"Bagimu agamamu dan bagiku agamaku
(Al Qur'an al Kafirun : 6)
Oleh: Ita Mumtaz
NarasiPost.Com-Seorang muslim yang memiliki jabatan sebagai menteri agama sudah selayaknya memahami ajaran Islam. Apalagi yang berhubungan dengan akidah agamanya sendiri, mestinya digenggam erat, tak mudah untuk melepaskan, meski angin menerjang. Tapi nampaknya badai moderasi semakin kencang berhembus. Hingga sosok menteri yang bergelar "Gus" pun terbawa arus.
Ide pembacaan do'a dari semua agama yang dilontarkan Menag cukup menegangkan syaraf berpikir umat. Mereka pun bertanya-tanya, "Ada apa dengan Pak Menteri?"
Beliau pun dengan santai menanggapi, "Jadi salahnya doa ini apa sih. Orang disuruh doa kok ribut, salahnya doa ini apa? Ini pertanyaan saya, saya boleh dong nanya. Salah doanya apa, kan tak ada salahnya." (cnnindonesia.com, 08/04/21).
Tentu saja ide nyleneh ini membuat para tokoh muslim geram sekaligus heran. Bagaimana bisa seorang muslim memiliki pandangan kerdil dan terkesan main-main dengan akidahnya. Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, Prof KH M Cholil Nafis, Lc, MA, PhD meresponnya dengan melarang umat Islam ikut mengaminkan doa yang dibacakan penganut agama lain. Beliau menyarankan untuk berdoa sesuai agama masing-masing. "Kalau yang doa itu nonmuslim lalu kita mengaminkan, itu hukumnya haram, jadi kalau mereka berdoa ya kita doa sesuai dengan keyakinan kita. Sesuai dengan ketentuan MUI Tahun 2005, hasil fatwa MUI," kata Cholil. (Republika.co.id, 08/04/21).
Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Jeffry Romdono juga mengusulkan agar Menag mengkaji dulu sebelum menyampaikan ide tersebut. Karena pasti ada dampak besar dari kebijakan dan langkah yang diambilnya.
"Kalau memang doa dibacakan dalam satu agama saya rasa mungkin ini lebih bijak, kalau misalnya tinggal disebutkan yang beragama lain harap menyesuaikan sesuai dengan ajarannya masing-masing," kata Jeffry di sela-sela rapat. (Cnnindonesia.com, 08/04/21)
Menjawab berbagai respon yang mempertanyakan kebijakannya, Menag menjelaskan saat itu ada pembahasan tentang korupsi. Dia menyampaikan maksudnya, bahwa jika seseorang dekat dengan Tuhan maka orang tersebut akan menjauhi perilaku korupsi dan tak bermoral lainnya. Namun selama ini yang dibacakan hanya doa agama Islam, sementara doa agama lain justru tidak dibacakan. "Nah saya berpikir gini, masa sih yang disuruh menjauhi korupsi cuma muslim saja. Sementara ada pegawai bukan muslim, jadi kita harus dorong juga teman-teman yang Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu untuk berdoa agar mereka ingat Tuhannya," kata Menag. (Cnnindonesia.com, 08/04/21)
Sekilas pernyataan beliau ini nampak wajar-wajar saja. Apalagi jika dipandang dari kacamata sekuler moderat. Namun bagi kalangan muslim yang sangat kuat dalam menjaga akidah Islamnya, maka lontaran ide seperti ini dianggap tak layak keluar dari lisan seorang muslim.
Sebab do'a adalah memohon kepada Rabb sejati, yang menciptakan manusia, kehidupan dan alam semesta. Rabb yang mengatur segala kejadian dan dinamika kehidupan. Dialah Allah, yang mengajarkan kepada manusia agar menyembah Tuhan yang satu, memeluk agama yang benar dan diridai-Nya, yakni dien Islam. Sebagaimana yang ditekankan dalam surat Ali-Imran 19.
اِنَّ الدِّيۡنَ عِنۡدَ اللّٰهِ الۡاِسۡلَامُ
"Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam."
