Kekerasan pada Anak Melonjak, Islam Menuntaskan

Kekerasan pada Anak Melonjak

Untuk menyudahi kekerasan seksual pada anak dan memutus potret buram generasi tiada lain hanya dengan menerapkan hukum-hukum syariat

Oleh. Bunga Padi
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Anak merupakan tambatan hati bagi pasangan rumah tangga. Kelak, sebagai penerus dan keberlangsungan sebuah keluarga. Agar bertumbuh sehat dan baik, orang tua sangat hati-hati merawat dan menjaga si buah hati.

Tapi rupanya impitan hidup telah menggerus kasih sayang di antara mereka. Akibatnya, banyak kekerasan termasuk kekerasan seksual telah mendera generasi yang kehilangan arah tersebut. Miris! Seperti yang terjadi di sejumlah daerah.

Diketahui kasus kekerasan di Kalimantan Timur mengalami peningkatan cukup tinggi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) terjadi kenaikan kasus hingga 77% dari 633 kasus di 2019 menjadi 1.108 kasus di 2023.

Tahun 2024, diperoleh data bahwa Kota Samarinda merupakan wilayah dengan kasus kekerasan terbanyak, yaitu mencapai 57 kasus. Dari total 196 korban, mayoritasnya adalah perempuan, 127 anak-anak, dan 69 dewasa. Analisis data menyebutkan bahwa 38,8% (83 orang) mengalami kekerasan seksual, 30,8% (66 orang) mengalami kekerasan fisik, serta 15,4 (33 orang) mengalami kekerasan psikis. Sedangkan 70 kasus kekerasan dialami pasangan rumah tangga. Samarinda kembali menjadi wilayah dengan kasus KDRT tertinggi, dengan 18 kasus dan 21 korban. Selain itu, mereka yang menjalin hubungan atau berpacaran, yang menjadi pelaku terbanyak sejumlah 33 orang pelaku (kaltimtoday.co, 27/3/2024)

Kapitalisme Akar Masalah Kekerasan

Sistem kapitalisme dan sekularisme yang mendasari seluruh aspek kehidupan negeri ini, di mana sistem kapitalisme yang diadopsi sebagai ideologi negara ini telah melahirkan kebebasan berkeyakinan, berperilaku, berpendapat, dan memiliki harta. Perkara inilah yang mendasari penerapan konsep hak asasi manusia (HAM). Akibatnya, semua orang merasa berhak berbuat apa pun tanpa rasa peduli orang lain akan terganggu tingkah polahnya. Perbuatan asusila dan niradab di anggap biasa, karena semua orang melakukannya. Inilah yang kemudian menjadi sumber lahirnya berbagai penyimpangan perilaku.

Tak kalah dahsyat merusak adalah asas sekularisme yang mewarnai sistem pendidikan. Yang di dalam sistem ini pendidikan agama sekadar formalitas saja. Tidak ada strategi untuk menjadikan tuntunan agama dipahami lalu diamalkan oleh anak didik sehingga berpengaruh dalam perilaku kesehariannya. Sekolah yang seharusnya sebagai institusi pendidikan alih-alih mencetak generasi yang berkualitas dan memiliki kepribadian yang tangguh sesuai tujuan pendidikan, namun justru menghasilkan manusia-manusia yang menciptakan banyak masalah.

Sekolah yang baik seharusnya mampu membentuk kepribadian yang baik pula. Sebaliknya sekolah yang buruk ialah yang tidak peduli terhadap hal-hal tersebut. Beginilah realitas yang terjadi sekarang. Karena itu sistem pendidikan telah gagal menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, yang tidak hanya cerdas dalam akademik, tetapi juga memiliki iman yang kuat dalam kehidupannya.

Berkembangnya budaya permisif, hedonis, membolehkan segala hal juga memberikan pengaruh buruk pada pembinaan generasi. Pun demikian dalam kepentingan bisnis/ekonomi membiarkan penayangan tontonan yang mengandung pornoaksi, pornografi, dan kekerasan. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya sanksi bagi pelaku kriminalitas yang ada.

