Pajak memang dapat dijadikan sebagai sumber dana di dalam. Namun, itu adalah pilihan terakhir saat baitulmal kosong dan kondisi darurat. Dengan demikian, pajak tidak akan menjadi beban bagi rakyat.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Menjelang Idulfitri, para pegawai bersukacita karena akan mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR). Mereka sudah membuat rencana penggunaan uang THR tersebut. Sayangnya, saat THR itu mereka terima, jumlahnya jauh lebih sedikit dari perhitungan mereka. Ternyata, hal itu disebabkan oleh penerapan skema pajak yang baru.
Pajak Sumber Pendapatan Negara
Dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, pajak merupakan sumber pendapatan terbesar negara. Oleh karena itu, pemerintah pun berupaya untuk mencari berbagai sumber pajak. Hal itu dilakukan untuk memperbesar penghasilan negara.
Dalam laman pina.id disebutkan bahwa pajak tidak hanya dikelola oleh pemerintah pusat. Namun, ada juga yang dikelola oleh pemerintah provinsi dan kabupaten. Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Penghasilan (PPh), serta bea meterai termasuk yang dikelola oleh pemerintah pusat.
Sedangkan pajak rokok dan bea balik nama kendaraan bermotor termasuk yang dikelola oleh pemerintah provinsi. Adapun contoh pajak yang dikelola oleh pemerintah kabupaten adalah pajak hiburan, parkir, dan sarang burung walet.
Pajak untuk Pembangunan
Pernahkah Anda melihat papan bertuliskan “Proyek ini dibangun dengan pajak yang Anda bayar”? Apa yang tertulis di papan itu memang tidak salah. Banyak proyek pembangunan yang dibiayai dari pajak.
Pembangunan infrastruktur memang harus dilakukan oleh negara. Pasalnya, infrastruktur itu dibutuhkan oleh masyarakat dalam memudahkan aktivitas mereka sehari-hari. Misalnya, jalan dan jembatan untuk menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya. Demikian pula dengan pembangunan infrastruktur lainnya, seperti sekolah, rumah sakit, atau tempat pengolahan limbah.
https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/hipokrisi-kesejahteraan-pajak-berbuah-penderitaan/
Dalam sistem kapitalisme, berbagai proyek pembangunan dibiayai dari pajak. Hal itu karena sumber pendapatan utama negara berasal dari pajak. Oleh karena itu, pajak memegang peranan penting dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Menguntungkan Para Kapitalis
Dalam sistem kapitalisme, pembangunan infrastruktur sering kali tidak memperhatikan apakah rakyat benar-benar membutuhkan atau tidak. Yang diperhatikan hanyalah para pemilik kapital yang mendapat proyek pembangunan. Misalnya, pembangunan jalan tol.
Jalan tol memang mempersingkat jarak dan waktu. Namun, dari waktu ke waktu, tarif tol terus mengalami kenaikan. Hal itu karena pengusaha yang membangun jalan tol ingin mendapatkan keuntungan. Sementara, rakyat kecil yang memanfaatkan jalan tol harus membayar mahal.
Bukan Sumber Utama
Jika pajak menjadi sumber pendapatan terbesar negara dalam sistem ekonomi kapitalisme, tidak demikian dengan dengan sistem Islam. Dalam sistem ekonomi Islam, sumber-sumber pendapatan negara sangat banyak. Ada fai, kharaj, ganimah, khumus, zakat, dan sebagainya. Semua itu akan dimasukkan ke baitulmal dan digunakan sesuai peruntukannya. Pajak hanya ditarik dari rakyat jika dana di baitulmal kosong.
Ada beberapa kondisi yang membolehkan negara menarik pajak.
Pertama, untuk pembiayaan perang, mulai dari pembentukan pasukan hingga pengadaan peralatan militer yang canggih.
Hal itu karena Allah Swt. telah memerintahkan kepada kaum muslim untuk melakukan jihad, baik dengan harta maupun nyawa. Allah Swt. menyebutkan hal ini dalam surah At-Taubah [9]: 41.
انْفِرُوْا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوْا بِأمْوَالِكُمْ وَأنْفُسِكُمْ فِي سَبِيْلِ اللّٰهِ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Keluarlah kalian dalam keadaan ringan maupun berat. Berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah. Itulah yang lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.”
Kedua, pembiayaan industri militer. Aktivitas jihad membutuhkan persenjataan. Oleh karena itu, negara harus membangun industri militer untuk mencukupi kebutuhannya.
Pembelian senjata dari asing dapat menyebabkan ketergantungan terhadap pihak asing. Hal ini justru membahayakan keamanan negara. Oleh karena itu, harus selalu ada dana untuk mendukung hal ini.