Dari sini, seorang muslim wajib meyakini 100% bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Hal ini akan membawa konsekuensi tentang sikapnya terhadap agama lain, termasuk adab dan tata cara berdoa. Karena berdoa adalah bagian dari ibadah. Dalam ranah ibadah ritual, Islam telah mengatur bahwa berdoa haram dilakukan jika dicampuradukkan dengan doa pemeluk agama lain.
Selama ini, pelaksanan berbagai acara, baik agenda formal kenegaraan atau seremoni yang lain pasti diawali dengan bacaan doa yang diajarkan agama Islam. Sebab Islam adalah agama mayoritas penduduk negeri ini. Sedangkan pemeluk agama lain dipersilakan untuk berdoa sesuai keyakinan masing-masing. Hal demikian tidak pernah membawa problem apapun, semuanya berjalan baik-baik saja. Maka jika Menag kini mempermasalahkan doa secara agama mayoritas, dia pasti membawa misi tertentu atau hanya ingin mencari perhatian dan simpati dari orang-orang kafir.
Islam pun telah memiliki konsep toleransi yang demikian indah. Umat Islam tidak butuh diajari toleransi oleh agama lain. Tidak mencampuradukkan aktivitas berdoa bersama-sama pemeluk agama lain bukan berarti tidak toleran. Justru hal ini sangat menjaga kepentingan dan privasi masing-masing pemeluk agama yang berbeda.
Toleransi berarti tidak saling mengganggu aktivitas ibadah agama lain. Sebagaimana Allah menggambarkannya dalam surat Al-Kafirun 6.
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ
"Bagimu agamamu dan bagiku agamaku."
Apa jadinya jika aktivitas doa bersama dilakukan oleh semua pemeluk agama? Maka pasti seorang muslim akan memiliki sikap lemah. Artinya terbuka celah dan peluang untuk memasukan keyakinan dari agama lain. Jika demikian, seorang muslim tidak akan memiliki keyakinan sempurna yang tak ada keraguan sedikitpun. Padahal keyakinan beragama sangat dibutuhkan agar bisa menjalankan ajarannya secara optimal tanpa hembusan keraguan. Sebab Islam itu harus diakui, diyakini, digenggam erat, dipelajari, diamalkan serta didakwahkan.
Bagaimana seorang muslim mampu mengamalkan dan mengajarkan Islam secara utuh, jika dirinya sendiri tidak yakin? Oleh sebab itu, setiap muslim diperintahkan untuk selalu upgrade diri, dengan harapan agar mampu meneguhkan akidahnya. Maka tidak berlebihan kiranya, jika dikatakan bahwa wacana mencampuradukkan doa dari berbagai agama ini adalah bagian dari upaya menggerus keyakinan beragama pada diri seorang muslim.
Penjagaan Akidah dalam Islam
Islam sangat menjaga akidah dari rongrongan keyakinan agama lain. Untuk tujuan inilah maka hukuman mati wajib diberlakukan bagi orang-orang murtad. Sehingga akidah seorang muslim tersimpan dalam benak dan jiwa yang kokoh. Bahkan Islam tidak membolehkan sedikitpun adanya celah dalam ruang akidah. Sebab jika sedikit terkuak, bisa menjadi jalan masuk berhembusnya angin keraguan.
Dalam surah Al-Baqarah ayat 42 Allah Swt berfirman:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.”
(Al-Baqaroh:42).
Dari ayat ini menjadi jelas tergambar bahwa seorang muslim tidak boleh mencampuradukkan antara kebatilan dan kebenaran. Sebab ada batasan yang jelas, bahwa yang haq adalah haq dan yang batil itu batil.
Selama sistem kufur ini menanungi kehidupan kaum muslimin, maka tak akan ada yang mampu menjaga dan menjamin akidah umat. Begitu mudahnya keyakinan umat berubah, hanya disebabkan masalah dunia yang begitu remeh.
Sebab itulah, dunia Islam membutuhkan sistem terbaik yang mampu melindungi umat dari jeratan kekufuran, yaitu sebuah tatanan kehidupan bernegara yang dipimpin seorang Khalifah yang akan mengarahkan rakyat agar senantiasa berada dalam cahaya keimanan dan tidak tersesat dalam kegelapan. Muslim sejati akan memperjuangkannya agar kembali tegak di muka bumi hingga dilingkupi kesejahteraan dan keberkahan. Wallahu a'lam bish-shawwab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]