PMM dibangun agar dapat membantu guru mendapatkan referensi dan inspirasi, tetapi sebagian pendidik malah terbebani dan mengurangi fokus guru dalam mengajar.
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Derap Dakwah Umayah)
NarasiPost.Com-PMM atau Platform Merdeka Mengajar bukanlah istilah asing bagi sebagian besar guru Indonesia. Ini adalah platform baru dalam dunia pendidikan yang diharapkan membawa perubahan para pendidik dan anak didiknya. PMM juga diharapkan memudahkan guru dalam hal administrasi.
Pemberian pelatihan agar guru dapat menggunakan platform ini makin nyaring ditambah dengan peluncuran modul pelatihan berjenjang tentang pendidikan inklusif yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). (disway.id, 25/03/2024)
Namun, rupanya banyak guru yang mengeluh adanya platform tersebut. Bukan tanpa alasan. Platform ini dianggap menambah beban guru dalam menjalankan amanahnya sebagai pengajar. Lantas, benarkah PMM membawa perubahan?
Mengenal PMM
PMM bisa dikatakan sebuah platform atau aplikasi yang berisi berbagai fitur pengelolaan kinerja guru. PMM dibangun untuk menunjang implementasi kurikulum agar dapat membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman tentang kurikulum yang diterapkan. Aplikasi ini juga menjadi pendamping bagi sekolah penggerak.
Fitur yang ada dalam aplikasi PMM pun beragam. Mulai dari pengembangan diri, inspirasi, dan mengajar. Untuk pengembangan diri, masih dibagi beberapa fitur seperti pelatihan mandiri, pengelolaan kinerja, refleksi kompetensi, seleksi kepala sekolah, dll. Begitu pula dengan fitur lain seperti fitur mengajar yang dibagi menjadi beberapa hal seperti perangkat ajar, asesmen murid, kelas, dan CP (Capaian Pembelajaran) atau ATP (Acuan Tujuan Pembelajaran). Terakhir, pada fitur inspirasi, terdiri dari video inspirasi, bukti karya, dan ide praktik.
Bagi sekolah yang menerapkan kurikulum Merdeka, setiap guru memiliki beban untuk mengisi PMM. Fitur yang harus diisi antara lain adalah pelatihan mandiri, refleksi kompetensi, pengelolaan kinerja, dll. Penerapan platform ini merupakan keputusan Dirjen GTK Kemendikbudristek yang menyatakan bahwa mulai Januari 2024, pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah lebih praktis dan relevan jika dilakukan melalui PMM yang terintegrasi dengan e-kinerja BKN. (mediaindonesia.com, 19/01/2024)
Tak hanya harus mengisi pengelolaan kinerja, guru juga diberikan 18 kompetensi Rencana Hasil Kerja (RHK) yang diisi dengan pelatihan beserta aksi nyata, observasi, dan berbagai kegiatan. Pelatihan bisa dilakukan melalui webinar (web seminar) atau pelatihan secara langsung.
Sedangkan untuk target dari RHK, diharapkan setidaknya mampu meningkatkan tiga hal sebagai berikut :
- Meningkatkan kompetensi melalui peran sebagai peserta pelatihan mandiri sesuai kompetensi guru, kepala sekolah, dan atau pengawas sekolah.
- Meningkatkan kompetensi melalui peran sebagai partisipan observasi praktik pembelajaran bersama rekan sejawat.
- Meningkatkan kompetensi melalui peran sebagai penggerak komunitas belajar dengan mengadakan minimal tiga kegiatan berbagi praktik baik.