Ketiga, membantu orang-orang miskin dan ibnusabil. Bantuan terhadap mereka harus selalu diberikan, baik ada dana maupun tidak. Rasulullah saw. mengingatkan kewajiban tiap muslim untuk menolong saudaranya yang sedang kelaparan dalam hadis riwayat Al-Bazzar.
مَا آمَنَ بِيْ مَن بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارُهُ جَاىِٔعٌ إلَى جَنْبِهِ
Artinya: “Tidaklah beriman kepadaku orang yang tidur di malam hari dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya lapar, padahal ia mengetahuinya.”
Keempat, untuk menggaji pegawai, tentara, guru, hakim, dan lain-lain. Pembiayaan untuk pos ini bersifat tetap, baik ada dana maupun tidak. Oleh karena itu, jika tidak ada dana, kewajiban itu beralih kepada kaum muslim.
Kelima, pembangunan infrastruktur yang mendesak. Misalnya, sekolah yang rusak. Jika rusaknya bangunan sekolah itu menyebabkan anak-anak tidak dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar atau membahayakan keamanan mereka, berarti perbaikan gedung sekolah harus segera dilakukan.
Dalam lima kondisi inilah, negara boleh menarik pajak. Di luar kondisi tersebut, negara tidak akan menarik pajak dari rakyat, sebab itu adalah pilihan terakhir dalam pendanaan kebutuhan negara.
Pembangunan Bervisi Kerakyatan
Dalam Islam, pembangunan yang dilakukan oleh negara dalam rangka menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, negara akan memperhatikan urgensi pembangunan yang hendak dilakukan. Dengan kata lain, pembangunan apa pun harus mempertimbangkan kepentingan umat, bukan yang lain.
Pembangunan gedung sekolah atau jalan utama yang baru hanya dilakukan jika di wilayah tersebut belum ada jalan penghubung atau gedung sekolah. Jika sudah ada dan sudah mencukupi kebutuhan, tidak perlu membangun yang baru.
Pembangunan tidak dilakukan hanya untuk prestise. Misalnya, membangun monumen-monumen yang megah hanya untuk kebanggaan negara di mata dunia. Dalam kondisi seperti ini, negara tidak boleh menarik pajak. Apalagi, utang ke luar negeri dengan bunga mencekik.
Wajib Pajak dalam Islam
Dalam sistem Islam, pajak hanya ditarik dari orang yang memiliki kelebihan rezeki. Yakni, mereka yang masih memiliki kelebihan setelah memenuhi berbagai kebutuhan diri dan keluarganya secara layak, sesuai dengan standar hidup di wilayahnya. Hal itu karena kedudukan pajak seperti sedekah. Oleh karena itu, pajak hanya diambil dari mereka yang kaya. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Bukhari,
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى
Artinya: “Sebaik-baik sedekah berasal dari orang yang kaya.”
Standar ini tentu berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lainnya. Di wilayah yang pendapatan masyarakatnya tinggi, bisa jadi peralatan elektronik merupakan kebutuhan. Misalnya, mesin cuci, kulkas, setrika, dan sebagainya. Nah, jika mereka masih memiliki kelebihan setelah memenuhi berbagai kebutuhan tersebut, mereka termasuk orang yang wajib pajak. Sedangkan bagi mereka yang tidak mempunyai kelebihan, tidak ditarik pajak.
Pajak hanya ditarik secukupnya, sesuai dengan jumlah dana yang dibutuhkan. Jika telah memenuhi kebutuhan, penarikannya akan dihentikan. Dengan demikian, penarikan pajak tidak dilakukan secara rutin seperti dalam sistem kapitalisme.
Demikianlah, dalam Islam, pajak memang dapat dijadikan sebagai sumber dana. Namun, itu adalah pilihan terakhir, saat baitulmal kosong dan kondisi darurat. Dengan demikian, ia tidak akan menjadi beban bagi rakyat.
Wallaahu a’lam bi ash-shawaab.[]
Pajak makin mencekik tapi hidup rakyat kian terhimpit. Ketika potensi pemasukan sudah lepas dari negara, pastilah pajak jadi andalannya. Darah rakyat dihisap demi penguasa dan pengusaha karena pajak dalam sistem sekuler kapitalis diberlskukan tanpa pandang bulu. Semua kena tanpa kecuali.
Ya mbak, jadi merasa terpaksa kalau bayar pajak.
Sayangnya banyak pihak yang enggan membayar pajak
Biasanya yang pajaknya besar enggan membayar. Setelah itu ada keringanan.