Rapuhnya Benteng Keluarga

Imbas dari penerapan sistem kapitalistik adalah keluarga. Keluarga adalah basis pendidikan utama bagi setiap anggotanya. Namun, sistem kapitalisme telah memaksa para orang tua tidak serius dalam proses pendidikan buah hatinya. Kapitalisme telah menyebabkan beban hidup setiap keluarga semakin berat dan terus menjerat. Orang tua pun harus memutar otak dan mesti banting tulang lebih keras lagi demi memenuhi kebutuhan hidup. Dengan dalih memperoleh kehidupan yang layak, para orang tua sibuk bekerja siang dan malam. Akibatnya anak pun terabaikan dari perhatian, dan terkikisnya kasih sayang.

Ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya tidak sempat memberikan perhatian dan kasih sayang yang paripurna. Kesibukan di luar rumah telah menyita waktunya, hilanglah keteladanan sehari-hari untuk si buah hati rumah. Karena turut membantu suami mengepulkan asap dapur. Akhirnya, orang tua kehilangan kesempatan dan tidak bisa lagi mengarahkan anak-anaknya. Bahkan sosok orang tua menjadi asing bagi anaknya sendiri. Padahal, tanggung jawab seorang bapak untuk menjaga keluarganya dari siksa api neraka.

Dengan kesibukan orang tua tanpa batas waktu mencari nafkah, maka terabaikan kewajibannya. Ditambah minimnya komunikasi untuk sekadar berbincang hangat layaknya sebuah keluarga menjadi barang langka. Anak lebih asyik dengan gadget, TV, dan media sosial lainnya. Disadari atau tidak, justru dari media-media tersebutlah anak-anak memperoleh pengaruh buruk terkait pergaulan bebas, hidup konsumtif, kekerasan, dan aktivitas kriminal lainnya.

https://narasipost.com/opini/04/2024/kekerasan-anak-meningkat-bagaimana-solusi-tepat/

Anak-anak mengalami kegersangan kasih sayang, minus perhatian yang sesungguhnya kecuali sebatas materi yang dipunyai dari dalam rumahnya sendiri. Perhatian yang didamba justru ia temukan dari pergaulan di luar sana, yang jauh dari adab dan nilai islami. Memedihkan jika sudah begini. Alamat rusaklah kepribadian sang anak. Astagfirullah.

Islam Solusi Tuntas Kekerasan

Keluarga merupakan institusi kecil pertama dan utama yang memberikan pendidikan, pembinaan, perhatian terhadap tumbuh kembang sang anak. Di dalamnya yang pertama akan ditanamkan adalah nilai-nilai tauhid sebagai fondasi keimanan dan ketakwaan. Orang tua mengenalkan dan mengajarkan siapa pencipta dirinya, apa saja kewajibannya sebagai makhluk yang diciptakan. Sehingga sang anak menyadari keberadaannya di dunia ini untuk mengabdi kepada Allah Swt. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Ayah dan ibunya kelak yang menjadikan dirinya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari, Muslim)

Para orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya tentang adab, sopan santun, akhlak terpuji, dan tsaqofah lainnya. Pun saat berbicara menggunakan kalimat-kalimat tayibah, lemah lembut, mengedepankan sikap peduli, menumbuhkan sikap sayang pada sesama, menolong, dan berbuat baik. Mereka juga diajarkan untuk care dengan cara yang benar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan hanya menggunakan yang halal saja. Dengan begitu, ketika sejak dini telah terikat dengan aturan-aturan Islam, maka kelak anak akan tumbuh menjadi anak yang saleh dan salihah. Allah Swt. di surah At-Tahrim ayat 6 berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah para malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah atas apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Begitu pula, peran masyarakat tak kalah penting dalam menciptakan rasa aman dan peduli akan setiap aktivitas sosial yang ada di dalamnya. Keberadaan masyarakat sangat memengaruhi baik buruknya proses pendidikan. Karena generasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Interaksi di lingkungan tersebut sangat dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan anak-anak. Masyarakat yang pemikiran dan perasaannya sama serta telah diikat oleh peraturan yang sama. Memahami betapa pentingnya menjaga anak-anak dan lingkungan tetap kondusif, bersih, dan aman dari kemaksiatan maupun kejahatan.

Terakhir, adanya peran negara. Selain mengurus dan menghadirkan suasana kehidupan islami, juga penerapan Islam sebagai ideologi dalam membangun negara di semua lini. Termasuk di bidang pendidikan. Negara dalam penyelenggaraannya akan memberlakukan sistem pendidikan berdasarkan akidah Islam. Kurikulumnya mampu menjamin tercapainya generasi berkualitas dan ber-syakhsiyah Islam. Generasi yang tidak hanya cerdas, cemerlang menguasai IPTEK, sains, ilmu-ilmu serapan, tetapi juga penguasaan ilmu agama yang mumpuni dan unggul.

Negara menyiapkan segala keperluan untuk belajar dan mengajar, juga sarana dan prasarana pendidikan yang layak. Sudah menjadi kewajiban negara memfokuskan pendidikan pada pembentukan kepribadian berkualitas dengan membebaskan biaya pendidikan tanpa pandang bulu ke semua rakyat. Karena pendidikan terbaik dan gratis adalah hak rakyat yang wajib dilaksanakan negara. Pun negara mendorong dan memfasilitasi setiap warga untuk mengenyam pendidikan. Pendidikan juga jauh dari ajang bisnis yang dapat merendahkan mutu dan kualitas. Negara betul-betul akan mengawasi mekanisme kerja dan pendistribusian kebutuhan pendidikan.

Di samping itu, negara menyediakan jasa pengajar/pendidik yang kapabel, andal, dan berkepribadian Islam. Semangat yang tinggi dalam mengajar dan menjalankan tugas-tugasnya, penuh dedikasi dan bertanggung jawab. Sebab guru merupakan teladan dan role model bagi anak didik. Oleh karena itu, negara wajib menjamin kebutuhan primer dan sekunder para guru. Jika ada kemaksiatan dan kejahatan yang menimpa di masyarakat akan berlaku hukum atau sanksi tegas yang memberi efek jera. Dalam perihal media, negara akan menutup rapat celah tayangan buruk dan nirfaedah.

Sejatinya, negara harus menciptakan kondisi kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, dan sejahtera, maka yang harus dilakukan saat ini adalah mengembalikan kehidupan islami di tengah-tengah umat. Peran negara sangat menentukan terwujudnya tatanan sistem kehidupan islami tersebut. Oleh karenanya untuk menyudahi kekerasan seksual pada anak dan memutus potret buram generasi tiada lain hanya dengan menerapkan hukum-hukum syariat di bawah naungan Khilafah Islamiyah sebagai satu-satunya solusi solutif. Wallahu a’lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Bunga Padi Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mewarnai atau Diwarnai
Next
Mudik Berisiko, Kapankah Akan Berakhir?
4 3 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
7 months ago

Secara umum, kondisi anak-anak di negeri ini memang memprihatinkan, salah satunya ya menjadi korban kekerasan dengan berbagai alasan.

Firda Umayah
Firda Umayah
7 months ago

Dalam sistem kapitalisme, anak sering jadi korban pelampiasan emosi orang dewasa yang memiliki tekanan hidup

Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
Reply to  Firda Umayah
7 months ago

Memedihkan menengok nasib anak. Karena telah jadi korban. Situasi yg akan terus terjadi selama sistem kapitalisme yg di adopsi. Kita berharap semoga Khilafah segera tegak agar tak terjadi lagi anak jadi korban.

Mahyra senja
Mahyra senja
7 months ago

Realita potret negeri ini anak-anak butuh payung hukum

Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
Reply to  Mahyra senja
7 months ago

Betul Mbak payung hukum diatas paradigma sekuler sangat buruk. Saat ini darurat butuh yg betul2 mmpu melindungi nasib anak bangsa ini. Yakni yg berasal dari syariah-Nya.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram