunan kanal tersebut dilakukan agar orang-orang yang membawa gandum menuju Kairo tidak perlu lagi menaiki unta. Kanal yang dibangun oleh Khalifah Umar tersebut dapat memangkas perjalanan yang jauh karena mereka bisa menyeberang dari Sinai langsung menuju Laut Merah.

Fakta tersebut hanyalah salah satu contoh dari pembangunan infrastruktur yang memprioritaskan kepentingan rakyat. Jika penguasa pandai memilih mana skala prioritas, baik dalam membangun infrastruktur maupun kepentingan umum lainnya, niscaya tidak ada proyek-proyek berskala besar yang sia-sia. Artinya, semua kebutuhan rakyat yang dibangun oleh negara akan berkorelasi langsung dengan kemudahan yang diterima oleh rakyat.

Khatimah

Segudang "warisan" janji yang belum terealisasi sering kali ditinggalkan oleh setiap rezim penguasa, bahkan hingga pemerintahannya berakhir. Artinya, di bawah prinsip kapitalisme, siapa pun rezim penguasa berpotensi meninggalkan warisan, baik janji-janji saat terpilih maupun utang yang menggunung. Karena itu, pentingnya pemangku jabatan menjadikan Islam sebagai standar. Di bawah kepemimpinan ideologi Islam, para penguasa hanya fokus pada tugas utamanya yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat.
Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Kupu-Kupu, Indikator Kesehatan Alam
Next
Kepel, Buah Langka yang Naik Level
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

8 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Indrarini
Indrarini
6 months ago

Begitulah ciri khas dari kapitalisme demokrasi, ia selalu memberi warisan. Sayangnya warisannya memilukan hati, seperti janji palsu, utang, maupun inflasi.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Indrarini
6 months ago

Semoga sistem yang melahirkan kesengsaraan bagi rakyat segera tumbang ya.

angesti widadi
6 months ago

Jambuuuu janji janji mu janji b*s*k :")

Sartinah
Sartinah
Reply to  angesti widadi
6 months ago

Hehe ... jambu air mah manis ya

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
6 months ago

Para pemangku jabatan harus menjadikan Islam sebagai standar agar mereka fokus dalam mewujudkan kemaslahatan umat.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Mariyah Zawawi
6 months ago

Betul bu. Jika fokusnya adalah kemaslahatan, niscaya pembangunan infrastruktur sebanyak apa pun pasti akan berkolerasi dengan kesejahteraan rakyat.

Siti Komariah
Siti Komariah
6 months ago

Begitulah kepemimpinan dalam kapitalisme, janji janji manis diumbar atas nama kesejahteraan rakyat, padahal makin ke sini rakyat makin sengsara bukan bahagia. Banyak pembangunan dan janji manis lainnya yang mengorbankan rakyat. Taulah standar kapitalisme gimana.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Siti Komariah
6 months ago

Hehe ... begitulah sistem kapitalisme dijalankan

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram