Khilafah akan memberikan hak hidup anak yang sejahtera melalui pemenuhan hadanah dan kafalah, serta kebutuhan primer, sekunder, dan publik.
Oleh. R. Raraswati
(Kontributor NarasiPost.Com & Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
NarasiPost.Com-UNICEF dan Kemenag RI telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk melindungi hak-hak anak di Indonesia. Ketua Perwakilan UNICEF untuk Indonesia Maniza Zaman menyampaikan pentingnya MoU tersebut sebagai komitmen bersama Kemenag RI dan UNICEF guna mempromosikan dan mengintegrasikan hak-hak anak. (Antaranews.com, 28-3-2024).
Sedangkan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI Kamaruddin Amin menjelaskan MoU tersebut mencakup tiga aspek, yaitu advokasi, pengembangan kapasitas, dan berbagi sumber daya. Hal itu merupakan langkah konkret guna meningkatkan kesadaran terhadap hak-hak anak di Indonesia terutama bidang pendidikan.
Hak Utama Anak
Dalam Islam, hak utama anak adalah berakidah sahih sebagaimana sabda Rasulullah saw., bahwa “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari hadis tersebut jelas peran penting orang tua dalam memberikan hak anak. Peran orang tua sendiri akan terealisasi dengan baik jika ada campur tangan negara. Pasalnya negara punya kuasa yang dapat memaksimalkan peran orang tua dalam memenuhi hak-hak anak. Dengan kata lain, anak berhak mendapat perlindungan dari keluarga dan negara. Dalam hal ini Kemenag menjadi institusi yang ditunjuk negara dalam memberikan hak tersebut. Sementara itu, Kemenag menjadi corong penderasan arus moderasi beragama. Sedangkan ide moderasi beragama sangat berbahaya, karena sejatinya justru kontraproduktif dengan hak perlindungan anak.
Sementara di tingkat internasional, UNICEF menjadi pihak yang bertanggungjawab untuk melindungi hak-hak anak. Namun, peran tersebut telah nyata gagal melindungi anak-anak terutama di negara muslim. Sebagai contoh, UNICEF tidak bisa melindungi anak-anak di Palestina dari genosida Zionis Yahudi di Gaza. Dari fakta ini hendaknya umat waspada terhadap MoU Kemenag dengan UNICEF. Seberapa penting MoU tersebut bagi Indonesia, umat Islam khususnya anak-anak? Jangan-jangan MoU tersebut justru dapat merusak pemikiran anak-anak kaum muslim di Indonesia.
Akar Masalah
Sebelumnya, Kamaruddin Amin menyampaikan pentingnya pemenuhan hak pendidikan anak. Sementara sistem pendidikan formal di Indonesia (mulai sekolah bermain hingga kuliah) telah kehilangan ruh mencerdaskan generasi dengan sekadar melahirkan tenaga pekerja, bukan calon pemimpin bangsa. Pendidikan di sekolah formal justru banyak menanamkan ide moderasi beragama yang jelas bertentangan dengan Islam yang menyeru umat berislam secara kaffah (menyeluruh).
Mirisnya lagi, semua diperparah dengan media yang menampilkan konten-konten perusak generasi. Dengan dalih memberi kebebasan berekspresi, konten-konten media kebanyakan dapat memengaruhi buruk pola pikir dan sikap generasi. Akibatnya, generasi menjadi lebih suka instan, pragmatis, bahkan terkadang memiliki karakter sumbu pendek. Faktanya, ada berbagai kasus kriminal dengan pelaku di bawah umur.
Jika dicermati, sistem sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) adalah akar masalah hilangnya hak anak terutama hak berakidah sahih. Pasalnya negara menerapkan kebebasan dalam aktivitas masyarakat, sedangkan agama hanya untuk mengatur ibadah manusia dengan Tuhannya saja. Padahal Islam mengatur semua lini kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, urusan terkait dengan diri sendiri, maupun muamalah sesama manusia.
Hak Anak Sesuai Fitrah Pencipta
Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik penciptaan. Bahkan umat Islam adalah manusia terbaik yang Allah ciptakan sebagaimana firman-Nya, “Kamu adalah umat terbaik yang diciptakan untuk manusia, karena menyeru berbuat yang makruf, dan mencegah dari perbuatan mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, namun di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imran [3]: 110).
Dari ayat tersebut bisa disimpulkan bahwa anak-anak memiliki hak menjadi umat terbaik. Sedangkan untuk meraih itu, butuh proses dan peran orang tua. Hal ini telah Allah perintahkan dengan firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. ….” (QS At-Tahrim [66]: 6).
Hak dasar anak untuk beriman yang sahih inilah yang perlu perhatian dan pemenuhan oleh negara. Namun semua hanya bisa terwujud melalui peran negara bersistem Islam dalam bentuk Khilafah. Kenapa harus khilafah? Karena dalam sistem tersebut Islam menyediakan seperangkat aturan yang dapat merealisasikan visi dan misi membentuk generasi unggul calon umat terbaik.
Dalam hal ini, Khilafah berperan aktif menjaga akidah umat termasuk anak-anak agar tidak mudah terpengaruh pemikiran-pemikiran dari luar Islam. Khilafah akan menjaga akidah rakyatnya dengan pembinaan, sistem pendidikan formal maupun nonformal dalam rangka mencetak generasi berkepribadian Islam. Bersamaan dengan hal itu, Khilafah juga akan memberikan hak hidup yang sejahtera melalui pemenuhan hak hadanah dan kafalah, serta kebutuhan primer (sandang, pangan, papan), sekunder, dan publik bagi anak-anak.
Setiap anak akan diberikan hak hadanah (pengasuhan anak dalam bentuk penyusuan) dan kafalah (pengasuhan anak berupa perlindungan secara umum meliputi hadanah dan khidmah/pelayanan) oleh negara. Pengasuhan anak bukan sekadar edukasi dalam ilmu parenting, psikologi, pendidikan umum terlebih yang bersumber dari peradaban Barat. Pendidikan anak harus bersumber dari Islam yang sudah pasti sesuai dengan fitrah penciptaannya. Hal ini akan mengantarkan anak-anak siap menjadi mukalaf (akil, balig, terbebani hukum syarak).
Kemudian, sebagai individu, setiap anak juga berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan primer layaknya manusia dewasa berupa sandang, pangan, dan papan. Anak-anak juga berhak atas fasilitas publik sebagai wujud pengurusan negara berupa kesehatan dan pendidikan.
https://narasipost.com/opini/02/2021/generasi-emas-tidak-butuh-moderasi-agama/
Itulah hak-hak anak yang telah Allah gariskan. Jadi, jika negara melalui Kemenag berusaha menanamkan ide moderasi beragama, tentu justru melanggar fitrah yang diberikan Sang Pencipta. Terlebih jika MoU Kemenag dengan UNICEF justru akan menjauhkan anak-anak dari Islam, sebaiknya dibatalkan. MoU itu tidak ada manfaatnya bagi perlindungan hak anak. Justru yang perlu negara lakukan adalah menerapkan syariat Islam secara kaffah oleh negara. Dengan demikian, hak anak akan terpenuhi dengan sendirinya. Insyaallah. Wallahualam bissawab.[]
Miris banget ya mbakk, hak anak di Indonesia sendiri aja seolah tidak ada. Boro² kemenag dan pemerintah RI memikirkan hak anak di palestina dan negeri islam lainnya yg di jajah :")
UNICEF terbukti melindungi hak anak-anak Gaza, jadi tak seharusnya Kemenag menjalin MoU
Maksudnya terbukti gagal melindungi hak anak-anak Gaza
Untuk apa menjalin MoU dengan UNICEF kalau untuk masalah anak-anak di Gaza saja, UNICEF tak memiliki pengaruh sama sekali
Bagaimana mungkin bekerja sama dengan Unicef untuk melindungi anak sementara lembaga tsb jelas membuat program yang justru merusak anak seperti dukungannya pada LGBT, selain dari moderasi beragama. Kenapa Kemenag tidak membuat program yang lebih bermanfaatkan seperti menghentikan zina di kalangan remaja atau stop bullying