Dampak PMM
PMM dinilai sebagian pendidik sebagai penambah beban kinerja guru yang dapat mengurangi fokus guru dalam mengajar. Keluhan ini sempat membanjiri media sosial yang kemudian ditanggapi oleh Kemendikbudristek bulan lalu. Ketua RTK Dirjen GTK Kemendikbudristek, Saiful Bari menanggapi bahwa pengisian e-kinerja di PMM sangatlah mudah. Hal ini karena berbagai indikator yang dibutuhkan telah disiapkan. (klikpendidikan.id, 24/02/2024)
Memang, guru dapat mengambil bahan ajar dari sebagian fitur yang ada dalam PMM. Akan tetapi, kemudahan itu tak sebanding dengan beban administrasi yang harus dilakukan. Jika dilihat lebih dalam dan dijalankan, platform tersebut menyibukkan guru dengan administrasi dan tugas yang menumpuk. Beban untuk mengisi platform akan makin terasa khususnya bagi guru yang tidak menguasai ilmu teknologi.
https://narasipost.com/opini/11/2023/hari-guru-renungan-kurikulum-pendidikan-yang-merusak-generasi/
Tak hanya itu, jam mengajar yang padat ditambah harus mengisi platform secara rutin membuat sebagian guru mengurangi intensitasnya untuk mengajar dan mendidik para peserta didik secara langsung. Belum lagi, guru harus mengikuti berbagai webinar untuk mendapatkan sertifikat sebagai bukti bahwa guru tersebut memiliki kompetensi mengajar. Oleh karena itu, pengisian platform ini tentu makin menyita waktu guru untuk melakukan hal lain.
Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam, tak ada salahnya jika sistem pendidikan memiliki sejumlah teknis atau administrasi yang harus dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan. Hanya saja, penentuan ukuran penilaian teknis administrasi harus memperhatikan beberapa hal seperti memiliki aturan yang sederhana, cepat dalam pelaksanaannya, dan dilakukan oleh orang yang mampu. Termasuk dalam penggunaan teknologi terkini.
Merujuk kepada PMM, platform ini tidak memiliki mekanisme yang sederhana dan mudah digunakan bagi mereka yang tidak menguasai ilmu teknologi. Maka dari itu, wajar jika program pemerintah tersebut menuai keluhan di sebagian pengajar. Platform ini pun dapat dikatakan membebani karena harus rutin diisi. Sehingga, guru yang tidak ingin membawa tugas sekolah ke rumah, harus membagi jam mengajar dengan waktu pengisian penilaian kinerjanya.
Lebih jauh lagi, pembebanan penilaian yang harus diisi oleh guru jauh dari misi pendidik untuk mencetak generasi yang memiliki identitas keislaman yang kuat. Tidak ada penanaman tsaqafah Islam di dalamnya. Tidak ada kesinambungan penilaian kinerja guru dengan hasil pendidikan yang diberikan.
Padahal, dalam sistem pendidikan Islam, semua yang berkaitan dengan pendidikan baik dari kurikulum, strategi pembelajaran, hingga teknis administrasinya harus menunjang pembentukan kepribadian Islam bagi para peserta didik. Peserta didik harus disiapkan menjadi muslim yang siap menerapkan syariat Islam dalam semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, negara juga harus mempertimbangkan segala sesuatunya dengan matang agar visi dan misi pendidikan tidak mengalami pergeseran.
Bukankah salah satu tujuan pendidikan dalam Al-Qur’an adalah untuk mewujudkan khalifah di muka bumi untuk menjalankan semua perintah-Nya?
Sebagaimana firman Allah Taala dalam QS. Al-Baqarah ayat 30 :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikan di muka bumi seorang khalifah’. Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau menjadikan di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji Engkau ?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.”
Penutup
Kurikulum yang dibangun tidak berlandaskan Islam, sekalipun memiliki teknis administrasi yang sesuai dengan penggunaan teknologi tidak akan membawa pendidikan untuk mencetak generasi unggul yang berakhlak mulia. Terlebih lagi, tidak akan mampu membawa generasi muslim untuk memiliki kepribadian Islam.
Wallahu a’lam bishawab.[]
Jazakunnallah ahsanal jaza' kepada semua tim redaksi NP